Dua Cinta Satu Hati
Disclaimer : Semua isi cerita murni karangan semata. Mohon maaf jika ada kesamaan nama, tempat, atau bahkan mungkin jalan cerita yang terasa menyindir. Semua murni hanya isi kepala othor semata. Cerita juga memiliki banyak bahasa kasar, tidak disarankan untuk orang-orang yang tidak open minded. Terima kasih ada yang mau baca cerita receh ini. Selamat membaca, selain bahasa kasar yang berterbangan, cerita ini juga banyak mengandung kekocakan belaka—
********************************************
Central Park, 2013. 07.30 AM, Kota B.
Dddrrr… Dddrrr… Dddrrr…
Luna terjaga dari tidur pulasnya, dia menyapu ranjang mencari benda yang bersuara nyaring membangunkan tidur lelapnya.
Tut!
“Lama banget angkat telepon doang!” rutuk seseorang di balik ponsel Luna.
Gadis itu terbelalak dan terjaga sempurna oleh sambutan panas di pagi harinya. ‘Mas Dira?’
“Halo! Lunaaa… Buruan kebawah, aku udah nungguin kamu lama banget!!”
Luna bangkit dari kasur dan terduduk sempurna, dia mengerjapkan kedua netranya berulang kali seperti tengah terjangkit penyakit mata. “Mas kenapa?”
Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Luna dengan wajah polos tanpa dosa.
“Kamu tanya aku kenapa?” sahut pria di balik ponsel Luna terdengar begitu marah. “Aku jelas kesal nungguin kamu keluar kosan dari tadi udah ada setengah jam, Naluna Maharanni!!”
Luna membuka mulutnya lebar, jika saja lalat atau nyamuk melintas mungkin bisa masuk kesana karena aromanya jelas tidak enak!
“Apa?!!” Luna kembali merespon dengan kalimat-kalimat bego seperti itu.
“Buruan, aku gak mau tau, ya Luna! Sebentar lagi kita akan terlambat masuk kantor!”
Tut!
Si pria menutup sambungan sepihak, Luna bisa merasakan pria itu teramat sangat marah padanya. “Alamak! Ada apa sebenarnya ini?”
Luna mengamati tempatnya berpijak saat ini. “What the fu-ck!” umpatnya lirih dengan memegang kepala menggunakan kedua tangannya.
Masih terasa segar diingatan Luna atau memang hal ini adalah yang dirindukannya sedari lama. Dia berada di salah satu kamar sewa yang menjadi saksi beratnya hidup Luna selama delapan tahun yang lalu.
Ddddrrrtt!
Ponsel Luna kembali berdering, gadis itu terpaku saat menyadari ponsel bobanya menyusut dan berubah wujud menjadi ponsel sungsang. Luna kembali menjawab panggilan dengan pikiran yang masih melayang-layang tidak karuan.
“Iya, Mas?”
“Naluna Maharanni…”
Luna menelan ludah saat bisikan suaminya terdengar seperti pria itu ada di belakang tubuhnya saat ini.
“Sampai kapan aku harus menunggu lama di bawah sini seperti orang bego, hah?”
Deg!
Luna terkesima dengan ucapan buruk suami yang sudah membersamai mereka selama delapan tahun lamanya itu. Seketika Luna ingat, semalam dia bertengkar hebat dengan pria itu. Pria yang selama ini terasa baik-baik saja, pria yang selalu lemah lembut pada istrinya, pria idaman para seluruh istri di dunia, ternyata—
“Maaf, Mas!” Luna mengucap lirih kalimatnya, mendadak pria di balik sambungan tak lagi terdengar merutukinya. “Aku kesiangan, aku ijin hari ini…”
Meskipun Luna tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya saat ini. Tapi, hal yang Luna sadari adalah– dia tidak berada di kamar besar yang sama seperti semalam saat dia pergi tidur. Luna juga sadar, dia seolah kembali menjalani kehidupan sebelum dia menikah dengan pria yang merutukinya saat ini.
“Mas bisa berangkat sekarang, sekali lagi aku minta maaf…” Luna mencoba berkata sebaik mungkin agar pria di seberang sana tidak merasa tersinggung.
“Apa?” Giliran si pria yang terdengar tidak percaya. “Kamu kok bisa kesiangan? Kamu sakit?” tanyanya terdengar mengkhawatirkan kondisi kekasihnya. “Kalau begitu, aku ke atas ya… Aku antar kamu ke dokter!”
Luna kembali terbelalak tidak percaya, pria yang jadi pujaan hatinya itu sebentar-sebentar macam singa, sebentar-sebentar macam kucing peliharaan yang menggemaskan. “T-tidak, Mas! Aku hanya kesiangan…”
“Sudah ya, Mas nanti telat loh… Aku tutup ya? Bye!!”
Tut!
Dengan cepat Luna menutup sambungan sepihak, debar jantungnya berdetak tidak karuan. Rasanya dia seperti tengah bermain kucing-kucingan dengan kekasihnya. Sedangkan, di luar sana kekasih yang bernama Adira Renald itu menatap ponsel dengan wajah kebingungannya.
“Ada apa dengannya? Tidak biasanya, perasaan semalam–” Dira sapaan akrab pria tampan itu mengerutkan kening mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Tiba-tiba senyumnya mengembang saat mengingat semalam dia dan kekasihnya terus memadu kasih yang terlarang. “Heh, Si Ratu Gila Kerja itu kesiangan dan mengambil jatah cutinya, aku rasa sebentar lagi hujan badai!”
Dira menunduk terkekeh dan memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Seketika otak mesum Dira menunjukkan dirinya kembali, dia tidak jadi berangkat bekerja. Pria itu justru menghidupkan motor biasanya dan keluar pekarangan tempat dimana Luna menyewa kamar petaknya menuju pujasera yang tak jauh dari sana.
* * *
Di dalam kamarnya Luna terlihat merenung dengan tatapan nanar ke depan. Dia juga menatap ponsel jeleknya sekilas. “Wait a minute!”
Luna menyambar kalendar di samping nakas tempat tidurnya. “Aaaarrrkk!!”
Luna memekik tertahan, tak lama air matanya keluar dengan tawa yang sudah tidak bisa lagi ditahan olehnya. “Haha! 2013? Seriously?”
Luna membolak-balikkan kalender, dia kembali memeriksa ponselnya, semuanya sama– hari ini menunjukkan bahwa Luna kembali lagi ke tahun dimana dia mengenal sosok Adira Renald yang sudah memberikannya dua pasang putra dan putri di kehidupan yang sudah dilaluinya.
“Hold on–” Luna memegang kepala setelah tertawa tidak terkendali, dia juga merubah mimik wajahnya menjadi serius. “Ini artinya apa? Ya– doaku terkabul dihidupkan kembali dan memperbaiki takdir tragisku! Hahaha… Terima kasih, Tuhaaan!” Luna terus melakukan sujud syukurnya. Dia juga lantas berjingkrak-jingkrak senang tidak karuan.
“Yeaaaay! I’m back baby! Haha...”
Tidak ada yang mengetahui bahkan kekasihnya sendiri, bahwa Luna yang hari ini merupakan Luna yang terlahir kembali setelah malam sebelumnya dia bertengkar hebat dengan suaminya.
“Eh, tunggu!” Luna kembali menghentikan tingkat impulsifnya. Dia mendadak kembali cemas, rasanya dia memang harus pergi ke dokter kejiwaan mengenai tingkahnya yang mencurigakan seolah seperti seseorang yang tengah mengidap bipolar anxiety.
“Btw– gue gak inget harus ngapain di tahun ini! Huaaa—” Sirna sudah kebahagian Luna saat ini, dia benar-benar lupa apa yang terjadi di tahun dan hari ini, sekarang ini… Semua hal sudah berlalu selama delapan tahun lamanya.
Selama menjadi istri seorang penerus Renald, Luna berhenti bekerja. Apalagi saat dia mengetahui kehamilan yang tidak diinginkannya sebelum dia menikah dengan kekasih yang menghamilinya. Kekasihnya justru memaksa Luna keluar bekerja dan langsung menikahinya tanpa bertanya pada kesiapan mentalnya selama ini.
“Ah, benar!” Luna menyambar ponsel saat otaknya mulai berfungsi. “Aku ingat aku bekerja di EPS, atasan ku Bu Lidya, sedangkan rekan kerja lucknutku, Sandra Larasati! Semoga nama kontak mereka tidak aneh, kapasitas otakku dalam mengingat sungguh minim!” Luna terus bermonolog seperti orang gila. Dia berbincang sendiri, tertawa sendiri, cemas sendiri, merutuk sendiri, terus seperti itu berulang kali.
Tring!
“Done! Satu masalah selesai… Sisa–”
Ddddrrrrttt!
“Baru kepikiran doi langsung nelpon, emang sehati sekali bestie satu ini!” Luna terkekeh girang saat nama yang akan dihubungi muncul lebih dulu di layar ponsel butut Luna.
“Halooo…”
“Naluna Maharani!!”
“Cih, salam dulu woy!”
“Assalamualaikum ya ahli kubur!”
“Ajg!”
Begitulah keduanya, bagai air dan minyak yang sulit menyatu dan barbar seperti preman pasar.
“Lu tuh ya pamali lafad Tuhan dimainin kayak gitu!” rutuk Luna mencibir. “Waalaikumussalam ya Babiii!”
“Lu juga sama kamfreeet!!”
Keduanya tergelak dengan saling mengumpat satu sama lain. “Lu dimana? Jam segini santai sekali belum keliatan di kantor, hah?” cerca sahabat Luna satu-satunya yang satu frekuensi dengannya.
“Owh, aku cuti!” sahut Luna datar tanpa dosa.
“Enak bener hidup lu, Nyet! Ini jumat, perempuan jahanam!”
“Hahahaha!!”
Luna begitu senang bukan main, dia sampai mengeluarkan air mata di pelupuk matanya. Dia pikir, dia tidak akan lagi merasakan kebebasan dan kebahagian yang selama ini dirindukannya. Semenjak menikah, Adira melarang Luna berhubungan dengan siapapun. Selain pria itu teramat sangat posesif, Luna sendiri tahu diri. Dia membawa aib yang bisa mencoreng nama baik tak hanya mengarah padanya. Namun, Luna juga sudah mencoreng nama baik keluarga besar, baik dari pihaknya bahkan dari pihak mertuanya yang ternyata merupakan salah satu keluarga terpandang di negaranya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Who u not me!
mampir thor. ini ternyata kisah Luna ya? CS nya w suka... lanjuuut ah!
2024-02-01
2
reva
loh thor,,, bkn.a kmbali k masa lalu??!!
ko' udah d pakai??!! kata"a ambigu donk..🧐
2023-05-26
2
zahra
hai kak kutinggalkan jejak like, koment dan fav di sini
2021-12-29
1