NovelToon NovelToon

Dua Cinta Satu Hati

TERLAHIR KEMBALI

Disclaimer : Semua isi cerita murni karangan semata. Mohon maaf jika ada kesamaan nama, tempat, atau bahkan mungkin jalan cerita yang terasa menyindir. Semua murni hanya isi kepala othor semata. Cerita juga memiliki banyak bahasa kasar, tidak disarankan untuk orang-orang yang tidak open minded. Terima kasih ada yang mau baca cerita receh ini. Selamat membaca, selain bahasa kasar yang berterbangan, cerita ini juga banyak mengandung kekocakan belaka—

********************************************

Central Park, 2013. 07.30 AM, Kota B.

Dddrrr… Dddrrr… Dddrrr…

Luna terjaga dari tidur pulasnya, dia menyapu ranjang mencari benda yang bersuara nyaring membangunkan tidur lelapnya.

Tut!

“Lama banget angkat telepon doang!” rutuk seseorang di balik ponsel Luna.

Gadis itu terbelalak dan terjaga sempurna oleh sambutan panas di pagi harinya. ‘Mas Dira?’

“Halo! Lunaaa… Buruan kebawah, aku udah nungguin kamu lama banget!!”

Luna bangkit dari kasur dan terduduk sempurna, dia mengerjapkan kedua netranya berulang kali seperti tengah terjangkit penyakit mata. “Mas kenapa?”

Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Luna dengan wajah polos tanpa dosa.

“Kamu tanya aku kenapa?” sahut pria di balik ponsel Luna terdengar begitu marah. “Aku jelas kesal nungguin kamu keluar kosan dari tadi udah ada setengah jam, Naluna Maharanni!!”

Luna membuka mulutnya lebar, jika saja lalat atau nyamuk melintas mungkin bisa masuk kesana karena aromanya jelas tidak enak!

“Apa?!!” Luna kembali merespon dengan kalimat-kalimat bego seperti itu.

“Buruan, aku gak mau tau, ya Luna! Sebentar lagi kita akan terlambat masuk kantor!”

Tut!

Si pria menutup sambungan sepihak, Luna bisa merasakan pria itu teramat sangat marah padanya. “Alamak! Ada apa sebenarnya ini?”

Luna mengamati tempatnya berpijak saat ini. “What the fu-ck!” umpatnya lirih dengan memegang kepala menggunakan kedua tangannya.

Masih terasa segar diingatan Luna atau memang hal ini adalah yang dirindukannya sedari lama. Dia berada di salah satu kamar sewa yang menjadi saksi beratnya hidup Luna selama delapan tahun yang lalu.

Ddddrrrtt!

Ponsel Luna kembali berdering, gadis itu terpaku saat menyadari ponsel bobanya menyusut dan berubah wujud menjadi ponsel sungsang. Luna kembali menjawab panggilan dengan pikiran yang masih melayang-layang tidak karuan.

“Iya, Mas?”

“Naluna Maharanni…”

Luna menelan ludah saat bisikan suaminya terdengar seperti pria itu ada di belakang tubuhnya saat ini.

“Sampai kapan aku harus menunggu lama di bawah sini seperti orang bego, hah?”

Deg!

Luna terkesima dengan ucapan buruk suami yang sudah membersamai mereka selama delapan tahun lamanya itu. Seketika Luna ingat, semalam dia bertengkar hebat dengan pria itu. Pria yang selama ini terasa baik-baik saja, pria yang selalu lemah lembut pada istrinya, pria idaman para seluruh istri di dunia, ternyata—

“Maaf, Mas!” Luna mengucap lirih kalimatnya, mendadak pria di balik sambungan tak lagi terdengar merutukinya. “Aku kesiangan, aku ijin hari ini…”

Meskipun Luna tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya saat ini. Tapi, hal yang Luna sadari adalah– dia tidak berada di kamar besar yang sama seperti semalam saat dia pergi tidur. Luna juga sadar, dia seolah kembali menjalani kehidupan sebelum dia menikah dengan pria yang merutukinya saat ini.

“Mas bisa berangkat sekarang, sekali lagi aku minta maaf…” Luna mencoba berkata sebaik mungkin agar pria di seberang sana tidak merasa tersinggung.

“Apa?” Giliran si pria yang terdengar tidak percaya. “Kamu kok bisa kesiangan? Kamu sakit?” tanyanya terdengar mengkhawatirkan kondisi kekasihnya. “Kalau begitu, aku ke atas ya… Aku antar kamu ke dokter!”

Luna kembali terbelalak tidak percaya, pria yang jadi pujaan hatinya itu sebentar-sebentar macam singa, sebentar-sebentar macam kucing peliharaan yang menggemaskan. “T-tidak, Mas! Aku hanya kesiangan…”

“Sudah ya, Mas nanti telat loh… Aku tutup ya? Bye!!”

Tut!

Dengan cepat Luna menutup sambungan sepihak, debar jantungnya berdetak tidak karuan. Rasanya dia seperti tengah bermain kucing-kucingan dengan kekasihnya. Sedangkan, di luar sana kekasih yang bernama Adira Renald itu menatap ponsel dengan wajah kebingungannya.

“Ada apa dengannya? Tidak biasanya, perasaan semalam–” Dira sapaan akrab pria tampan itu mengerutkan kening mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Tiba-tiba senyumnya mengembang saat mengingat semalam dia dan kekasihnya terus memadu kasih yang terlarang. “Heh, Si Ratu Gila Kerja itu kesiangan dan mengambil jatah cutinya, aku rasa sebentar lagi hujan badai!”

Dira menunduk terkekeh dan memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Seketika otak mesum Dira menunjukkan dirinya kembali, dia tidak jadi berangkat bekerja. Pria itu justru menghidupkan motor biasanya dan keluar pekarangan tempat dimana Luna menyewa kamar petaknya menuju pujasera yang tak jauh dari sana.

* * *

Di dalam kamarnya Luna terlihat merenung dengan tatapan nanar ke depan. Dia juga menatap ponsel jeleknya sekilas. “Wait a minute!”

Luna menyambar kalendar di samping nakas tempat tidurnya. “Aaaarrrkk!!”

Luna memekik tertahan, tak lama air matanya keluar dengan tawa yang sudah tidak bisa lagi ditahan olehnya. “Haha! 2013? Seriously?”

Luna membolak-balikkan kalender, dia kembali memeriksa ponselnya, semuanya sama– hari ini menunjukkan bahwa Luna kembali lagi ke tahun dimana dia mengenal sosok Adira Renald yang sudah memberikannya dua pasang putra dan putri di kehidupan yang sudah dilaluinya.

“Hold on–” Luna memegang kepala setelah tertawa tidak terkendali, dia juga merubah mimik wajahnya menjadi serius. “Ini artinya apa? Ya– doaku terkabul dihidupkan kembali dan memperbaiki takdir tragisku! Hahaha… Terima kasih, Tuhaaan!” Luna terus melakukan sujud syukurnya. Dia juga lantas berjingkrak-jingkrak senang tidak karuan.

“Yeaaaay! I’m back baby! Haha...”

Tidak ada yang mengetahui bahkan kekasihnya sendiri, bahwa Luna yang hari ini merupakan Luna yang terlahir kembali setelah malam sebelumnya dia bertengkar hebat dengan suaminya.

“Eh, tunggu!” Luna kembali menghentikan tingkat impulsifnya. Dia mendadak kembali cemas, rasanya dia memang harus pergi ke dokter kejiwaan mengenai tingkahnya yang mencurigakan seolah seperti seseorang yang tengah mengidap bipolar anxiety.

“Btw– gue gak inget harus ngapain di tahun ini! Huaaa—” Sirna sudah kebahagian Luna saat ini, dia benar-benar lupa apa yang terjadi di tahun dan hari ini, sekarang ini… Semua hal sudah berlalu selama delapan tahun lamanya.

Selama menjadi istri seorang penerus Renald, Luna berhenti bekerja. Apalagi saat dia mengetahui kehamilan yang tidak diinginkannya sebelum dia menikah dengan kekasih yang menghamilinya. Kekasihnya justru memaksa Luna keluar bekerja dan langsung menikahinya tanpa bertanya pada kesiapan mentalnya selama ini.

“Ah, benar!” Luna menyambar ponsel saat otaknya mulai berfungsi. “Aku ingat aku bekerja di EPS, atasan ku Bu Lidya, sedangkan rekan kerja lucknutku, Sandra Larasati! Semoga nama kontak mereka tidak aneh, kapasitas otakku dalam mengingat sungguh minim!” Luna terus bermonolog seperti orang gila. Dia berbincang sendiri, tertawa sendiri, cemas sendiri, merutuk sendiri, terus seperti itu berulang kali.

Tring!

“Done! Satu masalah selesai… Sisa–”

Ddddrrrrttt!

“Baru kepikiran doi langsung nelpon, emang sehati sekali bestie satu ini!” Luna terkekeh girang saat nama yang akan dihubungi muncul lebih dulu di layar ponsel butut Luna.

“Halooo…”

“Naluna Maharani!!”

“Cih, salam dulu woy!”

“Assalamualaikum ya ahli kubur!”

“Ajg!”

Begitulah keduanya, bagai air dan minyak yang sulit menyatu dan barbar seperti preman pasar.

“Lu tuh ya pamali lafad Tuhan dimainin kayak gitu!” rutuk Luna mencibir. “Waalaikumussalam ya Babiii!”

“Lu juga sama kamfreeet!!”

Keduanya tergelak dengan saling mengumpat satu sama lain. “Lu dimana? Jam segini santai sekali belum keliatan di kantor, hah?” cerca sahabat Luna satu-satunya yang satu frekuensi dengannya.

“Owh, aku cuti!” sahut Luna datar tanpa dosa.

“Enak bener hidup lu, Nyet! Ini jumat, perempuan jahanam!”

“Hahahaha!!”

Luna begitu senang bukan main, dia sampai mengeluarkan air mata di pelupuk matanya. Dia pikir, dia tidak akan lagi merasakan kebebasan dan kebahagian yang selama ini dirindukannya. Semenjak menikah, Adira melarang Luna berhubungan dengan siapapun. Selain pria itu teramat sangat posesif, Luna sendiri tahu diri. Dia membawa aib yang bisa mencoreng nama baik tak hanya mengarah padanya. Namun, Luna juga sudah mencoreng nama baik keluarga besar, baik dari pihaknya bahkan dari pihak mertuanya yang ternyata merupakan salah satu keluarga terpandang di negaranya.

Bersambung…

SAKIT HATI

Singkat cerita Luna memohon pada rekan kerjanya untuk membantunya dalam pekerjaan sehari ini. Luna begitu senang, akhirnya dia kembali merasakan apa yang selama ini diperjuangkannya mati-matian. “Setidaknya, aku tetap hidup!”

Luna bangkit bergegas membersihkan dirinya, dia ingin memperbaiki diri, memperbaiki hidupnya agar tidak mengalami hal yang sama seperti delapan tahun yang sudah dilewatinya.

Luna menyalakan shower, dia membiarkan air menjatuhi tubuhnya dengan deras. Kedua netranya menutup sempurna. Dia memutar kembali kejadian semalam, bagaimana dia bisa kembali saat ini, dia sendiri tidak yakin mengapa semua bisa semustahil ini.

Flashback semalam…

Kediaman Renald Kedua, 2021, 07.00 PM, Ibu Kota.

Hari ini adalah puncak dimana Luna benar-benar membuat suaminya Adira Renald sangat marah. Sebelumnya, Luna bersikukuh untuk diizinkan kembali bekerja, dia teramat sangat bosan dengan hidupnya. Memiliki dua buah hati membuat Luna memiliki beban pikiran tersendiri. Lelah menjadi seorang ibu rumah tangga menjadi alasan Luna ingin kembali bekerja. Tidak hanya itu, hidup Luna terasa tidak bahagia, entah dimana salahnya.

“Persetan denganmu, Luna!!” maki Adira keras di ambang pintu menunjuk wajah Luna dengan raut wajahnya yang berang. “Suamimu baru pulang bekerja, bukannya menyambutku, kamu malah menyulutkan emosiku!!”

Plaaak!

Untuk pertama kalinya Luna menerima kekerasan fisik dari suaminya. Selama delapan tahun mereka membina rumah tangga, Dira selalu memperlakukannya dengan baik. Meski demikian, pria itu memang terkadang tidak peka dengan apa yang sebenarnya Luna inginkan sejauh ini.

“Jika kamu bersikeras ingin tetap bekerja, pergi sana! Keluar dari rumahku, dan jangan harap bisa membawa Aluna dan Adniaka!!” Dira memasuki rumah dengan perasaan dongkol, dia juga bahkan tidak peduli dengan kekerasan yang barusan dilakukan terhadap istri yang dicintainya selama ini. Luna benar-benar sudah melanggar batas kesabarannya sebagai pemimpin rumah tangga.

“Huhuhu…” Luna menangis tergugu menutupi wajah dengan kedua tangannya. Selain hatinya yang hancur, fisiknya juga terasa perih terkena tamparan yang cukup keras dari tangan besar suaminya.

Luna menoleh dan menatap punggung bidang suaminya yang mulai menjauhinya.

Praaang!

Adira bahkan dengan arogan menjatuhkan beberapa dekorasi dan juga vas bunga di tengah ruangan. Adira benar-benar sudah di ambang batas emosi yang selama ini selalu di tahannya.

Dengan menekan dadanya kuat, Luna semakin yakin dia ingin mengakhiri pernikahannya dengan Adira Renald yang dulu membuatnya menyerahkan segalanya walau sebelum waktunya. “Aku sungguh menyesal, Mas!”

Luna menyeka air matanya cepat, dia tidak ingin lagi menangisi hidupnya. Wanita itu lantas membersihkan kekacauan yang terjadi disebabkan suaminya yang mengamuk tanpa alasan jelas. Walaupun jelas-jelas salah satu alasan terbesarnya karena Luna selalu ngotot untuk kembali bekerja.

Samar terdengar percakapan pilu dari dalam kamar anak-anak yang menangis membujuk ayahnya untuk berbaikan dengan ibu mereka. Luna luruh seketika, dia tidak bisa membayangkan jika suaminya tidak mengizinkan dirinya melihat dua buah hatinya. “Kamu sungguh jahat, Mas! Huhu…”

Luna telah siap merapikan kembali keadaan dalam rumahnya, dia bergegas memasuki kamar dan mengemasi barang-barangnya, keputusannya sudah bulat. Dia akan mengurus perceraian mereka, toh barusan suaminya sudah mengusirnya. Itu artinya, Dira sudah menjatuhkan talak padanya.

Di sela merapikan barang miliknya, kepala Luna terasa seperti ditusuk ribuan jarum di waktu yang bersamaan. Dia memekik tertahan menahan rasa sakit yang mendera kepalanya. Di waktu yang sama, hatinya berdenyut perih seolah tengah tergores oleh benda tajam yang membuatnya berdarah tanpa terlihat.

“Sudah selama ini, dia bahkan tidak mencariku dan meminta maaf padaku!” lirih Luna mencoba bertahan dengan keadaannya. “Heh– kamu sungguh pria yang baik hati, Adira Renald! Luka ini akan aku ingat selamanya, aku berharap aku tidak dipertemukan denganmu saat itu… Mungkin aku tidak akan mengalami hal ini! Semua kesialan ini—”

Bruuuk!

