Keduanya telah menghabiskan seluruh porsi sarapan pagi mereka. Adira kembali menatap kekasihnya lekat, segaris senyuman terpetakan jelas di wajah rupawannya. Luna menoleh lalu kembali membuang wajah menutupi rona merah yang ikut menyerangnya sekarang. ‘Ah, shibaaal! Dia benar-benar tampan, gimana hati ini bisa teguh melepasnya. Huhu!’
“Pppfftt!” Dira menahan tawa dengan tingkah malu-malu Luna. Padahal, Dira paling tahu, seliar apa gadis itu jika sudah memimpin permainan di atas tubuhnya. “Kenapa tiba-tiba cuti, hm?”
Luna menoleh pada kekasihnya, gadis itu telah menaruh peralatan makan kotor mereka. “Aku sudah bilang, aku kesiangan! Dibanding potong gaji mending cuti sekalian!” cicit Luna menjelaskan tanpa jeda.
“Kamu begadang semalam?” tanya Adira datar tapi penasaran, hal apa yang membuat gadis workaholic itu mendadak jadi pemalas.
Luna terdiam dan mengerutkan kening berpikir keras. ‘Mana gue tahu, Bambang! Gue gak mungkin bilang gue kesiangan karena baru datang dari masa depan, bisa bikin you koma! Hiisshh— kenapa pula aku harus jatuh cinta sama doi? Oh iya, dia ganteng!’
Luna terus bermonolog dalam benaknya dan mengabaikan pertanyaan kekasihnya. Luna bahkan lupa, sejujurnya– semalam Dira memutuskan hubungan mereka kembali.
‘Syukurlah, dia tidak membahas aku memutuskan hubungan semalam. Berarti, kalau dia ngambek aku kasih servis aja biar dia lupa, hehe…’ Dasar otak cabul, Dira berpikir yang iya-iya akan kemungkinan perubahan sikap Luna sekarang padanya. Adira bangkit dari tempat duduknya dan segera memeluk kekasihnya dari belakang.
“Aaarrgh! Maaas!” Luna sontak terkejut, dia sedang asik melakukan streaming drama sendiri dalam alam pikirannya, kekasihnya justru membuyarkannya.
“Mumpung sama-sama cuti, enaknya ngapain, Yang?” bisik Dira lirih dan mengecup bahu polos terekspos Luna.
“Uugh, Sayaaang~” Luna merintih saat kekasihnya kembali kesurupan reog ponorogonya. Itu artinya, prianya tengah turn on!
Tangan besar Dira sudah mulai menjalar kesana-kemari, entah apa yang dicarinya. Tak lama tubuh Luna di baliknya dan dia segera meminta jatah vitamin c pada kekasih yang selalu menuruti kemauan atas hasrat terlarang mereka.
Iya benar, Luna begitu pasrah, mereka akhirnya berpagutan mesra, walau merutuk dalam benaknya. Luna tidak menampik dia benar-benar menyukai skinship dengan pria yang sudah dicintainya selama delapan tahun lamanya.
Deg!
Luna memiliki perasaan lain saat ini, dia mendorong tubuh kekasihnya dan segera berlari menuju kamar mandi.
“Hoeeek! Hoeeek!”
Tidak hanya Luna yang merasa tidak nyaman, kekasihnya langsung merubah mimik wajahnya menjadi pucat saat ini juga. “Sayang–”
Dira ikut mengekor dan menunggu Luna di balik pintu toiletnya yang tertutup rapat. Walaupun tertutup, Dira bisa dengan jelas mendengar bahwa Luna tengah muntah sekarang. “Sayang, kamu beneran sakit ya?”
“Hoeeek!”
Luna bersimpuh di toilet dan mengeluarkan seluruh sarapan paginya. “Aaaahh, Shiiit!”
Luna menekan perutnya. Dia sudah berpikiran yang buruk sekarang. “Oh Tuhan!” Luna menutup mata dan emosinya langsung meluap, dia menangis sejenak sampai suara ketukan pintu membuyarkan kesedihannya.
“Sayaaang? Kamu jangan bikin aku khawatir! Aku dobrak, loh!”
Suara melengking Dira membuat Luna bergegas bangkit dan membersihkan dirinya dengan cepat.
Ceklek!
“Sayang!”
Luna disambut dengan sikap impulsif Dira yang terlihat begitu mengkhawatirkan dirinya. “Kamu kenapa? Kok tiba-tiba muntah? Kita ke dokter sekarang ya?”
Rentetan pertanyaan Dira seketika membuat kepala Luna seolah berputar hebat. Luna menatap kalender di nakas. ‘Aku belum menerima menstruasiku–’
“Aku baik-baik saja, Sayang!” Luna langsung berakting dan memeluk Dira cepat sebelum pria itu mencurigainya. “Aku semalam begadang, jadi– sepertinya aku masuk anjg!”
Plaaak!
“Masuk angin!”
“Iya itu, hehe…”
Luna memang paling senang bercanda dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Walau demikian, Dira tentu saja tidak percaya begitu saja. Jelas tidak, dia sudah menikmati Luna hampir sebulan full tanpa jeda. Sungguh aneh, biasanya aktivitas ranjangnya akan mengalami gangguan dimana ibu negara mengalami siklus periodnya.
“Ya sudah, kamu duduk ya… Nih, minum!” Dengan lembut Dira menyodorkan Luna segelas air mineral.
Luna menatap nanar ke arah gelas lalu bergantian menatap kekasihnya. ‘Mengapa saat aku ingin berpisah, adaaa aja gangguannya!’
Luna menenggak habis air yang dipersiapkan kekasihnya. Setelah selesai, Dira kembali menaruh gelas kosong di meja dan menggendong cepat kekasihnya ke ranjang.
“Aaargh! Maaas–” Luna menjerit karena terkejut, dia mencengkram kencang bahu kekasihnya. ‘Aku ingat, bulan ini timbanganku naik dua kilo! Sungguh memalukan jika dia menyadarinya… Huhu…’
“Kamu berat ya sekarang!”
Tepat sasaran!
Luna harus rela menghadapi body shaming dari kekasihnya. “Iya aku berat, turunkan aku!”
“Hehe…”
Perlahan Dira menurunkan tubuh Luna yang mulai terasa berisi, tatapan matanya terkunci pada perut Luna. Ingin rasanya dia mengetahui lebih cepat kemungkinan terburuk yang sedang dialami kekasihnya. “Kamu juga buncitan sekarang ya?”
Jleeeb!
“Pergi sanaaaa!!”
“Hahaha…”
Dira sungguh senang, hanya Luna yang bisa mengusir gundah gulana tidak jelasnya. Perlahan Dira juga mengusap lembut wajah cantik kekasihnya, walau tanpa make up seperti saat berangkat bekerja. Luna tetap cantik paripurna sekarang, kecupan penuh kasih sayang mendarat di kening Luna. Gadis itu terdiam seketika, ada gelenyar aneh menyusup dalam benaknya. Tiba-tiba dia sangat ingin menangis saat ini juga. Sekuat tenaga Luna tidak menjatuhkan air matanya. Namun, dia tidak bisa, kata yang terucap dari mulut kekasihnya sudah meruntuhkan pertahanannya.
“Maafkan aku, Sayang… Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin kamu sakit atau terluka sedikitpun… Kamu sakit, aku juga bisa merasakannya!”
Luna memeluk Dira erat, menenggelamkan wajah dan menutupi air matanya. Walau demikian, Dira tahu, Luna tengah menangis, tubuhnya bergetar hebat.
“Luna—” Dira memanggil kekasihnya lirih. Luna tidak ingin bergeming, dia hanya terus mengeratkan pelukan dan kembali menangis semaunya.
‘Aku yakin aku hamil sekarang, entah kapan aku lupa… Tapi, aku ingat– bulan-bulan ini aku dinyatakan hamil setelah sebulan aku tidak menerima menstruasiku! Aku harus apa? Jika aku jujur– aku akan mengulangi masa depanku. Pria ini akan menikahiku!’
Again–
Luna bermonolog dalam benaknya, dia yang sudah melalui masa lalu kelamnya seolah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Jika saja sikap Adira tidak berubah seperti barusan, Luna dengan mantap ingin mencoret pria itu dari hidupnya sekarang. Dengan demikian, permasalahannya mengerucut sisa kehamilan yang tidak diinginkannya itu.
Luna telah selesai dengan isak tangisnya, dia melonggarkan pelukan. “Maaf–”
Dira menunduk mengangkat dagu kekasihnya. “Kenapa minta maaf, hm?”
“Aku bikin basah baju Sayang, tadi aku gak sengaja elap ingus disitu!”
Sekuat tenaga Dira tidak memaki Luna atas kondisi mereka sekarang. Namun, tetap saja Dira begitu gemas dengan kekasihnya. “Sini kamu ya!!”
“Aaargghh, hahaha!”
Dira menggelitik pinggang kekasihnya, mereka terbahak bersama, sungguh di luar prediksi BMKG.
“Btw, Mas kesurupan ya?”
“Hah?”
“Kok tumben, pria kulkas hemat kata gue mendadak sok romantis dan perhatian! Jangan bilang ada udang di balik bakwan!”
“Ha… Ha… Ha…!” Dira tertawa mengejek kemudian mencubit hidung Luna gemas.
“Aarrgh! Aku gak nafas nanti!” Luna mendorong tubuh Dira agar melepaskannya.
“Sini aku kasih nafas buatan!”
“Maunya!!” Luna menghindari gerakan tubuh Dira yang semakin dekat. “Mesum banget sih, Yang!” Luna mengeluh dan memukul tubuh kekasihnya yang kembali memeluknya erat.
“Biarin! Kamu kan pacar aku, wajar mesum sama kamu! Masa aku harus mesum sama pacar tetangga!”
Ingin rasanya Luna menggigit kekasihnya sampai dia pingsan. Sejenak Luna merasakan ketenangan, dia balas memeluk Dira dengan angan yang kembali melayang. Gadis itu sejatinya sudah hidup selama delapan tahun dengan kekasihnya. Sangat wajar jika dia benar-benar nyaman dan terbiasa dengan harum juga postur tubuh suaminya. Bagi Luna, Adira adalah rumah tempat dimana dia menyandarkan seluruh harapan dan hidupnya. ‘Apakah aku benar-benar sanggup berpisah dengannya? Aku telah terbiasa hidup dengannya bertahun-tahun–’
Luna benar, dia telah mengarungi suka duka pernikahannya selama delapan tahun lamanya. Baginya, Dira selalu bisa menghadirkan cinta di setiap kali mereka berselisih paham. Luna kembali merasa dilema. Hanya karena terakhir kali dia berselisih, Dira sudah kelewat batasan. Jika ingat hal itu, Luna kembali geram dan ingin segera mengakhiri hubungannya.
‘Kali ini, tidak ada ikatan pernikahan antara aku dan juga kekasihku. Kalau mau putus-putus aja! Tidak akan ada pikiran bersalah karena–’
Luna tak sadar tengah memegang perutnya, dia menyentuh perlahan dan sedetik kemudian dia terkejut saat tangan besar kekasihnya ikut menyentuh perutnya. Tangan besar itu kini beranjak menggenggam tangannya.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” bisik Dira di celah leher kekasihnya. “Apa kamu hamil, Sayang?”
Jedeeeer!
Rasanya, Luna seperti disambar geledek di siang terik, walau dia tidak tahu bagaimana rasanya disambar geledek, mungkin seperti keadaannya kali ini. Luna mendongak dengan wajah pucat pasinya, dia melihat kekasihnya begitu tenang, damai, sentosa, dan mesum jangan ketinggalan. ‘Aaaah, shibaaal saekkiya!!’
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments