Aiden mengangkat alisnya tinggi-tinggi, saat melihat Arion masuk ke dalam ruangan dengan wajah sumringah. Kemarahan yang semula tercetak di wajah pria itu, kini tampak lenyap tak bersisa.
"Pak," panggil Aiden ragu.
"Ya!" Arion duduk di kursi kerjanya.
"Jadi, Bapak ingin makan siang apa hari ini?" tanya pria itu.
Bukannya menjawab, Arion malah tertawa kecil. "Kira-kira, karyawan macam apa yang bekerja tapi tidak mengetahui siapa atasannya?" tanya Arion tiba-tiba.
"Hah?" Aiden mengerutkan keningnya dalam-dalam.
...***...
Seorang wanita cantik nan menggoda berjalan angkuh memasuki gedung kantor Umbara. Ia tampak membawa sebuah rantang makanan mewah bermotif emas.
Beberapa karyawan yang melihatnya segera menyapa dan membungkukkan badan mereka untuk memberikan penghormatan.
"Selamat siang, Bu!"
Sang wanita hanya melirik sekilas, lalu berlalu begitu saja.
Begitu memastikan wanita itu telah pergi, beberapa karyawan mulai berbisik sinis. "Seperti biasa, sombong sekali dia! Entah sebesar apa kepalanya nanti, kalau sudah jadi nyonya Umbara!"
"Sayang sekali, orang sebaik Pak Arion, punya istri kayak dia!"
...***...
Estiana bergegas bangkit dari tempat duduknya, saat Davina sampai di depan ruangan Arion.
"Bapak ada?" tanya wanita itu.
"Ada. Silakan, Bu!" Estiana mempersilahkan Davina masuk ke dalam ruangan tersebut.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Davina pun masuk ke dalam. Arion dan Aiden yang sedang berada di sana, kompak menoleh ke arah pintu.
Begitu melihat kedatangan Davina, wajah Arion berubah datar.
"Nona Davina!" sapa Aiden seraya menundukkan kepalanya.
"Hari ini Arion akan makan siang denganku!" Davina mengangkat kotak bekal yang ia jinjing di tangan kanannya.
Aiden menoleh pada Arion, guna meminta persetujuan. Mau tak mau, Arion menganggukan kepalanya.
"Baik, saya permisi!" Aiden pun segera pergi meninggalkan mereka berdua.
Sepeninggal Aiden, Davina lantas mendekati Arion yang kembali sibuk membaca beberapa berkas. Wanita itu memutar kursi Arion dan duduk di pangkuannya.
"Selama aku pergi, kenapa kamu tidak pernah menghubungiku sama sekali?" Davina berbisik seksi di telinga Arion.
"Sibuk!" jawab Arion datar.
"Sesibuk apa sampai tega mengabaikanku, hmm?" tangan Davina mulai meraba dada Arion, sebelum akhirnya memainkan dasi pria itu.
Arion tersenyum tipis. Ia menggenggam tangan Davina yang sedang memegang dasinya, dan perlahan-lahan melepaskannya. "Bukannya kau ingin makan siang denganku?"
"Ups!" Davina refleks turun dari pangkuan Arion, saat pria itu bangkit dari tempat duduknya.
Wanita itu sedikit tersinggung akan sikap Arion.
"Mama meneleponku, karena kau membatalkan makan siang bersamanya kemarin?" Davina kembali memasang wajah manisnya. Wanita itu berjalan menghampiri Arion yang sudah duduk di sofa tamu.
"Aku sibuk," jawab Arion tanpa menoleh. Ia fokus membuka kotak bekal yang Davina bawa.
"Sesekali temuilah Beliau. Kau kan sudah tidak pernah pulang ke rumah selama beberapa bulan ini." Davina duduk di samping Arion, membantunya menata kotak bekal di atas meja.
"Terima kasih makanannya." Arion mulai memakan makanan tersebut tanpa berniat menanggapi perkataan Davina.
Seperti biasa, makanan Davina selalu enak di lidahnya, dan Arion memang selalu menerima apapun makanan yang Davina masak.
Hanya makanannya, tidak dengan hatinya.
...**************...
Hari ini Sekar datang ke tempat kerjanya setengah jam lebih awal. Gadis itu segera mengganti kaosnya dengan seragam kerja yang sudah ia bawa.
"Sekar, biar aku saja yang bertugas di pantry. Kamu isi kertas print dan fotokopi di lantai empat sama lima, ya? Jangan lupa, periksa galon air minum yang sudah kosong. Bisa, kan?" Ani, salah seorang office girl lain, memberi Sekar instruksi.
"Ok!" Dengan bersemangat, Sekar segera menjalankan tugasnya.
Gadis itu mengambil beberapa tumpuk kertas HVS dari ruang penyimpanan, lalu pergi mengisi mesin-mesin print dan fotokopi yang sudah kosong. Tidak lupa, ia juga mencatat berapa galon air minum yang telah kosong sebelum menelepon agen air mineral langganan kantor.
...***...
Arion dan Aiden sedang berada di dalam lift, menuju lantai satu. Mereka berencana makan siang di tempat Bu Saroh hari ini.
"Ya, aku akan mampir ke rumah nanti sore," kata Arion, sebelum menutup teleponnya. Ia baru saja menerima panggilan dari Adhisty, kakak tirinya, yang meminta pria itu pulang untuk makan malam di rumah utama.
"Nanti sore kita pulang ke rumah utama," titahnya pada Aiden. Meski Arion tidak suka, mau tak mau ia harus tetap pulang ke rumah sesekali. Sebab, biar bagaimanapun rumah itu adalah milik mendiang sang ayah.
"Baik, Pak!"
Begitu pintu lift terbuka, mereka segera melangkahkan kakinya keluar dari sana.
Bersamaan dengan itu, sesosok gadis yang Arion kenal berjalan melewati mereka, menuju pintu tangga darurat.
Senyum seketika terbit di wajah Arion, setelah memastikan bahwa gadis itu adalah Sekar.
"Aiden, aku akan makan siang di tempat lain!" kata Arion tiba-tiba.
"Di mana, Pak? Biar saya–"
"Aku akan pergi sendiri. Jangan ikuti!" seru Arion tanpa mengindahkan tatapan heran Aiden. Pria itu kemudian bergegas meninggalkan Aiden, menyusul Sekar.
Sekar nyaris saja menjatuhkan kotak yang ia bawa, saat mendengar suara Arion memanggil namanya.
"Mas Rion!"
"Kenapa makan siang di sini?" Arion berjalan menghampiri Sekar yang duduk di tangga, dan duduk di sebelah gadis itu.
"Ingin saja," jawab Sekar asal. Gadis itu menutup kembali kotak bekalnya.
Melihat Sekar menutup kotak bekalnya, Arion lantas bertanya, "Kenapa ditutup?"
Sekar meringis malu. Gadis itu tidak percaya diri jika seseorang melihat menu makan siangnya yang sangat sederhana. Ia memang memilih membawa bekal ke tempat kerja demi menghemat uang makan sehari-hari.
"Nggak apa-apa, Mas. Mas sendiri nggak makan siang?" Sekar mencoba mengalihkan perhatian Arion.
"Bagaimana mau makan, kalau kau tidak membuka bekalmu!"
Mendengar hal tersebut, Sekar membuka mulutnya lebar-lebar.
Arion tertawa geli.
Tanpa memperdulikan adab kesopanan, ia mengambil kotak bekal Sekar dan membukanya. Gadis itu rupanya membuat nasi goreng dengan telur mata sapi dan taburan bawang goreng di atasnya.
Meski tampilannya terlihat sangat sederhana, tetapi harum masakan Sekar mampu menggoda indera penciuman Arion.
"Boleh, kan?" tanya Arion seraya mengangkat sebelah alisnya.
Sekar mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Bekal yang ia bawa memang lebih banyak dari porsi yang biasa ia makan. Namun, makan berdua dengan seorang pria yang baru dikenalnya, membuat Sekar merasa tak enakan.
"Kalau tidak boleh, tidak apa-apa, aku akan pergi ke kantin kantor d–"
"Sendoknya hanya satu!" Belum sempat Arion menyelesaikan kalimatnya, Sekar sudah memotong.
"Lalu?" tanya Arion lagi.
Sekar mengerutkan keningnya. Entah apa yang ada di benak Arion ketika bertanya seperti itu. Tak mungkin pria itu tidak memahami maksud Sekar.
"Nggak enak, Mas, kotor. Apa lagi saya cuma OG," jawab Sekar seraya menunduk.
Arion menatap Sekar tak suka. "Memang apa perbedaan OG dan pekerja kantoran? Aku juga makan nasi, sama sepertimu."
"Anu–" Sekar tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Perlahan, gadis itu mengangkat kepalanya.
Matanya terbelalak, kala mendapati wajah Arion hanya berjarak beberapa inchi dari wajahnya. Degup jantung gadis itu kontan berdetak lebih cepat.
Sekar panik. Ia takut Arion mendengar jelas suara detak jantungnya yang tidak normal.
Arion tersenyum lalu membuka mulutnya. Ia memberi isyarat pada Sekar.
Dengan wajah yang sudah semerah tomat masak, Sekar pun menyendokkan nasi goreng tersebut dan menyuapkannya ke mulut Arion.
Arion mengunyah makanan itu perlahan-lahan, sebelum kemudian menelannya. "Enak! Ternyata kau jago memasak!" Pujian tulus meluncur dari bibir Arion.
Arion menatap Sekar tanpa berkedip. Alisnya terangkat guna memberi Sekar isyarat. Mau tak mau, Sekar pun ikut memakan bekalnya dengan sendok yang sama. Mereka menandaskan bekal tersebut tak sampai sepuluh menit.
"Terima kasih atas makanannya," ucap Arion seraya mengelap bibirnya dengan sapu tangan miliknya.
"Sama-sama, Mas," jawab Sekar dengan suara nyaris tidak terdengar.
"Kalau lain kali, aku minta bekalmu lagi, apa kau keberatan?" tanya Arion.
Sekar menggeleng malu-malu.
Arion tersenyum. Ia kemudian mengambil ponselnya, dan memberikan ponsel tersebut pada Sekar. "Nomormu, agar aku bisa menghubungi kalau ingin makan siang lagi!"
Sekar mengangguk, lalu mengambil ponsel tersebut dan mengetik nomor teleponnya.
Ponsel Sekar berdering setelahnya.
"Itu nomorku!" ungkap Arion.
Sekar lagi-lagi menganggukan kepalanya, yanh langsung membuat Arion tertawa kecil.
"Kenapa?" tanya Sekar heran.
"Terlalu banyak mengangguk dan menggeleng, apa tidak membuat lehermu pegal?" tanyanya dengan nada jenaka.
Sekar menggeleng.
Arion kontan tertawa geli. Ia pun segera berdiri dari duduknya, diikuti Sekar. "Terima kasih sekali lagi. Aku harap, kita bisa berteman baik!" Arion mengulurkan tangannya.
Dengan malu-malu Sekar mengambil tangan Arion dan menggenggamnya lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
buk e irul
cieeeee yang makan siang bareng
2022-05-18
0
Lisa Z
ha?
2022-03-03
0
Lisa Z
eww cewek genit
2022-03-03
0