"Maaf Tu...." Rena berucap dengan terbata sambil memalingkan mukanya. Dia baru saja tersadar dan terbuai dari pemandangan eksotis yang menakjubkan seperti itu.
"Telingaku sudah bosan mendengar kata maaf yang terucap dari bibirmu Rena. Lebih baik kau cepat lakukan tugasmu!" Potong Devan masih dengan nada suara yang tidak bersahabat.
"Ba..baik, Tuan," balas Rena. gadis itu dengan cepat mengambil selimut yang menutupi kasur.
"Ta..tapi, Tuan. Apa Tuan akan berpakaian? saya akan segera keluar agar Tuan tidak terganggu," ucap Rena dengan posisi yang membelakangi.
"Apa orang tuamu, tidak mengajarimu etika?" tanya Devan.
"Maksud, Tuan? Masih dengan posisi yang sama.
Devan menarik tubuh Rena dan membalikkannya hingga gadis itu menghadap ke arahnya. Rena kaaget dan langsung menunduk. Jantungnya berdebar kencang mengingat Devan hanya berbusana hanya dengan memakai handuk. Bisa saja lelaki itu melakukan perbuatan mesum padanya.
"Jika kau berbicara tatap wajahku!" Bentak Devan.
"Ta..tapi, Tuan..." ucap Rena masih menunduk.
"Diam!" Potong Devan dan membuat Rena terperanjat kaget.
Devan meraih dagu Rena dengan cengkraman yang sedikit kasar, dia mengangkat wajah gadis itu hingga mereka menatap dengan jarak yang sangat dekat. Rena menutup mulutnya dan tidak berani berucap ataupun melawan. Wajah Rena mulai memucat karena rasa takutnya.
Devan menatap wajah gadis yang akhir - akhir ini sedikit menganggu fikirannya. Wajah cantiknya terlihat dengan jelas walaupun tanpa memakai make up. Gadis yang secara tidak ia sadari telah mengusik hatinya itu tersembunyi di tempat yang sering dia kunjungi. Devan merasakan sebuah getaran yang tidak ia mengerti saat matanya beradu pandang dengan kedua bola mata cantik Rena.
Berbeda dengan apa yang Rena rasakan, jantungnya berdetak semakin kencang, kedua tangannya mulai dingin. Rena meremas dengan kuat semua jemarinya. Tubuhnya mulai bergetar karena rasa takutnya semakin membesar di perlakukan seperti itu oleh Devan. Dia tidak bisa melawannya karena sekali dia melawan Devan akan membalasnya dengan sikap yang lebih kasar. Membalas ucapan Devan juga sudah begitu menakutkan.
"Lakukan pekerjaanmu!" Devan melepaskan cengkraman nya dan berlalu memasuki sebuah pintu kaca yang terletak tak jauh dari mereka berdiri.
Rena baru menyadari kalau lelaki itu memiliki ruangan sendiri untuk pakaiannya.Dia lupa orang kaya selalu memiliki ruangan yang sering di sebut walk in closet. Dimana di ruangan itu tersimpan semua alat pribadi miliknya.
Rena dengan tangan yang bergetar meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda. Dengan sangat berhati - hati dia menarik selimut yang tadi sempat terkoyak di atas lantai karena Devan. Rena melipatnya dengan rapi kemudian menyimpannya di kursi panjang yang berada tak jauh dari kasur. Rena memindahkan bantal guling ke tempat yang sama. Bagi Rena kasur itu sudah sangat siap untuk di jadikan tempat tidur. Tidak berbau, tidak terdapat kotoran juga debu. Jauh berbeda dengan kasur dekil dan lusuh yang dia milikki, Rena dapat memastikan Devan tidak akan bertahan untuk tidur semalam saja di sana.
Saat bekerja Rena selalu konsisten melakukan pekerjaannya. Dia tidak banyak bicara sangat konsentrasi dengan apa yang dia kerjakan seperti saat melakukan pekerjannya di bar dan rumah makan. Setelah Rena selesai membereskan tempat tidur. Dia mulai mengelap meja dan membersihkan barang yang lainnya yang bagi Rena sudah sangat bersih.
Devan keluar dari ruangan berpintu itu dengan mengenakan kaos putih sangat pas di tubuhnya, otot - otot yang tadi Rena lihat masih terbentuk dengan jelas karena kaosnya begitu pas ia kenakan. Devan duduk di salah satu kursi yang berada tepat di samping tempat tidurnya, kemudian dia mengambil koran yang tergeletak di atas meja.
"Saya sudah membereskan kamar Anda, Tuan? Apa ada yang ingin Tuan perintahkan lagi?" tanya Rena sambil menghampiri Devan yang sedang fokus membaca koran.
Devan tersenyum, senyuman bagi Rena yang terlihat mengerikan. Senyuman yang muncul setelah lelaki itu melakukan perbuatan yang kasar padanya hingga membuat Rena curiga akan ada hal yang lebih buruk lagi menimpa padanya.
"Siapkan air panas untukku," perintahnya renyah.
"Maaf, Tuan." balas Rena bingung.
' Apakah aku tidak salah dengar? bukankah tadi dia mengenakan handuk dan baru saja keluar dari kamar mandi ," ucap Rena dalam hati sambil mengerutkan keningnya.
Rena merasa sangat aneh dengan perintah Devan. Lelaki itu memakai handuk berarti ia sudah mandi, bahkan dia sudah mengenakan pakaian. Lantas, buat apa di berpakaian kalau belum mandi. Sebenarnya Devan berniat mandi tetapi mendengar pintu kamarnya terbuka dia mengurungkan niatnya.
"Apa kau berniat menolak perintahku!" Melihat sikap Rena tidak melakukan perintahnya Devan tidak terima.
"Ti.. tidak, Tuan." balas Rena dengan sikap ketakutan seperti yang Devan lihat sebelumnya.
Devan menyimpan koran di atas meja dengan kasar dan berdiri menghampiri Rena yang berjalan mundur sebagai reaksi pertahan dirinya.
"Apa pekerjaanmu itu membebanimu? Bukankah kau sudah terbiasa melakukannya?" ucap Devan dengan tatapan yang merendahkan.
"Maaf, Tuan? Apa maksud anda? Saya tidak mengerti," sanggah Rena.
Devan tersenyum sinis. Dia beranggapan bahwa Rena hanya ber pura - pura.
"Aku tahu di balik kepolosanmu itu, aku tidak percaya kau berbeda dengan wanita yang pernah menemani tidurku.
"Maaf, Tuan. Anda sudah salah menilai saya. Anda...."
Devan mendorong tubuh Rena dengan kasar hingga tubuh gadis itu terkunci. Kini punggung Rena menempel di dinding.
"Di mataku kau sama seperti mereka, Rena! Perlihatkanlah dirimu yang sebenaranya! Aku lebih suka kau bertingkah nakal seperti gadis lainnya," bisik pelan Devan tepat di depan wajah Rena.
Rena berusaha mendorong tubuh kekar itu dengan kuat, dia berusaha melepaskan diri dari lelaki yang mengerikan itu. Devan telah salah menilai gadis itu, lelaki itu mengira Rena sama dengan wanita yang sering menjadi teman tidurnya.
"Kau berhak menjadikanku sebagai sapi perah mu untuk melunasi hutang Ayahku. Tetapi kau tidak berhak memperlakukanku dengan sesuka hatimu,Tuan!" Bentak Rena dengan mata yang penuh amarah. Rena tersinggung karena Devan telah salah menilai dirinya.
"Tubuhmu, ragamu, dan kehidupanmu saat ini sepenuhnya sudah menjadi milikku. Jika aku menginginkanmu untuk menemaniku malam ini, aku bisa melakukannya," ucap Devan.
"Lepaskan! Lepaskan saya! Saya akan melakukan apapun untuk melunasi hutang yang di miliki oleh Ayah saya, Tuan." elak Rena sambil meronta - ronta.
"Jika aku menginginkan tubuhmu, apa kau akan memberikannya," ucap Devan sambil tersenyum licik.
"Jangan pernah Tuan berfikir bahwa aku akan melakukannya," dengan cepat Rena langsung menepis ucapan Devan.
"Apa itu sebuah penolakan?"
"Lepaskan! Lepaskan saya, Tuan!" Rena meronta - ronta kembali sambil mencoba melepaskan tubuhnya walaupun hasilnya nihil tetap saja sia - sia. Kekuatan yang di miliki lelaki itu jauh lebih besar.
Jangan lupa untuk like, komen dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Jasmine
jadilah seperti emas,,jika ditempatkan dimana pun atau terbuang ke lumpur maka tetap menjadi barang yg berharga dan tinggi nilainya....
2022-04-11
0