Pagi ini Kantor sedikit lebih heboh dari hari biasanya, karena kedatangan istri mendiang Pimpinan mereka, Erlina Kenes Umbara. Bersama orang kepercayaannya, Jane, ia datang mengunjungi Kantor. Wanita itu memang beberapa bulan sekali datang ke Kantor demi mengunjungi Arion, anak tirinya, dan Daniel, keponakan Dewandaru, sekaligus melihat-lihat bagaimana perkembangan Perusahaan yang sekarang dipegang penuh oleh Arion.
Kendati Arion berulang kali melarangnya untuk datang, Erlina akan tetap berkunjung ke sana.
Arion boleh saja melarangnya untuk tidak menikah lagi, jika masih ingin hidup di tengah-tengah keluarga Umbara yang bergelimang harta, namun ia tak bisa melarang Erlina untuk melangkahkan kakinya di Perusahaan milik mendiang sang Suami.
Para staf dan karyawan Kantor berbaris rapi menyambut kedatangan Beliau. Mereka membungkukan badannya dalam-dalam seraya menyapa wanita itu, serentak.
Erlina turun dari mobil dan masuk ke dalam gedung Kantor dengan wajah angkuh, seperti biasa. Ia bahkan tak mengindahkan sapaan para karyawan dan hanya melirik sekilas ke arah mereka, yang sudah meluangkan waktu untuk menyambut kedatangannya.
Suara derap kakinya yang memakai stiletto, lantang menggema ke seluruh antero lobi Kantor, membuat para karyawan lainnya kontan berhenti dan membukakan jalan untuknya.
Wanita itu berhenti tepat di depan sebuah meja besar yang berada di tengah-tengah lobi. Sebuah vas bunga raksasa berdiri kokoh di atas meja tersebut.
Jari lentiknya menyentuh sekeliling permukaan vas bunga dan meja tersebut. Mata tajamnya senantiasa memeriksa setiap bagian dengan sangat teliti.
Ia kemudian mengangkat jari telunjuknya dan menatap lekat-lekat jari itu. "Apa ini?" tanya wanita itu pada salah seorang karyawan yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
"Panggil Petugas kebersihannya!" titah wanita itu lantang. Suaranya yang menghentak membuat dua orang karyawan segera berlari memanggil siapapun orang yang berpapasan dengan mereka. Tak peduli Cleaning Service, Security atau Office Boy, yang penting mereka harus berhasil menyeret seseorang untuk datang menghadap Erlina.
Sekar dan Rani yang kebetulan berpapasan dengan dua orang karyawan tersebut langsung pergi menghadap Erlina, setelah mereka memberitahukan maksudnya.
Begitu Sekar berdiri di hadapan Erlina, wanita itu segera menelisik Sekar dari atas sampai bawah dengan tatapan menghina. Ia sudah tahu seperti apa rupa Sekar dari foto yang dikirimkan Abiyan.
"Jadi ini selera Arion? Kumuh dan kampungan sekali!" hinanya dalam hati.
"Kalian digaji lebih besar dibanding Perusahaan lainnya. Benar?" Erlina membuka suaranya.
Sekar dan Rani yang berdiri sejajar, secara serempak menganggukan kepalanya takut-takut. Atmosfer di sekitar mereka benar-benar terasa sesak, hingga rasanya sulit bernapas.
"Maka dari itu, seharusnya kalian bisa lebih giat bekerja," Erlina melangkahkan kakinya menuju Sekar. Jari telunjuknya mengarah tepat ke wajah gadis itu. "Lihat ini baik-baik? Masih ada debu yang tertinggal di sana."
Sekar yang semula tertunduk, mengangkat kepalanya. Netra gadis itu menelisik jari telunjuk Erlina yang tampak bersih tak bernoda. "Saya tidak melihat ada debu di tangan Anda, Bu," ujar gadis itu.
Erlina seketika menajamkan pandangannya pada Sekar. "Kurang ajar sekali gadis ini!"
Ia lalu melangkah perlahan mendekati Sekar. Tanpa permisi, ia menyentuh bibir gadis itu menggunakan jari telunjuknya yang tadi dipakai untuk memeriksa debu pada vas dan meja, seraya berbisik, "Aku paham ... orang kampung sepertimu tidak mungkin hidup sebersih kami,"
Setelah berkata demikian, ia menjauhkan diri dari Sekar dan menepuk-nepuk pundaknya sembari memasang senyum termanis, yang malah tampak sangat menakutkan di mata Sekar. "Bersihkan sekali lagi. Oke?"
Sekar mengangguk kaku. Kendati dadanya terasa panas, gadis itu berusaha tidak memperlihatkannya. Matanya kemudian mengawasi kepergian Erlina dan seorang wanita lagi yang setia mengekorinya kemana-mana.
Kedua gadis itu baru bisa bernapas lega saat Erlina sudah masuk ke dalam lift.
"Kamu baik-baik saja, Sekar? Apa yang dia katakan padamu?" tanya Rani. Mimik wajahnya terlihat sangat khawatir.
Sekar menggeleng lalu berkata, "Bukan hal penting, Ran,"
"Jangan diambil hati, ya? Beliau memang seperti itu. Padahal ia hanya Ibu sambung Pak Arion, tapi tingkahnya sok sekali!" seru Rani ketus.
Sekar tersenyum kecil. "Ya sudah, sebaiknya kita bersihkan lagi. Bisa gawat kalau nanti dia kembali memeriksa."
Rani segera meminjam peralatan kebersihan pada Cleaning Service. Meski bukan tugas mereka, Rani dan Sekar tetap membersihkan meja dan vas tersebut.
...***...
Daniel menyambut kedatangan Erlina di depan lift. Pria itu segera memeluk Erlina dan mengajaknya berbincang sejenak. Biar bagaimanapun, Daniel tetap menghormati Erlina. Mungkin, sebagai bentuk penghormatan juga pada almarhum Pamannya.
"Aku memang tidak berniat bertemu Arion kali ini," jawab Erlina tatkala Daniel memberitahunya, bahwa Arion sedang tugas keluar Kota.
Daniel mengangguk-anggukan kepalanya. Ia hampir lupa jika calon menantunya baru bergabung di sini. Beliau langsung dipersilakan menuju meja kerja Abiyan.
...***...
Aiden menutup sambungan teleponnya. Pria itu terlihat menghembuskan napasnya sebelum menoleh ke belakang, tempat Arion duduk.
"Ada apa?" tanya Arion begitu melihat raut wajah tak enak Aiden.
"Ibu Erlina mengunjungi Abiyan di Kantor, Pak," jawab Aiden tanpa basa-basi.
Arion mendengkus. Raut wajahnya yang semula rileks, berubah kesal.
Sudah berkali-kali ia memperingati Erlina untuk tidak menginjakan kakinya lagi ke Kantor. Ia tak ingin Erlina melibatkan diri dalam setiap hal yang berkaitan dengan Kantor. Terlebih dengan gayanya yang sok-sokan itu.
Wanita itu bukanlah bagian dari Umbara. Kehadirannya hanya sebagai pengisi kekosongan bagi sang Ayah. Hanya bagi Beliau, tidak baginya.
"Tidak bisa diam di rumah saja, rupanya." gumam Arion.
"Lalu?" tanyanya lagi.
"Beliau hanya mengajak Abiyan makan siang di luar, lalu setelah itu berkunjung ke Kantor Nona Adhisty." Aiden menjelaskan apa yang ia dengar dari Estiana.
Pria itu terdiam sejenak sebelum kembali bersuara, "Namun, sedikit kehebohan sempat terjadi tatkala ia menegur dua Office Girl untuk membersihkan vas bunga raksasa yang ada di lobi,"
Mendengar kata Office Girl, Arion langsung menaruh perhatian penuh pada Aiden. "OG yang mana?" tanya Arion.
"Salah seorang OG merupakan anak baru. Sekar namanya. Bapak pasti kenal,"
Arion kontan terdiam. Tangannya tanpa sadar terkepal.
Melihat Tuannya tidak bereaksi, Aiden kembali menghadap ke depan. Sebagai tangan kanannya, mustahil Aiden tidak mengetahui perihal kebiasaan baru Arion, yang suka menghilang disaat jam makan siang, selama hampir tiga bulan belakangan ini.
Selama ini ia hanya bersikap seolah-olah tak mengetahui apapun, termasuk, saat Sekar mengantar berkas-berkas ke lantai tigapuluh, tempo hari.
Kendati tak suka, Aiden tidak punya hak melarang Tuannya menjalin hubungan dengan siapapun. Itu bukan ranahnya. Tetapi demi berjaga-jaga, ia menyuruh seseorang untuk mencari tahu latar belakang keluarga Sekar.
Sementara itu, Arion tampak berpikir keras. Ia sangat mengkhawatirkan Sekar. Ia tahu betul watak Erlina. Wanita itu senang sekali merendahkan orang lain yang menurutnya tidak selevel. Jadi, bukan tidak mungkin Erlina menghina Sekar dan Rani. Biar bagaimanapun, keduanya adalah bawahan Arion. Ia menghargai setiap orang yang bekerja di bawah kepemimpinannya, siapapun itu.
"Sekar namanya. Bapak pasti kenal,"
Pikirannya tiba-tiba melayang pada perkataan Aiden barusan. Pria itu membelalakan matanya seketika. Ia kontan menoleh ke arah Aiden yang duduk di sebelah sang supir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Lisa Z
eeee jan dijawab sekar
2022-03-12
0
Lisa Z
musnah aja lu nek lampir, jahat banget udah tua masih mikirin harta
2022-03-12
0
Endang Purwati
mas Aiden...coba dulu kenalan sama Sekar mas...jangn bilang gak suka...
yakin deehh...setelah mas Aiden mengenal Sekar... langsung...mas Aiden juga akan suka sma Sekar...baik lloohh mas anaknya...tulus lagiii...percaya deehh sama sayaaa...iyaaa kan thooorrr...✌✌😂😂
2022-02-26
1