Chapter #20

“Apa kau ingin melayangkan sepatu ke wajah Dae Hyuk?”

Sindiran tersebut buat So Yun mengurungkan niatnya untuk melempar kerikil ke Sungai Han. Segera ia menoleh lalu memandang ke atas dan tampak jelas olehnya sosok Joong Ki yang sedang berdiri dengan kedua tangan di saku jersey-nya.

“Kalau melakukan dengan posisi seperti itu, kau tidak akan mendapat lompatan batu yang banyak.”

 Bahkan saat Joong Ki kembali mengejeknya, So Yun tetap diam dengan ekspresi datar sambil memperhatikan dia yang sudah menuruni tangga. Pandangannya tidak lepas dari Joong Ki yang tersenyum setelah berdiri di sisinya. Dalam hening, Joong Ki tetap membiarkan So Yun terus memandangi dia yang kini meraih sebuah kerikil dan melemparkannya dengan posisi tangan yang lurus.

“Hana, dul, set, net, daseot, yeoseot, ilgop,[1]” Joong Ki tersenyum setelah batunya tenggelam di lompatan ke delapan.

Kedua mata So Yun mengerjap ketika pandangannya teralih pada kerikil kecil yang di lempar Joong Ki ke Sungai Han tetapi, sekilas tersirat kekaguman dari sorot mata dan ekspresi datarnya.

“Apa kau tidak percaya kalau aku bisa mendapat tujuh lompatan?” tanya Joong Ki yang tersenyum geli karena reaksinya.

“Bagaimana bisa kau melakukan hal itu?”

Tanpa sadar, So Yun yang dingin dengan ekspresi datarnya bertanya takjub pada Joong Ki. Namun, dia hanya tersenyum lalu kembali melemparkan sebuah kerikil ke Sungai Han dan kali ini dia berhasil mendapat delapan lompatan.

Kegiatan tersebut membuat So Yun seolah terhipnotis dan ia melompat girang sambil bertepuk tangan. Terlihat jelas senyum riang yang tidak pernah sekalipun ia perlihatkan selama ini. Dan alih-alih menegurnya, Joong Ki lebih memilih untuk membiarkan So Yun larut dalam kegembiraannya.

“Kau ingin mencobanya?” tanya Joong Ki yang bersikap seakan tidak menyadari reaksi So Yun.

Tentu, So Yun mengangguk dengan sangat bersemangat dan Joong Ki kembali mengambil sebuah kerikil.

“Kau ikuti gerakanku dan saat aku bilang lempar, kau harus lempar,” perintah Joong Ki dan langsung disambut anggukan dari So Yun, “satu, dua, tiga. Lempar!” teriaknya.

Setelah berhasil mengikuti perintah Joong Ki, So Yun pun segera terfokus pada lompatan batu yang telah ia lemparkan. Sementara, pandangan Joong Ki kini teralih padanya yang tengah menghitung lompatan batu tanpa suara.

“Mwoya?!” teriak So Yun kesal dan sontak menyadarkan Joong Ki yang sempat larut dalam lamunannya.

“Waeyo?” tanya Joong Ki yang segera memandang ke sungai.

“Kau tidak lihat? Aku sudah melempar seperti yang kau katakan tapi, hanya mendapat empat lompatan sedangkan, kau mendapat enam,” omel So Yun dan buat Joong Ki yang sudah beralih menatapnya tersenyum geli.

“Kau harus lebih banyak berlatih untuk mengalahkanku,” ujar Joong Ki dengan senyum mengejek.

Pandangan sinis pun seketika di tujukan So Yun padanya. Dengan perasaan kesal, dia kembali memungut beberapa batu kerikil. Sementara, Joong Ki hanya bisa dibuat tersenyum karena tingkahnya.

Lama kemudian, So Yun terus melemparkan kerikilnya sementara, Joong Ki memilih untuk tiduran di atas rumput. Dia membiarkan matahari musim semi yang hangat menyinari wajah mulusnya. Untuk beberapa saat Joong Ki memejamkan mata sembari mendengarkan suara kerikil yang melompat-lompat di atas permukaan air.

“Haaah…”

So Yun menghela napas dengan keras setelah menjatuhkan dirinya dan ikut berbaring di samping Joong Ki yang ketika itu tampak tertidur pulas.

“Musim semi, anginnya terasa sejuk,” ucap So Yun pada dirinya sendiri.

Sejenak dia terdiam setelah menoleh ke sebelah kiri dan menatap Joong Ki yang terlelap di sisinya sebelum kemudian beranjak duduk. Dia menengadah dan memperhatikan cahaya matahari yang menerpa wajah Joong Ki.

Beberapa detik, dia bergantian memandangi matahari dan wajah laki-laki tersebut sebelum akhirnya ia melepaskan topi lalu memayungi wajahnya. Terpaku dan tidak di pungkiri, dia terpesona akan sosok laki-laki yang sekarang berada di depannya. Namun, ekspresi datar kembali ia tunjukan saat memandangi wajah Joong Ki yang tidak memiliki bekas guratan dan terlihat sangat mulus layaknya bayi yang baru di lahirkan.

“Apa aku cukup tampan untuk terus kau pandangi?” tanya Joong Ki yang tiba-tiba berbicara tanpa membuka matanya.

So Yun tersentak dengan jantung yang berdebar kencang. Rasa gugup menyelimutinya yang sangat terkejut sampai topi yang sedari tadi ia pegang terlempar dan jatuh di atas dada Joong Ki. Segera Joong Ki bangun kemudian duduk bersila sambil memegangi topi merah tersebut sementara, So Yun yang salah tingkah pun memilih bersila menghadap ke sungai. Joong Ki hanya tersenyum geli karenanya, ia lalu meletakkan topi itu di kepala So Yun dengan asal. Sejenak ia menatap So Yun sebelum akhirnya merubah posisi dan ikut memandangi sungai.

“Kau terlihat cantik dengan topimu,” tegur Joong Ki pelan.

So Yun yang masih merasa gugup tetap memilih bungkam dan tidak peduli dengan ucapannya.

“Kalau menjadi orang terkenal, kau harus selalu mengenakan topi, kacamata dan syal agar wajahmu tidak di kenali. Tapi, sebenarnya menjadi terkenal tidak sebahagia yang di bayangkan semua orang. Menyenangkan hanya karena tahu setiap orang yang kau temui pasti akan mengenal dan menyanjungmu,” jelas Joong Ki yang lalu tersenyum tipis.

Tidak ada tanggapan dari So Yun tetapi, dia sesaat mencuri pandang dengan lirikan pada Joong Ki yang sempat menghela napas pelan.

“Kalau menjadi orang terkenal, gerakmu akan sangat terbatas dan ada masa di mana kau akan bertemu penggemar fanatik. Bukan tidak menghargai tapi, terkadang sikap mereka yang berlebihan dan selalu mengikuti ke manapun kau pergi pasti akan sangat membuatmu tidak nyaman. Terlebih jika mereka mulai mencari tahu dengan siapa kau pergi, ke mana, sedang apa, berapa nomor ponselmu dan hal pribadi lainnya,” jelas Joong Ki yang kembali membuka suara.

Lagi, So Yun mencuri pandang dengan lirikannya setelah Joong Ki kembali terdiam sesaat.

“Kalau menjadi orang terkenal, kau harus siap dalam segala kondisi. Pergi ke acara ini dan itu, belum tentu dalam sehari kau bisa menikmati tidur siangmu. Sangat menyenangkan saat kau bisa tidur selama dua jam dan mendapat libur akhir tahun tanpa gangguan. Tetapi, ketika jadwal sudah di susun dengan baik, jangan harap kau bisa mendapatkan kedua hal itu. Bahkan hari minggu yang santai pun di habiskan untuk bekerja,” jelas Joong Ki yang kemudian benar-benar terdiam setelahnya.

“Kau menyesal jadi seorang aktor?” tanya So Yun yang akhirnya membuka suara dan buat pandangan Joong Ki sesaat teralih padanya.

“Kurasa tidak. Karena sejak awal jalan ini yang memang sudah di gariskan dan aku hanya perlu bersyukur. Setidaknya setelah sepuluh tahun menjalani kehidupan sebagai aktor, sejak tahun kemarin aku mendapat libur akhir tahun,” kata Joong Ki yang kemudian tersenyum lembut.

“Sejak kejadian syarat berteman yang kuberikan, kau terlihat tidak ingin lagi bertemu denganku. Dua bulan kemudian kau muncul di studio, setelah itu menghilang dan kembali lagi setelah tiga minggu. Sebenarnya apa yang kau inginkan?” jelas So Yun datar.

“Waktu itu aku mendadak ada acara di Paris dan saat menjemput Eun Byul aku baru tiba dari perjalanan ke Jepang setelah menyelesaikan syuting dramaku. Kemudian aku menghilang lagi karena harus ke beberapa tempat di Jepang untuk menghadiri acara promosi. Aku tidak memiliki nomor ponselmu jadi, bagaimana bisa memberitahumu di mana posisiku,” jelas Joong Ki yang lalu mengalihkan pandangan pada gadis di sisinya.

So Yun bungkam namun, ia melirik sinis pada Joong Ki yang tersenyum mengejek padanya.

“Aku suka lirikan matamu,” ujar Joong Ki dan kini senyum manis tampak menghiasi wajahnya.

Segera So Yun mengalihkan pandangannya lagi ke Sungai Han karena merasa gugup dengan perkataan Joong Ki yang hanya bisa menahan senyum geli dan akhirnya ikut kembali memandang ke arah yang sama.

“Kau tahu? Aku sendiri belum tentu berani melakukannya. Jadi, jangan takut untuk jujur, karena tidak semua orang akan menolakmu dan ini juga bukan sepenuhnya kesalahanmu. Kau memiliki mimpi, ingin didukung, disayang dan kita tahu kalau manusia bukanlah makhluk sempurna. Besar kecilnya kesalahan, tergantung pada apa yang sebenarnya kita alami di masa lalu,” kata Joong Ki tulus.

Sejenak, Joong Ki diam dan So Yun memilih bungkam setelah mendengar pernyataannya.

“Kau tidak pernah menyuruhku untuk memikirkan hal lain, hanya ingin aku membaca dan mengetahui tentang masa lalumu. Jadi, secara tidak langsung kau ingin aku menerima semua yang ada dalam dirimu ketika kita mulai menjalin hubungan.”

Pandangan Joong Ki akhirnya teralih pada So Yun yang masih tetap bungkam dan tanpa ia ketahui gadis di sisinya baru saja meneguk ludah kuat.

“Aku tidak akan kasihan hanya karena selama ini kau tertekan dan berjalan tanpa arah. Aku akan tetap diam dan melihat tanpa menunjukkan jalan mana yang harus kau pilih. Tapi, aku akan selalu menjadi tumpuan saat kau mulai letih, menggandeng tanganmu, mengikuti setiap jalan yang ingin kau tempuh dan bahkan satu kali pun aku tidak akan pernah melihat ke belakang. Aku tahu, masa lalu itu milikmu dan aku tidak memiliki hak untuk melihatnya, karena aku juga memiliki masa lalu yang seharusnya kuperbaiki di masa depan,” jelas Joong Ki yang kemudian tersenyum tulus.

Tatap datar So Yun pun teralih pada Joong Ki dan jelas terlihat jika ia meremas rumput di bawah telapak tangannya.

“Jadilah dirimu saat bersamaku dan jangan sembunyikan sendiri lagi perasaanmu. Aku tahu perlahan kau ingin menjadi orang yang hebat, setidaknya hal itu tidak akan membuatmu lebih terbebani karena sudah memiliki tempat untuk bersandar sekarang. Kau bahkan boleh menendang, memukul, menangis dan meluapkan semua amarahmu padaku saat kau merasa tidak sanggup berjalan. Kau juga boleh tertawa, tersenyum dan berteriak sesuka hati saat bersamaku ketika kau merasa tidak ada lagi yang mengganggumu.”

Seluruh tubuh So Yun melemas, kepalanya tertunduk lesu sebelum akhirnya, isak tangis itu pun terdengar. Sementara, Joong Ki yang menyaksikannya hanya tersenyum manis dan menghela napas pelan lalu mengusap lembut kepala So Yun yang tertutup topi merahnya.

“Tidak ada yang perlu kau takuti sekarang. Berlindunglah di belakangku ketika kau merasa orang-orang akan melemparimu dengan telur dan botol minuman,” ucap Joong Ki tulus.

Tangis So Yun semakin menjadi setelah mendengar semua yang terucap dari sosok seorang Song Joong Ki. Diam dan kini dia biarkan gadis di hadapannya meluapkan semua perasaan yang selama ini terpendam. Kedua matanya menatap tulus pada So Yun yang terisak dengan kepala tertunduk.

Menangislah saat kau ingin menangis, tertawalah saat kau ingin tertawa. Karena aku sangat menyukai setiap ekspresi yang terbentuk dari wajahmu.

Batin Joong Ki dan kembali mengusap lembut kepala So Yun sebelum kemudian pandangannya teralih ke langit yang terlihat cerah. Beberapa detik, sebulir air mata membasahi kedua pipi Joong Ki ketika cahaya matahari mulai menerpa matanya yang menatap lebih dalam langit musim semi. Dia menangis dalam diam dengan senyum tulus menghiasi wajahnya.

[1] Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!