Chapter #16

“Kau datang? Bagaimana perjalananmu ke Paris? Apa menyenangkan?” tanya Dae Hyuk begitu bersemangat seperti biasa.

Joong Ki yang baru masuk ke barnya hanya tersenyum dan duduk di depan Dae Hyuk yang sedang menyiapkan minuman untuknya dari balik meja bar. Sesaat dia tampak memperhatikan sekitar dan buat Dae Hyuk tersenyum seolah tahu apa yang sedang ia cari.

“Tidak ada. So Yun sudah lama tidak kemari. Selama dua minggu kau di Paris, dia juga tidak datang. Terakhir kali dia menampakkan wujud itu sehari setelah kau mengatakan kalau tidak jadi masuk karena kalian sudah bertemu di depan. Tapi, dia menitipkan dua amplop surat dengan tulisan angka besar tiga dan empat,” jelas Dae Hyuk riang, “tunggu sebentar, aku ambilkan. Kau minumlah dulu,” tambahnya seraya menyerahkan segelas jus stroberi dan beranjak pergi ke sebuah ruangan di belakangnya.

Setelah mendengar penjelasan Dae Hyuk, Joong Ki terdiam cukup lama sampai ia memutuskan untuk menikmati kue yang juga sempat disediakan. Beberapa saat menunggu, Dae Hyuk kembali dan meletakkan dua amplop di meja yang membuat kegiatan makan Joong Ki pun terhenti karena pandangan yang langsung teralih pada benda berwarna biru di hadapannya.

“Sehari setelah bertemu denganku itu, maksudmu besoknya?” tanya Joong Ki datar.

“Yap, dia menunggumu sampai pukul 12.00 malam seperti biasa,” sahut Dae Hyuk riang.

Joong Ki kembali diam dan memperhatikan surat tersebut satu-persatu lalu menatap Dae Hyuk yang terlihat heran. Namun, untuk kali ini dia tidak peduli dan benar-benar hanya ingin pertanyaannya yang di jawab.

“So Yun mengantarkan ini?” tanya Joong Ki.

“Bukan. Jerry yang mengantarnya. Kau ingat Yeong Jerry, kan?”

Joong Ki diam sejenak dan kembali menatap lekat Dae Hyuk setelah berusaha mengingatnya.

“Mmm… teman SMP-mu yang bermain kartu bersamaku?” tanya Joong Ki ragu dan Dae Hyuk pun mengangguk penuh semangat.

“Tepat. Dia baru-baru ini bekerja sebagai pengatur sound system di Studio Brave Sound. So Yun tahu dia temanku dan menitipkan ini padanya untuk di serahkan padaku,” jelas Dae Hyuk.

“So Yun mengatakan sesuatu saat dia menyerahkan surat ini pada Jerry untuk disampaikan padaku?” tanya Joong Ki lagi.

Dae Hyuk terdiam sesaat dan berusaha mengingat sampai ia kemudian menggeleng pelan.

“Aku rasa tidak. Karena Jerry hanya mengatakan kalau So Yun menitipkan surat ini untukmu dan kau harus membacanya sesuai nomor yang telah dia tuliskan,” jelasDae Hyuk.

“Selain itu… tidak ada?” tanya Joong Ki ragu.

Dae Hyuk mengangguk sekali lagi dengan begitu bersemangat.

“Oh! Tapi, Kak. Seben…”

“Bagaimana hubungan So Yun dengan Dong Wook?” tanya Joong Ki yang langsung memutus kalimat Dae Hyuk.

Benar. Joong Ki sekarang sangat tidak ingin menjawab pertanyaan Dae Hyuk dan akhirnya hanya buat dia pasrah.

“Aku rasa baik-baik saja. Jerry juga mengatakan kalau So Yun selalu diantar jemput Dong Wook,” jelas Dae Hyuk.

Lagi, Joong Ki diam sesaat setelah mendengar jawabannya.

“Oh! Tapi, Kak. Seben…”

“Aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus kulakukan. Terima kasih suratnya dan tolong sampaikan salamku pada Jerry,” kata Joong Ki cepat dan bergegas pergi meninggalkan bar.

Sementara, Dae Hyuk hanya bisa menahan kesal dan membiarkan Joong Ki pergi begitu saja tanpa memberikan padanya kesempatan untuk bicara.

-----------

Ini surat ketiga dan kau pasti sudah mengurungkan niat untuk menjadi temanku setelah membaca surat kedua. Aku yakin, kau membaca ini hanya karena penasaran.

Entah sejak kapan semua bermula, yang jelas hal ini telah menghancurkan hidupku. Aku selalu di hantui rasa bersalah, layaknya seperti saat menjalin hubungan dengan Il Woon dan benar-benar buatku tidak bisa bergerak bebas.

Di sini aku akan ceritakan tentang kebohongan yang lain. Aku berbohong pada semua orang di fakultas tentang keikutsertaanku dalam sebuah kontes dan pelatihan model yang akan debut sebagai artis. Bahkan aku melakukannya pada sahabat terbaik yang sudah kuanggap seperti Adik, gadis manis itu bernama Choi Eun Hee.

Aku mengatakan kalau aku telah melakukan perjalanan keluar negeri dan berteman dengan beberapa calon artis. Selain itu, aku juga mengakui foto seorang artis sebagai diriku setelah di rias. Artis itu bernama Hong Jeon Yeong, salah satu anggota girlband ternama. Kau pasti mengenalnya, kan?

Beberapa orang tidak percaya dengan hal tersebut dan saat mereka melakukannya, maka aku marah juga membencinya. Tetapi, Eun Hee yang begitu percaya terus-menerus kubohongi. Aku berlaku layaknya orang lain ketika membalas pesan darinya dan bersikap seolah aku adalah peserta lain yang juga mengikuti kontes.

Aku yang merasa di rendahkan karena memiliki mimpi ingin menjadi seorang artis terkenal pun berpikir harus membalas orang-orang yang merendahkanku dengan cara berbohong. Aku ingin dianggap hebat, disanjung dan ingin mereka mengakui kalau aku bisa mendapatkan mimpiku.

Aku membohongi orang-orang yang sangat percaya padaku dan mengatakan kalau aku telah menjalin hubungan dengan salah satu anggota UnderDogg, Young Ha Ra. Aku juga mengatakan kalau aku tengah mengandung anak Ha Ra. Namun, kenyataannya aku tidak memiliki siapapun, aku sendirian. Aku hanya berdiam di rumah, tidak pergi ke manapun dan selalu sibuk melakukan kebohongan lewat jejaring sosial dari ponselku.

Tetapi, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa sudah sangat keterlaluan. Memanfaatkan kepercayaan orang-orang yang menyayangiku. Sebagian dari orang yang kubenci pun perlahan mulai mengetahui tentangku yang mengakui foto Jeon Yeong sebagai fotoku. Pada akhirnya, aku memilih untuk bersembunyi selama beberapa bulan.

Aku ingin mengakhiri semua kebohongan ini dan tidak lagi bermain jejaring sosial. Mengatakan pada Eun Hee jika hubunganku dan Ha Ra sudah berakhir setelah aku keguguran. Kebohongan itu sangat beresiko untuk hidupku dan takut hal tersebut akan benar-benar terjadi ketika aku bertemu takdirku yang sebenarnya. Aku pun kembali diliputi rasa takut. Sampai empat tahun yang lalu aku memutuskan untuk pergi ke Seoul tanpa menceritakan yang sebenarnya pada Eun Hee dan mengatakan jika aku tidak lagi mengikuti pelatihan.

Aku putuskan untuk memulai hidup baru setibanya di Seoul. Walaupun aku tahu, Tuhan akan tetap memberi hukuman atas semua perbuatanku. Beberapa bulan setelah menetap, aku mendapat paket dari salah satu teman yang selalu mengejek tentang mimpiku. Dia mengirim foto Jeon Yeong padaku dan setiap kali paket itu datang, aku selalu merasa tertekan juga takut. Tapi, aku benar-benar ingin hidup yang lebih baik, karena itu aku harus menanggung semua yang telah kuperbuat.

Joong Ki menghela napas pelan setelah membaca surat ketiga dari So Yun dan sesaat dia menatap kosong ke arah Sungai Han yang terbentang luas dari dalam mobilnya sebelum kemudian menyandarkan kepala di sandaran kursi seraya memejamkan mata. Lagi, dia menghela napas, bayang tentang So Yun yang terus bersikap datar dan menghindarinya pun mulai terlihat jelas dalam ingatannya.

Aku takut…

Kalimat itu terekam sempurna dalam otaknya. So Yun yang begitu ketakutan dengan apa yang telah dia lakukan dan harus berdiri sendiri menghadapi segala hal yang telah merusak hidupnya. Perlahan, sebulir air mata mengalir dari kedua mata Joong Ki yang tertutup.

Hening. Joong Ki terlelap. Sampai setengah jam berlalu, ia pun tersentak dan membuka mata. Memperhatikan sekitarnya hingga ia menyadari jika dirinya sempat tertidur dengan nyaman. Dia mengusap-usap wajah dengan kedua telapak tangan lalu menenggak sebotol air mineral yang ia siapkan di mobil sebelum akhirnya keluar untuk menyegarkan diri.

Namun, setelah sempat terdiam memandangi Sungai Han. Ia tiba-tiba bergegas merogoh saku dalam jasnya dan mengeluarkan sebuah amplop biru dengan surat yang belum ia baca. Sembari bersandar dengan nyaman di depan mobil, dia kini mulai membaca surat keempat dari So Yun tersebut.

Ini surat terakhirku, aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Aku hanya ingin meminta maaf pada semua orang

yang telah kubohongi. Tetapi, aku tidak memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkannya.

Ketika kedua bibirku terbuka, berniat untuk menjelaskan, bayang akan tatapan benci dari semua orang selalu tampak sangat jelas dalam pikiranku. Aku takut saat orang-orang akan melempariku dengan botol, telur atau apapun yang akan membuatku semakin merasa bersalah.

Aku ingin mengatakan semua pada mereka tapi, sebesar apapun rasa bersalahku, sedetail apapun aku menjelaskan, yang ada di otak mereka hanya kebencian terhadapku. Tatapan merendahkan yang patut aku terima selalu terbayang dan menjadi hal paling menakutkan dalam hidupku.

Karena itu, sejak tiba di Seoul, aku pun memutuskan untuk menjadi orang yang tidak banyak berbicara. Aku lebih memilih diam, sebab aku terbiasa berbohong. Aku tidak ingin bergaul dengan orang lain seperti dulu karena takut kata-kata yang terucap akan membuatku jatuh lebih dalam lagi.

Mereka yang sudah mengetahui yang sebenarnya mungkin sudah menanamkan kebencian padaku dan aku tidak pantas marah. Aku harus menerimanya karena sudah menjadi egois, ingin di anggap hebat namun, dengan cara yang salah.

Setelah membaca semuanya, kau pasti akan berpikir dua kali untuk berhubungan dengan gadis kotor sepertiku. Aku tidak pantas menerima perlakuan yang baik dan memang harus menerima semua perlakuan buruk dari orang lain sebagai balasannya. Aku akan merasa sangat nyaman ketika orang kasar padaku. Setidaknya memang itu yang patut aku terima.

Aku tidak membutuhkan belas kasihanmu. Ini aku katakan karena ingin memulai hidup jujurku dan menjadi seseorang yang lebih baik. Kurasa tidak buruk, walau nanti aku harus hidup sendiri tapi, selama bisa hidup dalam kejujuran, aku pasti akan merasa lebih bahagia dari sebelumnya.

Joong Ki lagi-lagi terdiam setelah membaca surat terakhir So Yun dan kembali memandang kosong ke arah Sungai Han. Sesaat kemudian, ia menengadahkan kepala dan menatap lekat langit malam yang hanya tampak sedikit bintang menghiasinya.

“Pukul 2.30 dini hari, bintangnya cukup terlihat. Musim semi sebentar lagi tiba,” ucapnya pelan.

Dia menghela napas lalu menunduk beberapa saat sebelum kemudian pandangannya teralih lagi ke arah Sungai Han.

“Tidak ada yang salah dengan kejujuran. Semua kebohongan pasti harus di pertanggung jawabkan. Walaupun hanya lewat surat, kau gadis yang sangat berani,” kata Joong Ki seraya tersenyum geli, “setidaknya kau lebih tegar

setelah di hempaskan dua kali oleh dua laki-laki brengsek itu,” tambahnya.

Senyum tulus menghiasi wajah Joong Ki dan tidak ada sedikitpun amarah dalam dirinya setelah membaca semua

surat So Yun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!