“Sudah nangisnya?”
Dira masih setia menemani kekasihnya yang masih terisak pilu dalam dekapannya. Dengan perlahan tanpa ingin menyela atau menyalahkan, Dira justru mengusap lembut punggung wanitanya agar tenang. “Pegel nih, Yang!”
Tubuh Luna kembali bergetar hebat, bukan karena tangis melainkan karena terkekeh dengan ucapan Dira yang makin kesini makin terlihat seperti komedian dibanding jadi Presdir sok angkuhnya.
Luna melonggarkan pelukan dan dengan cepat menyeka wajahnya yang basah. “Maaf, perasaanku tiba-tiba–”
Dira kembali membingkai wajah Luna yang sembab, gadis itu menggantung kalimatnya menatap nanar pria yang sudah memporak-porandakan perasaannya.
“Aku yang minta maaf, selama ini– aku brengsek!”
“Lah itu ngaku!”
“Hahaha!”
Dira terbahak setelah melihat wajah Luna yang kembali bersinar. “Sayang,”
“Hm?”
Luna menatap Dira dengan senyuman manisnya, tak lama senyuman itu memudar saat Dira menunjukkan kantong kresek dengan logo salah satu toko obat yang tadi siang mereka mampir kesana. “Ini–”
“Obatku?” tanya Luna menelan ludah.
“Ya, juga–”
Dira berucap sedikit tersendat, dia merasa bingung, dia juga takut respon Luna yang bisa saja menolak saat ini juga. “Luna… Aku hanya ingin memastikan!”
Deg!
Luna terbelalak saat Dira menunjukkan sebuah alat yang sudah dihafal Luna sekarang. Benda yang dengan jelas bisa membongkar kebohongannya saat ini. “Apa ini, Mas?”
“Test Pack!”
“Buat apa?”
Luna terus berkilah, dia tidak ingin lebih jauh lagi membual atau mungkin tidak bisa lagi membual kedepannya.
“Aku ingat sekarang, aku mungkin menghamilimu.” Dira tercekat sejenak, dia mengangkat kedua tangan Luna yang sudah lemas seluruh badan. “Kamu ingat, dua minggu yang lalu saat di Laguna? Aku melakukannya tanpa–”
“Ba-jingan!”
Dira sontak terkejut dengan kalimat kasar Luna yang menusuk perasaannya. “Luna–”
“Kamu sengaja, bukan?” Luna kembali menjatuhkan air mata dan menarik kedua tangannya. Gadis itu juga beringsut mundur tidak ingin disentuh oleh pria brengsek di depannya.
“Luna, dengarkan dulu penjelasanku! Aku tidak–”
“Cukup!!” Luna menghentikan omongan kekasihnya, kepalanya sudah berdenyut sangat kencang dan membuatnya tidak tahan saat ini. “Keluar dari sini sekarang juga!”
“Luna…”
“Keluaaar!!”
Luna menjerit dan memaksa Dira keluar dari rumahnya. Dira terpaku tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Dia tidak menyangka bisa serumit ini jalan hidupnya hanya karena dia tidak bisa mengontrol gejolak hasratnya.
“Maafkan aku Luna… Hal yang harus kamu ketahui, aku ingin bertanggung jawab, terlepas dari kamu hamil atau tidak, aku tetap akan menikahimu!”
Bruuuk!
Tubuh Luna luruh di lantai, dia begitu kalut dan kembali meraung menangisi nasib hidup kedepannya. Dira mendekat dan kembali mencoba menenangkan wanitanya. Sayangnya, Luna tidak mengijinkan. Akhirnya, Dira memilih mengalah dan pamit pulang. “Sayang, besok aku datang menjemputmu… Aku akan mengantarkan kamu bekerja… Ini–”
Dira menaruh test pack di atas nakas kekasihnya. “Aku harap, kamu mau menggunakannya dan kita bisa memikirkan apa yang harus kita lakukan kedepannya. Semua untuk kebaikan kamu…”
“Huhu…”
Luna tidak lagi ingin menanggapi kekasihnya, dia terus menangis menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia justru berharap mati saja dibanding harus kembali mengalami peristiwa memalukan ini untuk kedua kalinya!
* * *
Keesokan harinya…
Luna menatap pantulan dirinya di cermin rias satu-satunya yang ia miliki. Luna bangun dini hari, walau sejujurnya dia tidak bisa tidur dengan benar. Dia menumpahkan seluruh masalahnya di atas sajadahnya. Dia meminta petunjuk dan memohon ampunan pada sang pemilik alam semesta.
“Huh…” Luna menghela nafasnya, dia menatap test pack yang benar-benar menunjukkan dirinya tengah hamil saat ini. “Aluna– apa kamu akan membenci Ibu di Surga?” Luna refleks mengatakan kalimat yang sudah mengisyaratkan rencana gelap yang akan dilakukan kedepannya.
Dengan wajah yang datar Luna memasukkan kembali alat tes kehamilan dan membuangnya. Sudut matanya kini menatap alat tes kehamilan yang diberikan kekasihnya. “Maaf Mas, bukan aku tidak ingin. Aku hanya belum siap! Aku datang kemari untuk melenyapkan takdir sial ini… Aku tidak mungkin mengulang untuk kedua kalinya!” Luna mencelupkan alat itu ke air mineral yang ada di gelas.
Seperti yang diduga oleh Luna sebelumnya, hasil dari tes kali ini akan berada di garis invalid. Jika orang yang tidak mengerti tentu saja menganggap bahwa garis satu adalah negatif atau tidak sedang mengandung.
Tok— Tok—
Luna menoleh menatap pintu kamarnya, dia menghirup udara dalam dan membuangnya perlahan. “Kamu bisa Luna!”
Luna bangkit dan menyiapkan akting terbaiknya. “Pagi, Sayang!”
Dira sudah merespon dengan senyuman, tak lama pria itu merengkuh tubuh wanitanya segera. “Aku sangat rindu denganmu!”
Luna terdiam, dia tidak menyangka, ternyata Adira berubah banyak dari terakhir yang diingatnya. ‘Dulu, kami tidak seperti ini rasanya… Kenapa di kehidupan kedua ini seolah terasa begitu berbeda?’
“Kamu gak kangen sama aku ya, Yang?”
“Kangen!”
Luna segera menjawab sebelum negara api menyerang. Dia juga menggelayut manja di leher kekasihnya, tak lama gadis itu mencium lekat harum tubuh pria yang paling dicintai di dunia ini.
“Yang… Jangan godain aku, loh!” bisik Dira lembut ikut mencium wajah kekasihnya. “Kamu jadi pake test pack kan?”
Luna terdiam, dia mendongak dan menunjukan senyum culasnya. “Ya, aku patuh pada keinginanmu, karena aku yakin… Aku tidak hamil!”
Deg!
Jantung Dira terasa seolah diremas kencang oleh tangan seseorang, dia tidak suka dengan pernyataan kekasihnya yang mengatakan dirinya tidak hamil.
Luna bergegas menunjukkan test pack yang Dira beli untuknya. “Mas percaya, kan? Aku sudah bilang, aku cuma masuk angin dan telat makan! Seperti biasa…”
Dira terpaku menatap nanar alat test pack di tangannya, dia benar-benar tidak senang dengan hasilnya.
“Garis satu itu artinya negatif! Kalau dua baru deh positif…” celetuk Luna mempersiapkan kebutuhannya sebelum keluar dari kamar. “Aku bingung denganmu, Mas…”
Luna menoleh pada kekasihnya. “Kita belum menikah, mengapa kamu seolah terlihat sangat ingin aku hamil di luar pernikahan! Apa kamu tidak tahu bahwa itu aib dan dosa besar?”
Dira meremas hasil test pack Luna dan membuangnya segera di kotak sampah. “Ya, sebaiknya aku segera menikahimu agar aku bisa cepat menghamilimu dengan legal!”
Deg!
Giliran Luna yang melongo dengan jawaban dingin Dira. Pria itu bahkan sudah meninggalkannya lebih dulu tanpa kata. Luna benar-benar dibuat bingung oleh sifat Adira saat ini. Bagaimana bisa, satu pria yang sama memiliki dua kepribadian yang berbeda!
“Ada apa dengannya? Mengapa dia begitu ngotot ingin menikahiku dan membuatku hamil?” Luna termenung sejenak sebelum akhirnya dia bangkit dan menyusul kekasihnya.
Dalam perjalanan dari kamar Luna menuju parkiran, pikiran Dira benar-benar berkecamuk hebat. “Bagaimana bisa hasilnya negatif!!”
Dira begitu kesal, dia memukul angin menguarkan emosi yang tidak bisa ditahan saking sesaknya. “Jalan ini memang salah! Tapi, jika dia tidak hamil duluan, bagaimana aku bisa membujuk keluargaku agar bisa merestui kami? Haaah!!” Dira menjambak rambutnya frustasi, padahal semalam dia sungguh telah besar kepala, dia meyakini hasil yang akan terpampang adalah positif.
Luna menaikan sudut bibirnya, dia melihat Dira tengah berada di atas motor dengan wajah yang muram. ‘Maaf, Mas! Kamu kurang berpengalaman dalam menjalani hidup yang keras sepertiku…’
“Maaf lama!” gegas Luna menghampiri kekasihnya dan langsung menaiki motor memeluk erat prianya. “Mas marah?”
“Kenapa aku harus marah?”
“Karena aku lama…”
Dira terdiam, dia pikir Luna akan kembali membahas mengapa hasilnya negatif, dengan demikian Dira masih bisa mengorek informasi dari kekasihnya yang kemungkinan sedang membohonginya. ‘Luna, jika benar kamu berbohong… Aku tidak tahu lagi apa aku bisa mempercayaimu kedepannya… Dan, hubungan ini—’
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments