Sebuah sedan mewah berhenti anggun di depan lobi utama Umbara Corporation. Kilatan catnya yang mengilap memantulkan cahaya pagi yang lembut. Sejumlah karyawan telah berbaris rapi, membentuk lorong kecil penuh hormat, menanti kedatangan sosok yang mereka junjung.
"Pagi, Pak!" serempak para karyawan membungkukan badan mereka, ketika seorang pria bertubuh tinggi tegap nan berwibawa turun dari dalam mobil.
Arion Raditya Umbara, nama pria tersebut, membalas sapaan itu dengan senyum ramah yang nyaris menjadi rutinitas hariannya. Dengan aura dingin tapi memesona, ia melangkah menuju pintu utama gedung.
"Jadwalku?" tanya Arion pada seseorang yang setia berjalan di belakangnya.
"Jam sembilan nanti Bapak akan mengadakan pertemuan dengan tim 5 untuk melihat presentasi mereka, terkait teknologi yang akan mereka terapkan pada mobil pintar. Ada di salah satu map yang saya berikan kemarin," jawab pria itu.
"Lalu?"
Beberapa karyawan wanita yang lewat buru-buru membungkukkan badannya sembari menyapa dengan suara nyaris berbisik, "selamat pagi, Pak Arion!"
Arion membalas sapaan itu dengan senyum tipis, lalu kembali fokus pada pendampingnya.
"Siangnya, Bapak dijadwalkan makan bersama Ibu Erlina dan Nona Adhisty di Golden Mountain Restaurant. Setelah itu, menghadiri seminar yang dipimpin Pak Tristan."
"Batalkan makan siangnya!" potong Arion, suaranya serupa pisau es yang membelah udara.
"Baik, Pak." Tanpa banyak bertanya, pria itu menuruti perkataannya. Mereka kemudian melangkah masuk ke dalam lift menuju lantai tiga puluh.
...***...
Sekar baru saja menuruni bus yang membawanya dari kampung halaman, pada pukul enam pagi. Perjalanan yang seharusnya lebih singkat berubah menjadi lebih lama beberapa jam karena kemacetan yang panjang dan melelahkan.
Karena waktu yang terlalu sempit untuk mencari tempat tinggal lebih dulu, Sekar memutuskan untuk mencari pom bensin terdekat. untuk berganti pakaian dan menyegarkan diri seadanya.
Gadis itu kemudian memanggil taksi menuju gedung Umbara Corporation.
"Mau ke mana, Mbak?" tanya supir taksi ramah, membuka percakapan.
"Gedung C, Umbara Corporation, Pak!" jawab Sekar.
"Wah! Mau wawancara ya, Mbak?" tanya si supir lagi.
Sekar tersenyum, mengiyakan pertanyaan supir taksi tersebut.
"Perusahaan gede itu, Mbak! Beruntung banget kalau bisa masuk sana!" ungkap sang supir taksi dengan nada antusias.
"Saya cuma melamar jadi office girl, Pak," kata Sekar jujur.
Sang supir yang berusia lima puluhan itu kontan menatap Sekar melalui kaca spion tengah. "Jangan salah Mbak, mau office girl, office boy, satpam, gajinya nggak kalah besar di sana! Mudah-mudahan wawancaranya lancar ya, Mbak?"
"Terima kasih, Pak," jawab Sekar dengan mata berbinar, seakan kata-kata itu menjadi embun yang menyejukkan. Sebab, jika benar, ia tak perlu khawatir lagi akan kehidupan mbah dan budenya di kampung.
Begitu memasuki kompleks perkantoran, Sekar mulai terpana. Sebab, di hadapannya membentang deretan gedung-gedung mewah yang menjulang gagah, bak benteng peradaban modern. Rasanya mustahil seorang gadis kampung sederhana kini berdiri di antara keangkuhan dunia megah ini.
"Yang mana gedung Umbara, Pak?" tanyanya dengan mata berbinar.
"Ini semua milik Umbara, Mbak. Gedung C itu di depan sana!" jawab sang sopir bangga.
Sekar hanya bisa membuka mulut tanpa suara. Hatinya penuh decak kagum.
Setelah sampai dan membayar serta menyelipkan selembar tips sebagai ucapan terima kasih, Sekar menyeret dua buah koper besar menuju gerbang gedung. Dengan malu-malu, ia menghampiri seorang security paruh baya yang berjaga di sana.
"Permisi, Pak! Saya mau wawancara kerja. Lewat mana, ya?" tanyanya dengan suara nyaris tenggelam.
Security yang sekiranya berusia 40 tahunan itu memandangi Sekar dari atas ke bawah, terutama pada dua buah koper besar yang ia bawa.
Mengetahui ke mana arah pandang sang security, Sekar meringis malu. "Saya dari Kampung dan baru sampai tadi pagi, Pak, jadi belum sempat ke mana-mana."
Security yang memperkenalkan diri sebagai Pak Ali itu tersenyum ramah. "Kalau begitu, ikut saya dulu."
Ali ternyata membawa Sekar ke sebuah gudang penyimpanan terkunci di lantai 1. Ia menyuruh Sekar untuk meletakkan barang-barangnya di sana sebelum naik ke lantai 13.
"Tidak elok kalau datang wawancara membawa barang sebanyak itu." katanya bijak.
Sekar membungkukkan badan berulang kali, mengucapkan terima kasih dengan tulus.
"Kalau sudah selesai, cari saya lagi, ya," tambah Ali.
Dengan hati penuh rasa syukur, Sekar menganggukkan kepalanya.
Syukurlah, hari pertamanya menginjakkan kaki di ibu kota tidak seburuk yang pernah ia dengar.
...***...
"Dengan sistem ini, tanpa membuang-buang waktu mobil akan langsung menuju rumah sakit terdekat, sekaligus menghubungi polisi dalam waktu yang bersamaan!" Danu, pemimpin Tim 5, sedang mempresentasikan hasil kerja mereka di depan Arion.
"Bagaimana jika pengemudi mobil tidak sadarkan diri saat itu? Apa yang bisa dilakukan mobil itu ketika sampai di rumah sakit, sedangkan tidak ada siapa pun yang dapat dimintai keterangan?" Arion membuka suaranya. Beberapa orang yang berada di sana terlihat saling berbisik, menyetujui pertanyaan sang pimpinan.
Danu tersenyum, tampak telah menebak adanya pertanyaan tersebut. "Ini jawabannya ...." Danu menampilkan sebuah gambar ilustrasi rancangannya di layar proyektor.
"Setelah kecelakaan terjadi, jika kondisi si pengemudi masih hidup, AI otomatis akan memindai tubuh si pengemudi dan mencatatnya ke dalam sistem. Jadi, sesampainya di Rumah Sakit, mobil akan menampilkan rincian kondisi korban di layar monitor yang terdapat di sana."
Arion mengangguk tipis, sebelum kemudian mengajukan pertanyaan kritis kembali. "Bukankah akan merusak TKP, jika mobil tiba-tiba pergi begitu saja sambil membawa korban?"
Danu mengembuskan napasnya. Meski kali ini sedikit grogi, ia tetap tampak percaya diri. "AI akan merekam setiap detail kejadian dengan tingkat akurasi tinggi, dan ini hanya berlaku pada kecelakaan tunggal tanpa saksi mata saja, dengan catatan kondisi korban harus segera mendapat tindakan medis."
Arion tampak berpikir. Presentasi yang dilakukan tim 5 sangat bagus. Ide gila mereka patut diapresiasi. Namun, yang pasti masih banyak kekurangan pada teknologi kecerdasan buatan itu, terutama pada rusaknya tempat kejadian perkara saat kecelakaan.
"Saya suka presentasi kalian," puji Arion tulus. "kalau begitu, akan saya pertimbangkan!" Pria itu kemudian berdiri dari kursi kebesarannya dan pamit undur diri.
Keenam anggota tim 5 kontan ikut berdiri dan membungkukan badannya. Meski belum mendapat jawaban pasti, tetapi mereka tampak cukup puas dengan pujian Arion. Pasalnya, sang pimpinan merupakan orang yang sangat kritis dan pemilih. Ia dikenal sangat ketat jika hendak memutuskan sesuatu.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Arion pada Aiden, tangan kanannya, ketika mereka keluar dari ruang meeting.
"Saya rasa, tidak ada salahnya dicoba, Pak," Jawab Aiden.
...***...
Di ruang wawancara, Sekar duduk tenang di hadapan Nadia, sang HRD.
"Nilaimu cukup gemilang untuk lulusan SMP," ujar Nadia setelah meneliti dokumen Sekar. "Sayang sekali kami harus berhenti sekolah."
Sekar hanya tersenyum, tidak ingin berkomentar.
Nadia kemudian menutup mapnya dan menghela napas ringan. Sambil tersenyum, wanita itu berkata, "mulai besok, kamu harus datang pukul tujuh tepat. Seragammu akan disiapkan besok, sedangkan ID-mu baru akan keluar dalam tiga hari. Kamu akan ditempatkan di gedung utama."
Sekar membelalak. "Saya benar-benar diterima, Bu?" Suaranya bergetar.
Nadia mengangguk. "Sebenarnya butuh beberapa hari untuk memutuskan, tapi kami sedang kekurangan orang." Jelas Nadia. "Namun, ingat Sekar, perusahaan ini keras. Sekecil apapun jabatanmu, kamu harus memiliki sifat disiplin dan sungguh-sungguh. Kami membayar tinggi karena kami menuntut yang terbaik."
Sekar memasang wajah serius. Gadis itu berjanji akan mendengarkan dan mengingat betul semua perkataan Nadia.
"Baiklah kalau begitu, selamat bergabung." Bu Nadia mengulurkan tangannya yang langsung disambut Sekar antusias. Gadis itu bahkan mencium tangan Nadia sembari mengucapkan kata terima kasih berkali-kali.
Tidak sia-sia rasanya perjuangan Sekar yang menunggu dari pagi sampai masuk waktu jam makan siang seperti ini.
Selesai wawancara Sekar mengambil kembali koper-kopernya yang dititipkan di gudang pada security.
"Kamu sudah tahu akan tinggal di mana, Sekar?" tanya Ali saat Sekar hendak pamit.
"Belum, Pak." Sekar meringis.
Ali kemudian mencatat sebuah alamat dan memberikannya pada Sekar. "Coba pergi ke alamat ini. Kebetulan salah satu security di sini juga tinggal di sana. Tempatnya memang kecil, tapi cukup nyaman."
Sekar menerima kertas tersebut dengan secercah cahaya di wajahnya. Ia tidak perlu berkeliling kota mencari tempat tinggal. "Terima kasih ya, Pak! Kalau begitu saya pamit dulu."
"Hati-hati,"
Sekar memgangguk semangat, sambil menarik kopernya keluar dari gedung kantor. Dari sana, ia masih harus berjalan kaki keluar dari komplek perkantoran, dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Sementara, di sisi lain, Aiden dan Arion terlihat baru saja keluar dari gedung kantor utama.
"Anda ingin makan siang di mana, Pak?" tanya Aiden.
"Tempat biasa saja," jawab Arion sekenanya.
"Baik!"
Sekar mengelap keningnya yang sudah dipenuhi oleh keringat. Meski jaraknya dekat, tapi jika dalam keadaan lapar ternyata cukup menyiksa diri.
Gadis itu berhenti sejenak untuk mengambil sebotol air mineral dari dalam tas selempang miliknya, dan meminum air tersebut sampai habis.
Dahi Arion mengernyit, saat matanya menangkap sesosok gadis aneh yang berjalan sendirian di atas trotoar sembari menarik dua buah koper besar. Dari pakaian yang dikenakan gadis itu, sepertinya ia baru saja melakukan wawancara.
Namun, sejak kapan wawancara sambil membawa-bawa dua buah koper berukuran besar?
"Kabur dari rumah?" gumam Arion.
"Ada apa, Pak?" tanya Aiden yang ternyata mendengar gumamannya.
"Tidak!"
Sekar yang masih beristirahat, sontak melihat mobil yang dikendarai Aiden bergerak melewati dirinya.
Hati gadis itu mendadak merana. "Andai saja aku bisa merasakan empuknya kursi mobil itu!"
Sekar kontan menutup mulutnya. Seketika ia menampar pipinya sendiri beberapa kali. "Bersyukur Sekar, bersyukur!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Note: AI atau Artificial Intelligence, merupakan program komputer yang dirancang mengikuti tindakan dan pola pikir manusia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Rice Btamban
semangat Sekar
2022-10-20
0
buk e irul
seru keknya 🤣
2022-05-18
1
Sabarita
awalan yang bagus... lanjut
2022-03-22
2