Nania masih saja menangis sesenggukan meski sudah ditenangkan beberapa rekan kerjanya yang lain. Wanita muda itu baru saja mendapat hinaan telak dari Erlina.
Setelah salah seorang temannya dibentak karena tidak meletakan gagang telepon dengan benar, kini dirinya dihina habis-habisan karena tidak memakai parfum dari brand terkenal.
"Ganti parfum murahanmu! Baumu seperti wanita tuna susila,"
Nania masih mengingat jelas perkataan Erlina. Hatinya jelas tersayat. Seumur hidup, ia tak pernah mendapat penghinaan seburuk itu. Bahkan keluarganya sekalipun, tak pernah merendahkan harga dirinya.
Apa yang salah dengan parfumnya? Itu adalah parfum biasa yang umum dipakai orang-orang. Kendati harga parfum itu tak sampai ratusan ribu, namun tetap sangat layak digunakan. Selama memakainya pun, belum pernah ada orang yang terganggu dengan wanginya.
"Sudah, Nan, kau tahu sendiri, wanita itu memang gila!" sahut salah seorang temannya yang sibuk mengusap-usap punggung Nania.
Banyak sekali saksi mata yang melihat kejadian itu. Kelakuan Erlina itu pun sontak dijadikan bahan gosip hampir seantero lantai satu.
Mereka sibuk berkasak-kusuk, membicarakan rekan-rekan kerja mereka yang hari ini apes berhadapan dengan Erlina.
"Omong-omong, bagaimana dengan mereka yang sedang membersihkan aula itu? Sudah sejak tadi mereka di sana, tapi belum juga selesai," ujar salah seorang Karyawan yang ingat, bahwa bukan kedua resepsionis itu saja yang terkena siksaan Erlina.
"Tadi aku bertemu salah satu OG, Sekar. Dia bilang, mereka sudah berulang kali membersihkan tempat itu selama hampir dua jam, tetapi Bu Erlina tetap saja tidak puas. Terlebih, Sekar seorang diri diminta untuk membersihkan aula menggunakan kain pel biasa, disaat teman-temannya menggunakan alat pel yang biasanya mereka gunakan."
"Edan!"
Mereka terus bergosip membicarakan Erlina, sampai tak sadar, Arion sudah masuk ke dalam gedung Kantor dengan wajah merah padam. Ternyata ia sempat mencuri dengar pembicaraan mereka, terutama soal Sekar.
"Di mana wanita itu?" tanya Arion dingin.
Para Karyawan kontan berdiri seraya menunduk ketakutan. Arion beralih pada Nania yang kini sudah berhenti menangis.
"Ibu Erlina sedang di aula lantai dua, Pak," beritahu Nania.
Tanpa basa-basi, Arion melangkah pergi menuju lift.
Tak lama, ia pun keluar dari dalam lift, bersamaan dengan Daniel yang keluar dari lift sebelahnya. Sepupu Arion itu baru saja turun dari lantai tigapuluh.
"Arion," sapa Daniel. "Bukankah, kau baru akan pulang tiga hari lagi?" tanyanya heran.
"Mas," jika Arion sudah memanggilnya demikian, ia pasti ingin meminta tolong sesuatu.
"Hmm,"
Arion ragu bagaimana harus memulainya. Ia ingin meminta tolong Daniel untuk mengusir Erlina, atau minimal menyelamatkan Sekar. Arion tak mungkin muncul begitu saja di hadapan gadis itu. Bisa-bisa semua kebohongannya terbongkar saat itu juga.
"Apa? Katakan saja," Daniel dengan sabar menunggu respon Arion.
"Kau mau ke mana?" Arion malah balik bertanya.
"Menemui Ibumu. Aku baru saja selesai meeting, saat beberapa Karyawan memberitahu, bahwa Ibumu datang dan membuat kekacauan." Jawab Daniel lugas.
"Bagus!" batin Arion senang. Ia tak perlu bersusah payah bicara.
"Kalau begitu, tolong usir dia dari sini," titah Arion. "Aku akan mengawasimu dari jauh," sambungnya.
"Kenapa? Biasanya kau bersemangat sekali adu mulut dengannya, jika ia ketahuan berbuat ulah." Daniel mengernyitkan dahinya.
"Tolong, jangan tanyakan apapun dulu," ujar Arion tidak sabar. Ia mendorong Kakak sepupunya tersebut menuju pintu aula.
Daniel membuka satu bagian pintu aula perlahan, sementara Arion mengintip dari balik pintu lainnya. Mata mereka terkesiap ketika mendapati Erlina hendak menampar salah seorang bawahan mereka. Dengan sigap Daniel segera berjalan cepat menuju wanita itu.
"Daniel," Erlina begitu terkejut, tatkala tangannya ditahan oleh Daniel.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti keluargaku, Tan," ucap Daniel sembari menurunkan tangan Erlina. Wajahnya memang sedang tersenyum lembut, namun sangat menakutkan baginya.
Dibanding Arion, Daniel memang jauh lebih menyeramkan ketika sedang marah.
"Keluargamu? Siapa?" Erlina tertawa sinis. Ia berusaha tidak terintimidasi oleh tatapan Daniel.
"Semua orang yang berada di bawah naungan Umbara Corporation adalah keluargaku." Tegas Daniel.
"Cih! Dia ini sudah kurang ajar sama Tante, Dan," tangan lentiknya yang dipenuhi kuteks berwarna merah, menunjuk tepat ke wajah Rani. "Dia sudah berani membentak Tante!" serunya.
"Jika aku meminta penjelasan dari para Karyawan, sudah bisa dipastikan, bukan mereka yang kurang ajar. Jadi sebaiknya, Tante silakan pergi dari sini," Daniel masih setia memasang senyumannya.
Erlina memelototi Daniel. Wajahnya sudah merah padam karena merasa dipermalukan oleh Daniel di hadapan Karyawan rendahan seperti mereka.
"Berani sekali kau padaku?" desis Erlina. Tangannya dengan cepat menggapai dasi Daniel dan menariknya keras. Beruntung Daniel dengan sigap menahan tangan Erlina agar tidak mencekiknya.
Baru saja Erlina akan berteriak, suara debuman keras terdengar menghantam lantai.
"Sekar!" serempak, teman-teman Sekar berteriak memanggil nama gadis yang sudah tidak sadarkan diri itu.
Arion yang melihat Sekar jatuh pingsan segera berlari masuk ke dalam aula.
Pria itu berhenti sejenak di hadapan Erlina sambil berkata dingin, "Pulang, atau kuhancurkan hidupmu saat ini juga!"
Bulu kuduk Erlina sontak meremang. Daniel melebarkan senyum ramahnya saat melihat raut ketakutan Erlina.
Dimas, Rani dan Ningsih yang tengah mengerubungi Sekar langsung menjauh ketika Arion tiba di sana. Dengan sigap Arion segera menggotong Sekar dan berlari keluar dari aula.
Pria itu turun ke lantai satu melalui tangga darurat, menuju Klinik milik keluarganya yang masih berada dalam komplek perkantoran. Klinik itu memang ditujukan untuk para Karyawan dan Staf Umbara Corporation.
...***...
Perlahan Sekar membuka matanya. Bau obat-obatan langsung tercium jelas oleh hidung mungilnya.
"Sekar," Lastri kontan berdiri dari tempat duduknya, diikuti Rani dan Ningsih. Ketiganya bergegas mendekati Sekar yang sedang berusaha bangun dari posisi berbaringnya.
Lastri membantu Sekar duduk.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Ningsih yang duduk di tepi ranjang.
"Memang aku kenapa? Ini di mana?" tanya Sekar sembari melihat sekeliling ruangan.
"Kamu pingsan tadi. Dokter bilang, kamu kekurangan cairan. Seharian ini kamu belum makan dan hanya sedikit minum, kan?" Rani membuka suaranya.
"Lalu, siapa yang mengantarku kemari? Aku sepertinya melihat seseorang yang kukenal," ujar Sekar.
Lastri, Rani dan Ningsih otomatis saling berpandangan. Mata mereka saling melempar kode yang tidak disadari Sekar.
Arion melarang mereka semua untuk buka mulut. Tak terkecuali pada Lastri yang kebetulan berpapasan dengan Arion saat keluar dari gedung menuju Klinik.
Melihat tak ada seorangpun yang sudi membuka suara, Sekar kembali bertanya.
Lastri akhirnya mengalah. "Tadi Dimas yang mengantarmu ke sini. Kebetulan aku berpapasan dengan kalian di luar, jadi aku juga ikut ke sini." Katanya setengah berbohong.
Sekar berterima kasih sekaligus meminta maaf karena sudah merepotkan mereka semua.
Kendati sudah mengetahui siapa yang membawanya kemari, Sekar tetap merasa tidak puas hati. Seingatnya, ia masih setengah sadar, ketika seorang pria dengan harum tubuh yang sangat Sekar kenal, menggendongnya.
"Tidak mungkin, Mas Rion 'kan baru akan pulang tiga hari lagi," batin Sekar sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Lisa Z
hush hush sana udh diusir juga
2022-03-12
0
Lisa Z
dia bukan ibu arion
2022-03-12
0
Endang Purwati
wwaahhh bener-bener minta di sleding ramean niiihh biang kutuuu... aaarrggghhhhh...pen rasanya tak jewer ginjalnya tuuhh si biang kutu...😣😣😣😣😣
2022-02-26
2