Luna dan Dira telah selesai dengan makan malam mereka. Dira terkekeh saat ternyata Luna ikut serta makan untuk ronde kedua.
“Apa?! Terus aja ketawain!!” Luna merutuk saat Dira mengejeknya karena ikut serta makan setelah sebelumnya dengan lantang mengatakan tidak ingin.
“Hihi! Aku kan gak larang juga sih…”
Dira mengacak rambut Luna perlahan dengan senyuman yang sungguh memabukkan Luna. Gadis itu terdiam, rasa tak nyaman itu kembali datang. “Aku ke toilet bentar ya, Mas!”
Dira terdiam, Luna telah melesat pergi tanpa menunggu jawaban kekasihnya.
“Luna…”
Dira bangkit dan diam-diam mengikuti kekasihnya.
“Hoeeek!!”
“Shiiitt!!”
Luna kembali memuntahkan makan malamnya, dia berkacak pinggang lelah, air matanya tengah menyeruak keluar dari sarangnya. “Huhuhu…”
Di samping toilet Dira tengah mengepalkan tangan, dadanya terasa sesak. “Kamu membohongiku, Luna… Apa itu benar?” gumamnya lirih merasa kecewa pada kekasihnya mulai sekarang.
Luna buru-buru keluar, tanpa di ketahuinya Dira telah lebih dulu kembali ke meja makan mereka.
“Maaf!” Luna kembali duduk dengan wajah seolah tidak terjadi apa-apa.
“Kenapa minta maaf? Kamu kan pipis?” Begitupun dengan Dira yang seolah tidak terjadi perang batin dalam benaknya.
Luna menunduk malu, dia kemudian mengajak kekasihnya untuk pulang. Tubuhnya sudah tidak bisa diajak kompromi rasanya. Tanpa ingin banyak menyela Dira bangkit dan segera membayar bill makan mereka.
Dua puluh menit kemudian…
Keduanya telah berada di pelataran kosan Luna. Luna turun dan menyerahkan helm milik kekasihnya. Dira menatap sendu dan menggenggam tangan kekasihnya lembut. “Aku boleh mampir?”
Luna terkesima, inginnya menolak, tapi– “Bentar aja ya!”
“Why?”
“Eh?”
Luna mengerutkan keningnya, memang sebelumnya Dira akan pulang dari kosan Luna setelah jam malam tempat itu berlaku, yaitu pukul sebelas malam.
“Sudah malam…”
“Biasa juga pulang jam sebelas… Kamu sebegitu gak inginnya kita barengan?”
Luna membuka mulutnya takjub, dia terkekeh sejenak kemudian mengangguk perlahan mengijinkan. Dira tersenyum senang, memang tidak ada yang bisa menolak setiap perkataannya. Dira sudah terbiasa menjadi center dalam permainan hidupnya.
“Aaarghh, Maaas– aaarrghh, jangaaan!” Luna merintih di bawah kungkungan tubuh kekasihnya.
Setelah sama-sama membersihkan diri, Luna yang tidak pernah tobat dengan pakaian kurang bahan yang jelas saja membuat hasrat Dira semakin tidak bisa lagi dikendalikan.
“Aargh!” Dira melolong sejenak setelah pelepasan di dalam tubuh Luna.
Luna sendiri telah tergolek tak berdaya, dia menatap nanar kekasihnya yang kembali meminta yang belum menjadi haknya. Tanpa disadari Luna, air matanya mengalir begitu saja.
“Sayang?” Dira terkejut dengan sikap Luna saat ini. “Kamu tidak suka ya?”
“Mas…”
Luna menyeru lirih kekasihnya, secepatnya Dira menjatuhkan tubuh atletisnya di samping kekasihnya. Sebagian tenaganya telah terforsir saat ini, walau demikian kebahagiannya meningkat pesat.
“Kamu kan yang berubah?” Dira berbalik badan menatap tubuh gadisnya yang polos hanya berbalut selimut yang sama.
Luna menoleh, dia bingung harus mengatakan seperti apa. Padahal, jelas dia bisa merutuki tindakan Dira yang tidak semestinya itu.
“Bisakah kita tidak lagi melakukan dosa ini lagi?”
Deg!
Jiwa Dira seolah tengah ditampar keras oleh perkataan Luna. Dia tentu sadar, yang dikatakan kekasihnya seratus persen benar. “Maafkan, aku!”
Luna menjatuhkan kepala di dada bidang kekasihnya. “Heh… Aku juga yang mengijinkan kamu… Kamu tidak sepenuhnya salah, Mas!”
“Luna… Bagaimana jika kita menikah siri dulu?”
Luna terbelalak dengan niat buru-buru kekasihnya dalam mengikat dirinya!
“Mas… Apa Mas sadar atas apa yang Mas katakan?”
“Tentu saja– dengan demikian, kita tidak akan lagi melakukan dosa. Bahkan aku siap menanggung dosa masa lalumu…”
Luna tidak bisa percaya, jelas ini tidak bisa di percaya begitu saja. Dahulu kala, Dira tak sedikitpun terlihat begitu serius pada hubungan mereka. Jika bukan karena Luna mengaku hamil, dia yakin mungkin Dira tidak akan menikahinya dan lebih memilih mendengarkan keluarganya yang tidak menyetujui putra mereka menjalin hubungan dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya seperti Luna.
“Mas…”
“Luna…”
Dira menggenggam kedua bahu Luna sedikit erat. “Aku sangat serius, di samping kita melakukan nikah siri, kita juga bisa sekalian mempersiapkan pernikahan yang semestinya.”
Luna menatap nanar kekasihnya, air matanya bahkan sudah membanjiri wajah sayunya yang lelah.
“Apa kamu menolak?”
“Mas– pernikahan bukan permainan… Jika alasan Mas menikahi aku untuk melegalkan permainan ranjang kita, aku–”
“Luna!!”
Dira menginterupsi perkataan kekasihnya yang semakin meyakinkan tidak menginginkan sebuah pernikahan. “Beri aku satu alasan mengapa kamu ngotot tidak mau aku nikahi? Padahal, kamu tahu dengan jelas hubungan kita sudah sejauh apa, Luna?”
Luna seperti tengah berada dalam permainan catur dan Dira tengah melakukan skak mat padanya. “Aku belum siap menjalani kehidupan pernikahan… Aku akui dosaku banyak! Aku perlu belajar mempersiapkan diri jadi pribadi yang lebih baik…”
“Jika itu alasanmu, kita bisa belajar bersama dalam naungan pernikahan agar semuanya berlabel halal dan berpahala, iya?” Dira terus membujuk Luna yang terasa semakin terlihat seseorang dengan sifat keras kepala.
“Aku– boleh aku memikirkannya nanti?”
“Luna– waktu terus berjalan… Dan jujur– aku tidak bisa menahan hasratku atas tubuh indahmu, Sayang!” Dira kembali mencium bibir Luna lembut. “Semua ini jelas terasa candu! Bukankah kamu juga merasa demikian?” Dira kembali melayangkan tatapan menginginkannya.
Sudah tidak dipungkiri lagi, dalam hubungan mereka sekarang. Dira akan terus meminta haknya setiap ada kesempatan di setiap harinya. Bahkan, hari libur saja Dira bisa melakukan jadwal bercinta sama seperti jadwal minum obat. Salah Luna adalah dia tidak pernah menolak justru menikmatinya. Tentu saja sebelum dia kembali terlahir dua kali seperti saat sekarang ini!
“Aaarrghh, Mas!” Luna melenguh tapi tetap saja tidak bisa mendorong tubuh Dira yang kembali membuat tubuhnya menggelinjang hebat.
“Lihat Luna! Sampai kapan kamu membiarkan semua ini terjadi, hmm? Kamu menunggu apa? Sedangkan kita sudah mengetahui satu sama lain? Kita bahkan sudah melakukan penyatuan, kita sudah pernah merasakan jarak nol antara pria dan wanita. Lalu, apa yang membuatmu ragu padaku, hah?!”
Dira terus memprovokasi juga berharap bisa mencuci otak Luna. Dia harus segera meyakinkan Luna akan sebuah pernikahan. ‘Kamu hamil, kamu pikir ingin menutupinya dariku… Mimpi, Luna! Selamanya kamu dan bayi itu milikku, hanya boleh jadi milikku!!’
Luna tidak bisa berpikir, tangan besar Dira tengah membuat gejolak hasratnya kembali melayang di udara. ‘Ah, siaaal!! Aku menyeraaah rasanya… Adira Renald adalah orang yang paling tahu cara memuaskanku luar dan dalam ternyata!’
Luna mendorong tubuh Dira keras, dia memimpin permainan panas mereka. Dira menyeringai puas, sebentar lagi… Dira berpikir sebentar lagi Luna akan menyetujui pernikahan mereka. Luna tidak tahu, betapa licik pria yang dicintainya selama ini. Keduanya kembali saling bersahutan seirama sampai alarm ponsel Dira berdering, itu artinya dia harus segera keluar dari kamar kekasihnya.
“Ugh! Jika sudah menikah, tidak ada lagi batasan waktu!” Dira melepas miliknya dan bangkit menuju kamar mandi.
Tubuh Luna terasa babak belur, hampir dua jam dia menerima serangan brutal seperti biasanya. “Heh… Haish… Kamu menyedihkan Naluna Maharani!” gumam Luna menutup mata dengan tubuh yang terbaring lemas tanpa sehelai benang menutupi tubuh indahnya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments