"Lantas, apa yang harus saya lakukan?"
"Setiap Tuan Devan sarapan, makan siang dan makan malam kau harus menyiapkannya dan ingat jangan sampai Tuan Devan lebih dulu berada di meja makan! Kau harus memastikan apa yang dia makan sudah tersedia sebelum Tuan datang. Di sana ada jadwal Tuan Devan sarapan beserta menunya. Pagi dan Siang hari kau harus membersihkan kamarnya. Jangan sampai ada kotoran sedikit pun!" Terang Siska sehingga membuat mulut Rena menganga.
"Apakah aku melakukan itu sendirian?" tanya Rena ingin tahu.
"Saat mempersiapkan makan untuk Tuan, kau akan di bantu oleh ketiga rekanmu. Tetapi untuk membersihkan kamarnya hanya kau seorang. Biasanya, pelayan yang di berikan tugas langsung oleh Tuan adalah pelayan senior. Entah kenapa Tuan memerintahkan Madam agar kamu yang melakukannya?" ujar Siska, sedikit mengerutkan keningnya sambil berpikir alasan apa yang membuat Devan memilih langsung Rena untuk menjadi pelayan yang mengurus langsung keperluan pribadinya.
"Lantas yang biasa melakukan pekerjaan itu sebelumnya siapa?" tanya Rena lagi.
"Kami mendapatkan kabar bahwa Evelin yang biasa mengurus Tuan sedang dalam perawatan karena mengalami kecelakaan. Dia terjatuh dari tangga." jawab Siska.
"Apa!" Jerit Rena sambil menutup mulutnya.
"Apa itu benar - benar kecelakaan, Siska?" tanya Rena pelan, sebagai reaksi kagetnya.
Rena merasa takut setelah mendengarnya. Mengingat sikap dingin dan angkuh Tuan yang mereka sebut Tuan Devan, saat di bar dan di rumahnya. Rena tidak bisa memastikan keselamatannya. Bisa saja dia akan mengalami hal yang sama saat Tuan dingin dan tak berperasaan itu kecewa padanya.
"Entahlah? Lebih baik kau ikuti aku untuk melakukan tugas pertamamu! Sebentar lagi jadwal makan siangnya." jawab Siska.
Siska berjalan dengan cepat dan Rena mengikutinya. Langkah yang sangat terburu - buru bagi gadis itu, saat mengikuti Siska, Luna memperhatikan kecekatan dan kecepatan para pelayan yang sedang melakukan tugasnya. Dia berfikir, apa dia bisa melakukan hal yang sama kelak seperti mereka?
"Astaga, Tuan Devan sudah berada di meja makan!" Siska menutup mulutnya panik.
Dengan isyarat mata, Siska mengajak Rena untuk segera berdiri di samping dua orang pelayan wanita yang sudah berdiri tegak tak jauh dari meja makan. Posisi mereka menghadap ke Devan yang sudah duduk dengan santai. Dada Rena naik turun sebagai reaksi rasa lelahnya. Hari ini baginya cukup banyak yang mengejutkan, pengalaman pertama di tempat ini penuh peraturan yang di anggapnya rumit.
Mata Rena tidak berkedip menatap lelaki dingin yang menutup rapat mulutnya semenjak dia berada di depannya. Lelaki itu tidak mengeluarkan sepatah katapun dari bibirnya. Di depannya sudah tersaji makan siangnya yang sudah siap santap dengan menu komplit di atas piring. Suasana ruangan sangat sunyi dan sepi begitu mencekam. Seakan berada di ruang pengadilan menunggu sang hakim mengetukkan palunya untuk memberikan keputusan hukuman apa yang pantas di dapat oleh tersangka.
'Sangat mengerikan,' bisik hati Rena.
Lelaki itu mengelap garpu dan sendok, Rena mempertajam penglihatannya menatap kedua alat makan itu. Sangat bersih dan mengkilap, tetapi tetap saja sebelum memakainya kedua alat makan itu di lapnya terlebih dahulu. Lelaki yang sangat cinta kebersihan dan prefeksionis itu, namun terkesan menyebalkan. Mana mungkin Rena bisa berdampingan dengan lelaki macam dia. Hidupnya akan tersiksa oleh beragam peraturan ini dan itu terutama menyangkut kebersihan.
'Selamat datang Rena, di kehidupan yang lebih memuakkan ini," kutuk hatinya.
Rena menarik napas yang berat karena beban yang ia pikul kini lebih rumit dari sebelumnya dan menghembuskannya dengan perlahan. Hal itu dia lakukan untuk menghempaskan rasa sesak dalam dadanya. Sebenarnya dia tidak ingin memulai perjalanan hidup barunya dengan alur cerita yang sama dengan sebelumnya. Dimana di dalamnya selalu ada penindasan yang akan menyakitinya dan perjuangan tanpa mengenal lelah yang harus ia jalankan. Tetapi, dia tidak bisa memilihnya dan bahkan tidak bisa menghindarinya. Mau tidak mau dia harus menjadi pelayan di rumahnya. Sampai waktu yang dia habisksn sesuai dengan bayaran hutang Ayahnya. Namun, entah butuh beberapa puluh tahun dia harus menghabiskan waktunya memenuhi nominal hutang Ayahnya. 2 milyar bukanlah uang yang sedikit.
Rena menoleh ke arah pintu besar yang menjadi penghubung ruangan itu. Jika dia memiliki kesempatan untuk melarikan diri, dia akan bersembunyi ke desa terpencil agar lelaki sekarang yang berada di hadapannya itu tidak bisa menemukannya. Sebuah ide yang tiba - tiba muncul saat dirinya merasa putus asa.
"Jangan berfikir untuk melarikan diri dari sini!" Devan berucap sambil menatap dengan tajam ke arah dua mata cantik Rena.
'Ya Tuhan, apa dia seseorang lelaki penyihir? Kenapa dia bisa mengetahui apa yang aku pikirkan," ucap Rena dalam hati.
Siska menyenggol pinggang Rena dengan sikutnya agar mau merespon apa yang telah di ucapkan oleh Devan karena mengetahui Tuannya tidak suka lawan bicaranya mengabaikannya.
"Tidak, Tu.. Tuan. Saya tidak pernah berpikir sejauh itu," jawab Rena dengan terbata.
"Bagus, karena di rumah ini kau harus jadi gadis yang penurut."
Rena yang tidak fokus kembali terdiam. Dia tidak langsung merespon ucapan dari Devan.
Brakkk!
Tiba - tiba saja Devan menggebrak meja makan dengan keras dan semua pelayan termasuk Rena langsung terperanjat. Rena bahkan sampai menjerit sebagai reaksi kagetnya.
"Apa kau tidak memiliki telinga dan mulut untuk mendengar dan menjawab ucapannku!" Bentak Devan sambil menatap penuh amarah ke arah Rena.
"Ma...maaf, Tu...."
"Siapa yang menyuruhmu untuk menyela ucapanku, hah?!" Potong Devan sambil membentak.
'Ya Tuhan, sebenarnya apa yang di inginkan lelaki kejam di depanku ini? Aku terdiam dia marah, aku menjawab pun dia marah. Kenapa aku yang selalu merasa serba salah begini? Tuan, jika kau terus marah begini maka kau akan cepat mati terkulai, tahu tidak?!. Dasar lelaki jahat !' bisik hati Rena sambil merutuk.
"Apa kau sedang mendoakan ku mati karena sedang memarahimu, hah?!" Ucap Devan kembali dengan tatapan penuh amarah.
Rena hanya menggelengkan kepalanya berkali - kali, dia tidak habis fikir dengan Devan karena selalu bisa menebak isi hatinya.
"Jawab aku! Bukankah kau memiliki mulut!" Bentaknya kembali membuat Rena terperanjat.
"Bukankah Tuan tadi marah, karena saya menyela ucapan, Tuan?" Siska langsung menyenggol pinggang Rena karena gadis itu terlalu lancang melawan Devan.
"Kau berani melawan ucapan ku," ucap Devan sambil tersenyum sinis.
"Ti.. tidak Tuan! Maaf kan saya bila saya bersikap tidak sesuai dengan keinginan Anda. Karena saya masih baru di tempat ini." bela Rena sambil menegakkan badannya dan membalas tatapan tajam yang baru menjadi Tuannya itu.
Bersambung..
Terima kasih sudah membaca. Maaf jika masih banyak typho.
Jangan lupa untuk like, komen, vote, dan hadiahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Jasmine
dijawab salah tak dijawab makin tambah salah
2022-04-10
0