Adira tengah memarkirkan motornya di kawasan pusat perbelanjaan terbesar di kota B. Namanya Plaza Hill, tempat itu tidak hanya pusat perbelanjaan dalam bentuk Mall besar, disana juga ada apartment, ruko konvensional, kantor perbankan dan sejenisnya.
Dira kembali bersikap manis melepaskan helm kekasihnya dan menaruhnya di jok motor. Luna terkesima dengan perubahan Dira yang begitu besar terasa olehnya. Ya– selama ini Luna sudah terbiasa menggunakan mobil pribadinya. Terakhir kali, Dira sendiri sudah tidak lagi memasangkan seat belt bahkan sekedar membukakan pintu untuknya. Tentu saja itu sebuah kemustahilan!
Luna menunggu patuh di samping kekasihnya yang tengah merapikan perlengkapan berkendara. Tak lama Dira menarik tangan Luna. “Yuk!”
Deg!
‘Demi Raja Neptunus!!’ Luna terbelalak takjub, bongkahan gletser abadinya mencair sejak dini, ini sungguh di luar Nurul tidak masuk Haikal!
“Kenapa, Yang?” Dira terkekeh melihat respon Luna yang kebingungan. Pria itu mengacak rambut indah kekasihnya seraya gemas. “Aku tahu aku tampan, jangan terpesona kek gitu kali lah!”
“Hueeekk!!” Luna bertingkah mual saat ini juga, walau jujur dia memang tengah menahan rasa mualnya.
“Haha!” Dira begitu senang, ternyata menggoda Luna seperti ini bisa menjadi sebuah kebahagian tersendiri. Dira mencium punggung tangan Luna selama dalam perjalanan. Berkali-kali Luna menelan ludah dan memastikan pria di depannya benar-benar mantan suami di kehidupan masa depannya. ‘Jangan-jangan gue salah orang? Bisa bahaya apa sebernya untung ini sih!’
“Mas!” Luna menghentikan langkah kaki mereka sejenak.
“Hm?”
“Ini berapa?”
Dira berbalik menatap Luna dengan wajah kebingungan. Luna tengah menunjukkan sebuah angka dengan tangannya.
“Dua? Gitu aja nanya!” sahut Dira sewot.
“Dih! Salah ih…” Luna segera menanggapi dengan kekehan.
“Apa sih!” Kesabaran Dira memang sehelai tisu, dia jelas tidak bisa diajak bercanda walau sebelumnya dia memulai lebih dulu.
“Ini tuh lambang peace!” Luna cengengesan menekuk lehernya dan menjulurkan lidah.
Dira berbalik badan kembali dengan kekehan lirihnya. “Lama-lama aku cium kamu, ya!”
“Yeee! Mesum dasar! Eh, tapi–” Otak gesrek Luna emang kadang-kadang aktif semaunya. “Kalau Mas berani sini coba cium bibir aku yang mesra nanti aku kasih seratus!” Luna berkelakar memberikan challenge buat kekasihnya yang pastinya akan ditolak mentah-mentah. Pria itu mana mau hubungan percintaan mereka terekspos para netizen haus skandal.
Cup~
Luna tersentak, tubuhnya kaku seketika. Tanpa aba-aba, tanpa angin, tanpa hujan, tanpa kata, pria dingin yang sudah jadi suami selama delapan tahun itu, mencium bibirnya sekilas kemudian melengkungkan senyuman tampan mengejek Luna.
“Aku gak mau seratus, aku mau kamu—” Dira mengerling menggoda seolah menyiratkan apa yang dimaunya, hal itu jelas membuat jantung Luna seperti lepas dari tempatnya.
‘Aaaaaarrrghhh!’ Inginnya Luna benar-benar menjerit dan melompat-lompat saat ini juga, sialnya dia masih waras. Ini di luar, orang mengira ada kera keluar dari kandang jika dia nekat melakukannya.
Tidak hanya Luna yang wajahnya berubah seperti tomat masak, Dira sendiri demikain, ini pertama kalinya dia tidak berpikir panjang melakukan apa yang diperintahkan kekasihnya. Dia mengira semua hal ini akan terasa memalukan, tapi ternyata– dia merasakan perasaan lain dari biasanya. ‘Luna, aku benar-benar terkena sihir cintamu… Aih–’
Tak lama keduanya sudah berada di lantai dimana semua kebutuhan gadget serta aksesoris bahkan penjual pulsa dan DVD bajakan juga ada disana. Luna melihat dan bertanya-tanya dari satu toko ke toko lainnya. Baginya, selisih lima puluh perak juga sangat berarti. Meski telah berkeliling lima kali putaran sampai Dira gemas ingin mengantunginya dengan karung dan membawa kembali pulang, Luna tidak peduli. Pada akhirnya, mereka tidak mendapatkan apapun selain hidayah dan kesabaran juga rasa lelah.
“Jadi gak nih?!” tanya Dira akhirnya bersuara kesal setelah sebelumnya hanya terlihat seperti peliharaan yang patuh pada majikannya.
“Hm… Mas bener, mending nunggu gajian minggu depan!”
Tuh kan?
Seharusnya Dira mendorong Luna ke arah kebajikan dibanding ke arah kebathilan!
“Haish!” Dira sudah teramat pasrah dengan kelakuan Luna. Harusnya dia sudah tahu sebenarnya bagaimana kemampuan berbelanja kaum hawa. “Kamu cape gak?” tanya Dira kemudian menghentikan cekikikan Luna.
“Cape– Mas cape juga ya?” tanya Luna balik mengkhawatirkan kekasihnya.
“Iya laaah! Pake nanyaaa!!” Dira menarik tangan Luna menuju kawasan food court, wanitanya kadang terlalu lemot untuk mengetahui apa yang diinginkannya saat ini.
Luna terkekeh, dia merangkulkan tangan di lengan kekasihnya. Dia menoleh dengan senyuman membuat Luna sepertinya harus menghindar sebelum mengidap penyakit diabetes.
“Makan apa, Yang?” tanya Dira menoleh pada Luna saat keduanya telah berada di kawasan yang khusus menjual berbagai macam menu makanan baik masakan luar maupun masakan nusantara. “Jangan bilang terserah! Kalau iya– aku perkosa kamu pulang dari sini!”
“Hiii~” Luna menepuk bahu Dira, dia tidak menyangka ternyata cowok kalau lapar lebih rese dari cewek yang lagi PMS.
“Hmm…” Luna mencium bau rempah yang di goreng menggugah seleranya. “Ayam goreng ini!” Luna menunjuk salah satu stand dimana aroma itu menguar keluar dari sana dan terhirup olehnya.
“Oke, Sayang!”
Keduanya berjalan beriringan dengan perasaan yang riang gembira di tengah bunyi kriuk perut yang tidak bisa lagi di kondisikan.
Dira dan Luna duduk berhadapan, biasanya Luna bisa menduga dengan cepat apa yang akan dilakukan prianya setelah selesai memesan makanan. Ya, seratus buat anda! Dira kembali sibuk dengan ponselnya dan melakukan agenda push rank seperti yang sudah Luna pahami.
“Cih!” Luna mencibir kesal, ternyata sikap buruk kekasihnya masih tetap bertahan sampai detik ini. Luna bangkit sejenak, dia merasa kembali ingin buang air kecil. “Mas, aku ke toilet ya!”
“Ngapain?”
“Ngopi!”
“Serius? Kamu kok jorok!”
“Eeerr!” Ingin rasanya Luna menjambak rambut tebal dan hitam Dira saat ini juga. “Ya nggak lah, Bambang!”
“Siapa itu Bambang?” sungut Dira tersulutkan emosi kecemburuan yang tidak pada waktunya.
“Haish!” Luna menghela nafas berat. “Aku cuma mau pipis, Sayang! Mau ikut?”
“Ayuk!”
“Ndasmuuu!!”
Luna tidak ingin lagi menanggapi pemikiran Dira yang makin kesini makin kesitu. Dia meninggalkan kekasihnya dengan wajah kesal dan berjalan buru-buru. Luna sungguh membuang waktu disaat dia kebelet. Semoga dia tidak mengompol, karena sekarang, entah mengapa dia tidak bisa menahan rasa ingin terus buang air kecil sedari mereka datang di mall itu.
“Apa aku kedinginan sampe terus minta pipis melulu, ya?” Luna menatap pantulan dirinya di cermin. Rasanya, dia tidak ingin percaya bahwa kali ini, merupakan kehidupan keduanya. Gegas Luna kembali menuju meja dimana kekasihnya masih setia menunggu atau sebenarnya kesempatan bagus untuk kembali fokus dengan game kesayangannya.
Sejujurnya, baik sekarang maupun dulu– Luna tidak peduli pada kesenangan Adira pada permainan game online, PS, atau apapun itu. Hal yang paling penting adalah kekasihnya juga harus sama seperti dirinya. Dira tidak boleh ikut campur atas kesenangannya. Luna paling senang membaca komik dan novel online. Dia juga senang menghabiskan waktu dengan menonton anime kesayangan atau drama kesayangan, dan yang utama– Luna paling senang berfoya-foya dengan teman-temannya.
Luna tahu, Dira paling tidak suka dengan kebiasaannya yang satu itu. Bukan karena menghamburkan uang, tapi juga membuang waktu percuma. Itu alasannya, setelah mereka resmi pacaran, waktu Luna semakin tersita dengan indehoy berdua saja dengan pacarnya. Sometime, Luna selalu mencuri-curi waktu hanya untuk kembali memiliki waktu bersenang-senang dengan temannya.
“Lama amat!” Luna disambut protes singkat kekasihnya. Pria itu tengah menekuk wajahnya menatap Luna tajam.
“Eh? Kan biasa juga Mas sibuk main game? Ngapain nungguin aku pipis!” Luna balik mengoceh, Dira menggelengkan kepala melihat respon kekasihnya.
“Lagian– kamu kok pipis terus dari tadi?”
Deg!
Luna telah duduk di kursinya, dia menatap nanar ke arah kekasihnya yang sudah menunjukan raut serius. Pria itu meletakkan ponsel dan seluruh atensinya mengarah pada Luna saat ini.
“Ya bagus kan? Mungkin tubuh aku sedang mendetox, makanya aku pipis mulu! Di banding di tahan jadi batu? Bagus kalau jadi batu permata, aku bisa jadi sultan instan! Lah ini, malah jadi batu ginjal tar! Gimana, hah?”
Dira melongo dengan kekuatan kecerewetan kekasihnya, dia kembali menggelengkan kepala. Tak lama tangannya menggenggam tangan kekasihnya. “Aku kan gak mau jauh-jauh sama kamu!”
Deg!
Again?
Kejiwaan Luna seolah dihantam keras oleh kenyataan prianya yang tidak wajar bahkan terasa menyeramkan sekarang. “Mas?”
“Hm?”
“Mas over dosis obat apa?”
“Hah?” Dira mengerutkan kening dengan wajah kebingungannya. “Aku gak sakit, ngapain minum obat? Kamu nih aneh!”
“Tiba-tiba romantis, tiba-tiba perhatian, tiba-tiba berani ini dan itu, sungguh semua itu di luar Nurul!”
“Siapa Nurul, tadi Bambang sekarang Nurul! Ckck…”
“Tetangga sebelah!”
“Ngapain bawa tetangga sebelah, jangan bilang dia pacarnya Si Bambang!”
“Aaarkk!” Luna memekik lirih tertahan, dia harus banyak menyebut amit-amit jabang babu dengan kelakuan kekasihnya yang benar-benar semakin kesini semakin kesitu!
Luna menutup wajah seraya menggelengkannya cepat, depresi lama-lama memiliki kekasih limited edition seperti Adira Renald ini. Ganteng sih ganteng, tapi kelakuannya subhanallah... Ya lumayan sih dibanding kelakuan Luna juga yang astagfirullah!
Untung saja makanan cepat datang, jika tidak– Luna yakin kekasihnya akan berubah menjadi makhluk jadi-jadian yang mengaduk emosinya. Luna menatap berbinar pada masakan di depan matanya, dia sungguh tidak sabar. Tanpa diketahui olehnya, Dira terus memperhatikan lekat kekasihnya itu.
“Kamu kok kayak lagi ngidam gitu liatnya?”
“Eh?”
Datang lagi godaan iman Luna, baru saja dia pikir kekasihnya tidak akan membuatnya kesal, eh, ternyata! ‘Mulai lagi, dah!’
“Bagian dari mananya aku terlihat sedang ngidam, Mas?” tanya Luna geram.
“Tuh, ilermu netes!”
“Hah!” Spontan Luna mengusap bibirnya, padahal tentu saja dia tidak mungkin sampai sebegitunya. “Aaarghh!!” Luna tidak tahan, dia memukul tangan Dira yang masih berada di atas meja.
“Aduuuh, sakit Ayang ih!” Dira menarik tangannya dan mengaduh, kekuatan Luna ternyata bukan main jika tengah kesal.
“Kesal! Pokoknya, semua ini– Mas yang bayaaar!”
“Iya– iya… Ya udah, makan pelan-pelan, awas keselek tangan!”
Inginnya Luna menumpahkan kuah sayur asam di wajah tampan kekasihnya, tapi dia tetap masih dalam batas kewarasannya. Salah-salah wajah kekasihnya berubah jadi seperti Suneo kan bahaya! Tidak bisa lagi dia pamer pacar ganteng!
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments