Dengan gaya bak penguasa wanita itu melangkah menghampiri Rena yang masih menunduk. Wanita itu berjalan santai sambil memangku kedua tangannya di depan perutnya mengelilingi Rena, mengamati dari ujung rambut sampai kepala. Rena memejamkan matanya. Hari ini untuk ketiga kalinya dia mendapatkan perlakuan yang sama.
Rena mengingat seseorang yang di ceritakan Siska tadi. Nona Elisa kelasih lelaki arogan itu.
"Maaf Nona Elisa, ada yang perlu saya kerjakan? Rena menebak bahwa wanita tersebut yang di ceritakan oleh Siska. Dia ingin menyudahi keadaan yang menyebalkan bersama wanita itu.
"Ternyata kau sudah mengenalku terlebih dahulu," Elisa menjawabnya sambil berdiri tegak menghadap ke arah Rena dengan jari telunjuk dan jempol memangku dagunya.
"Walaupun saya pelayan baru di rumah ini. Saya harus mengetahui Anda karena Nona Elisa adalah kekasih Tuan saya yang harus menerima pelayanan yang terbaik dari saya," ucap Rena mencoba mengambil hati wanita itu. Agar hidupnya tidak semakin sulit tinggal di sini.
"Gadis baik. Kau harus seperti itu dan jangan pernah sekalipun mengecewakan ku,"
"Baik Nona, saya akan selalu mengingatnya," jawab Rena.
"Kau tidak seperti yang di ceritakan oleh Devan. Kau begitu penurut dan juga sopan. Tetapi kenapa kekasihku tidak menyukaimu? Apa kau melakukan kesalahan?"
"Saya bertemu Tuan 2x, saat saya melayaninya di bar tempat saya bekerja dan di rumah sebelum Tuan membawa saya kesini," terang Rena.
"Jadi kau sebelumnya seorang pelayan bar? Melihat wajahmu yang lugu, aku tidak percaya kau bekerja di sana," dengan nada dan ekspresi yang merendahkan membuat Rena tidak suka.
"Saya bekerja di bar itu hanya mengantarkan minuman saja, Nona." ujar Rena. Ia menegaskan pekerjaannya setelah mendengarkan komentar dari Elisa. Seolah menyangka dirinya melakukan pekerjaan yang kotor.
"Hmm, menarik,"
"Aku tegaskan padamu jangan pernah untuk merayu kekasihku. Kau mengerti!" ujar Elisa memperingatkan Rena.
"Jika Ayah saya tidak memiliki hutang padanya saya tidak berniat berada di sini, Nona" balas Rena.
"Pantas saja Tuan Devan kurang menyukaimu, kau harus lebih berhati - hati saat berucap!"
Rena terdiam mendengar ucapannya. Karena di rumah ini dia tidak memiliki kewenangan untuk berbicara sesuai dengan perasaannya. Dia hanya pelayan bahkan bisa di sebut sebagia budak lelaki yang bernama Devan. Lelaki arogan yang memgunci tubuhnya dalam sekapannya.
***
Rena mulai mengetuk pintu dengan perlahan sebuah pintu kamar yang tertutup rapat, pahatan yang terukir di daun pintu itu terlihat elegan. Hal ini membuktikan betapa selera pemilik kamar itu tidak main - main. Tetapi pemandangan yang indah itu tidak membuat perasaan takutnya menghilang.
Sejak memulai langkahnya menuju kamar itu, jantungnya berdetak sangat kencang. Kerongkongannya tiba - tiba saja terasa mengering. Rena bahkan sulit mengatur napasnya, rasa sesak di dalam dada begitu kuat. Keadaan itu di akibatkan dari cerita
yang ia dengar dari rekan - rekan barunya tentang Devan. Di tambah lagi sikap Devan yang sangat arogan dan dingin tadi siang. Saat ini, Rena merasa dirinya sedang berada di depan tali gantung yang siap untuk mengeksekusinya seperti sang terpidana mati
'Ah, kenapa nasibku sangat sial, padahal aku baru datang ke tempat ini. Tetapi aku sudah di berikan tugas yang seharusnya sudah menjadi tugas seniorku,' ucap Rena dalam hati.
Malam ini, Rena langsung di tugaskan untuk membersihkan kamar Tuan arogannya itu, seperti yang biasa Evelin lakukan dulu. Siska sudah memberikan pengarahan apa yang seharusnya Rena lakukan di kamar Tuan Devan. Namun sialnya malam ini Devan sudah kembali ke rumah padahal biasanya dia pulang larut malam.
Rena sudah berkali - kali mengetuk pintu, tetapi tetap saja tidak mendapatkan jawaban dari sang pemilik kamar. Rena terdiam sesaat, dia berharap di dalam sana terdengar suara pergerakan yang menandakan bahwa ada seseorang yang berada di dalam. Tapi Rena tidak mendapatkan apa yang dia harapkan, gadis itu tidak menyerah dan kembali mengetuk pintu.
"Maaf Tuan, apa anda ada di dalam? Saya Rena, bila Tuan berkenan saya akan membereskan kamar anda," ucap Rena di atas keputusasaannya.
Sebenarnya, Rena bisa saja langsung membuka pintu itu. Namun mengingat temperamen nya tadi siang yang Tuan Devan perlihatkan padanya, membuat badannya merinding. Dia tidak ingin mendapatkan perlakuan yang sama. Rena kembali terdiam dalam kebingungan, dia terus berfikir apa yang seharusnya di lakukannya.
"Apa yang sedang lelaki itu lakukan di dalam sana? Apa dia sengaja melakukan itu untuk mengerjaiku?" pertanyaan seperti itu mulai melintas di pikiran Rena.
Rena menarik napasnya yang berat dan menghempaskannya dengan perlahan. Hal itu dia lakukan untuk memberikan energi kekuatan agar bisa menghadapi apapun yang terjadi. Gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tanpa ijin pemiliknya. Perlahan dia memutar gangang pintu dan pintu pun terbuka dengan mudah karena tidak di kunci.
"Baiklah Rena, tidak perduli kalau lelaki arogan itu akan memarahimu, karena sudah memasuki kamarnya tanpa ijin. Yang terpenting saat ini, kau segera melakasanakan tugasmu," gumamnya pelan.
Pintupun dia buka, walaupun kakinya terasa berat untuk menginjak lantai kamar itu. Pada akhirnya dia sekarang sedang berada di dalam kamar Tuan Devan. Dia belum berani untuk memasuki lebih jauh lagi kedalam kamar itu. Untuk sesaat Rena berdiri di depan pintu, mata cantiknya memandang keseluruh ruangan kamar yang luasnya sama dengan luas rumahnya. Semua barang - barang yang berada di sana menyilaukan matanya. Baru kali ini dia melihat kamar sebagus itu. Sangat mewah dan luar biasa.
Namun, dia tidak menemukan keberadaan lelaki arogan itu. Rena memutuskan untuk merapikan terlebih dahulu tempat tidur mewah berukuran king agar tugas pertamanya malam ini cepat selesai.
Batinnya bersorak karena Devan tidak ada di dalam kamarnya.
"Pantas saja dari tadi dia tidak menjawabku ternyata lelaki itu, tidak berada di dalam kamar," gumamnya pelan dan berjalan penuh semangat melangkah menuju tempat tidur.
"Bukankah kau punya mulut untuk memanggil namaku, Rena?" tiba - tiba terdengar suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. Suara itu membuatnya langsung terperanjat kaget.
Terlihat Devan sedang berdiri di depan pintu kamar mandi dan hanya mengenakan handuk. Handuk yang ia kenakan hanya menutup tubuhnya dari pusar sampai lutut kakinya saja. Otot - otot perutnya yang berbentuk kotak - kotak bak roti sobek terlihat sangat jelas. Sejak Rena bertemu dengan Devan, gadis itu sudah bisa membayangkan bagaimana bentuk tubuh lelaki itu jika tanpa busana. Kini Rena bisa langsung melihatnya tanpa sensor mata sucinya telah ternoda oleh pemandangan yang seharusnya tidak dia lihat.
Bersambung..
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa like komen dan vote.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Jasmine
salah lagi...salah lagi...
udh teriak dari luar tp dibilang ga bersuara..oya krn waktu itu devan masih dlm keadaan mandi
2022-04-11
0