Luna terjatuh dan mulai kehilangan kesadarannya, kepalanya sungguh seperti berputar tidak karuan. Wanita itu juga merasa kesulitan saat menghirup oksigennya. “Apa aku akan mati saat ini? Jika saja Tuhan memberikanku kesempatan kedua dan dihidupkan kembali di masa lalu— aku ingin memperbaiki semuanya, Ya Tuhan!”

“Aaarrghh… Aaarrghh!” Luna melenguh merasakan pergerakan di pusat tubuhnya. “Maas?!” sontak Luna terkejut saat dia melihat suaminya tersenyum dengan peluh yang bercucuran.

‘What the fu-ck!!’ rutuk Luna dalam batinnya. “Aarrghh, Maaas— bukankah kamu bilang ingin pisah?” tanya Luna lirih terbata mulai menikmati permainan kekasihnya.

“Aku tidak mau!” sahut Adira mantap terus menghentak. “Selamanya kamu hanya boleh jadi milikku, Naluna Maharanni!!”

Luna tidak sadar, saat terbangun sesungguhnya dia sudah tidak lagi berada di tahun yang sama. Dia resmi telah tersedot kembali ke portal masa lalu. Luna kembali tertidur pulas setelah pergumulan yang panas dengan yang dipikirnya adalah suaminya.

“Aku pulang ya, Sayang… Besok pagi, aku menjemputmu lagi!” Dira menyelimuti tubuh polos kekasihnya yang sudah tertidur pulas. “I love you so much!” bisik Dira di cuping telinga Luna dan mengecupnya perlahan sebelum benar-benar meninggalkan kamar kekasihnya seperti biasa.

Flashback off…

* * *

Luna telah selesai dengan mandi pagi yang terasa menyegarkan jiwa raganya. Hari ini merupakan momentum yang baik untuk mengubah takdirnya. Dia tidak boleh melewatinya begitu saja, seperti janjinya. Dia ingin mengubah semuanya jauh lebih baik, dia juga akan menghilangkan kehadiran kekasihnya Adira Renald.

Tok— Tok—

Luna menajamkan pendengarannya, dia menghentikan mengeringkan rambut basahnya dengan handuk kecil dan terdiam kembali mencerna.

Tok— Tok—

Benar saja, pintunya diketuk seseorang, Luna semakin gelisah, dia tidak tahu harus seperti apa. “Siapa itu?!!”

“Oh goodness!! Sumpah ya ini– harusnya gue dihidupkan lagi tuh lengkap dengan sistem ala-ala kayak di komik manhua! Kalau begini ceritanya, rugi dong! Eh, kurang ajar nih mulut!!” Luna kembali tersadar dengan kalimatnya yang tidak pernah bisa bersyukur.

Dengan ragu Luna terpaksa melangkah, dia lupa bahwasanya dia hanya mengenakan handuk menutupi bagian sensitifnya saja. Gadis itu membuka perlahan pintu kamar sewaannya, dan menutupi tubuhnya di balik pintu. “Mas Dira?!!”

Wajah Luna pucat seketika, tidak hanya itu, pria itu terlihat begitu menggoda seperti biasanya. ‘Aaarghh, tolong… Otak nistaku ini emang sialan banget dah!’

“Kok kamu lihat aku kayak lihat hantu gitu sih?” rutuk Dira kesal membuat Luna semakin salah tingkah.

“Kok Mas kesini? Kesiangan dong?” celoteh Luna mengabaikan pertanyaan sebelumnya.

“Iya, gara-gara kamu!”

“Hah?”

Adira terkekeh melihat ekspresi kekasihnya yang selalu membuatnya gemas semakin hari. “Kamu bener-bener aneh deh hari ini! Bukannya nyuruh aku masuk malah kek patung di situ!” Adira kembali merutuk menyadarkan Luna.

“Aih, itu—” Dengan terpaksa dan entah bagaimana Luna begitu patuh membuka pintu mempersilahkan pria yang saat ini hanya berstatuskan pacarnya memasuki kamar pribadinya.

Adira masuk dan menaruh bungkusan yang dibawanya. Dia menoleh ke arah Luna dengan mengerutkan kening. “Kamu ini kenapa sih?”

“Hah?” Luna masih berdiri dibalik pintu, dia bahkan belum menutupnya. Luna masih asik menyembunyikan diri disana.

“Bukannya nutup pintu malah bengong!”

Entah mengapa, Luna baru menyadarinya atau memang pura-pura tidak menyadarinya. Ternyata, pria yang jadi kekasihnya itu memiliki mulut yang pedas. Selain yang Luna ingat hanya sikap dingin Adira di muka umum, ternyata sisi lain pria yang Luna pilih menjadi suaminya itu memiliki kata yang menusuk dalam relung jiwanya.

Adira mendekat dan menarik paksa pintu kamar, dia menutup serta menguncinya. Luna semakin terbelalak dan menelan ludahnya berat. ‘Si Mesum ini, aku harus waspada!!’

Bersambung…

KONFLIK TERSELUBUNG

Memiliki nama lengkap Naluna Maharani, Luna sapaan akrab gadis yang baru saja mengalami perjalanan waktu itu, saat ini baru menginjak usia dua puluh tiga tahun. Usia yang sudah dikatakan dewasa untuk mampu memilih jalan hidupnya sendiri. Dua tahun yang lalu, gadis itu keluar dari kediaman besar dan memilih untuk hidup mandiri di kota B.

Luna bekerja selama satu tahun lebih di salah satu perusahaan multinasional EPS Ltd. Siapa menyangka, Luna bisa menemukan tambatan hati di kantor yang sama. Pria itu bernama lengkap Adira Renald yang selalu di panggil Mas Dira oleh Luna. Belum genap setahun pacaran, keduanya sudah bablas melakukan hubungan terlarang. Bukan masalah pergaulan bebas yang membuat mereka terjebak dalam lubang dosa besar itu. Semua semata karena keduanya yang tidak bisa menahan gejolak hasrat mereka yang besar.

Selama memadu kasih delapan bulan lamanya, Luna memiliki karakter ceria, apa adanya, juga bermulut kasar. Di balik semua sikap yang tidak di sukai Dira, Luna juga merupakan pribadi yang baik hati, tidak sombong, tidak gemar menabung dan yang paling penting adalah Luna mampu membuat Dira puas luar dalam, atas bawah dan berbagai macam gaya pacaran mereka yang di luar prediksi antariksa.

Luna sendiri tidak begitu pintar dalam hal memilih pasangan. Baginya, ada yang mau dengannya sudah bersyukur. Apalagi Adira adalah sosok pria tampan incaran seluruh populasi gadis di EPS. Walau terlihat sederhana, pria itu memiliki vibe seolah CEO dengan sifat dingin kulkas sepuluh pintu dengan kearifan lokal. Pria itu juga memiliki sisi misterius yang tidak suka mengumbar kehidupan pribadinya. Apalagi jika Luna dalam mode ghibah mode on, Adira akan menutup perbincangan dengan Wabillahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

“Kamu sakit, Sayang?” Adira mendekat dan mengusap wajah Luna yang mematung di dinding kamar.

“T-tidak…” jawab Luna terbata dengan posisi tangan menyilang.

Dira menaikan sudut bibirnya, dia mengerti maksud dari sikap Luna sekarang. Memang benar, selama ini Adira baru ketahuan mesum setelah menjadi pacar. Bukan salah dia sebenarnya, kucing mana yang menolak ditawari Ikan sepanjang hari.

“Lalu– kenapa sikapmu seperti ini, Sayang? Aku jadi khawatir…” Dira semakin menjadi menggoda kekasihnya dan mengungkung tubuh molek Luna di batas dinding.

Glek!

“Aku–” Luna menghindari bertatapan langsung dengan sorot mata tajam kekasihnya. “Aku pake baju dulu ya!” Akhirnya Luna menyadari dan mendorong tubuh Dira sekuat tenaga.

“Gak pake juga gak apa-apa, aku malah suka!” tukas Dira datar dengan menaikan sudut bibir membuat Luna membuka mulutnya lebar.

Plaaak!

“Mas, mesum banget dah!” rutuk Luna setelah memukul tangan kekasihnya.

“Lah, kamu tuh lucu! Mesum ama cewek sendiri kan gak masalah…”

Ingin rasanya Luna mendorong tubuh Adira ke tebing, emang dasar, Luna begitu bodoh baru menyadari bahwa Dira mungkin tipe cowok red flag yang harus dijauhi secepatnya.

“Iya– iya… Tapi, sekarang aku ganti dulu ya… Aku lapaaar!” rengek Luna membuat Dira semakin terkekeh.

“Main sebentar yuk, Yang!” bisik Dira kembali membuat Luna takjub sekaligus meremang.

“Main ndasmu!!” Luna mengumpat kasar dengan mendorong sekuat tenaga tubuh Dira hingga berhasil keluar dari sana. Dira terkekeh senang, mengusili Luna adalah jalan ninja moodbooster harinya.

Luna kembali memasuki kamar mandi setelah menyambar pakaian yang sudah dipersiapkannya. Sungguh nasib badan, setelah setengah mati ingin menghindar, prianya justru terlihat menempel seperti hansaplast!

Dengan telaten Dira menaruh bubur ayam kesukaan Luna di mangkuk yang tersedia. Pria itu menata makanan yang dibelinya. Selain Luna gila kerja, gadis cantik itu juga tidak tahu apa itu menjaga kesehatan. Selama ini, Dira juga bertugas menjadi petugas kesehatan dan pakar serta ahli gizi yang tidak dibayar justru membayari Luna. Pria itu akan sangat kesal jika Luna memilih membelanjakan gaji UMR-nya untuk membeli tas kremes atau tas luispuitong dibanding memilih makanan sehat. Ujung-ujungnya, Luna malah memborong mie instan sebagai pengganjal perut.

Luna telah selesai, dia mendekati Dira yang tengah menunggu dengan sabar kekasihnya. “Aaarh, Bubur Ayam kesukaanku!!” Luna memekik girang.

Memang benar, selama tinggal di kota B, Luna paling senang dengan sarapan bubur ayam di pujasera yang berada tepat di seberang kosannya. Beruntungnya, kekasihnya itu tahu apa yang jadi makanan kesukaan Luna.

“Mas kok bisa tahu sih aku pengen makan bubur ayam?” Luna lupa kalau dia harus menghindar. Dia malah menggelayut manja dalam pangkuan kekasihnya.

“Apa sih yang aku gak tau dari kamu?” canda Dira mencubit hidung kekasihnya gemas.

“Aarghh!” Luna menjerit sejenak kemudian dia bersiap menyantap sarapan pagi yang dipersiapkan kekasihnya. “Kok Mas gak makan, sih?”

“Ya nunggu kamu, lah! Gitu aja nanya!”

Baru dipuji, Dira sudah menoreh luka kembali. Luna hanya bisa tersenyum canggung dan segera menyerahkan bagian untuk dimakan kekasihnya. Tak lama mereka memulai sesi sarapan pagi yang hampir kesiangan itu.

“Segitu senengnya ama bubur ayam, sama aku nggak!”

Luna mendongak dengan wajah kembali membulat sempurna. ‘Maksud dia apa coba?’

“Kayaknya yang aneh itu Mas deh! Kebentur apa sebelum jemput aku?” Luna menjawab sedikit sarkas, karena pada kenyataannya, dahulu Dira mana pernah mau berbincang hal receh seperti barusan. Hal yang selalu jelas di ingatan Luna adalah pacarnya hanya mencarinya untuk bersenang-senang di ranjang, lebih dari itu dia tidak berguna sama sekali!

“Hahaha!” Dira terbahak senang dengan respon kekasihnya yang jika merutuk semakin menggemaskan. “I love you so much!”

“Uuhuukk!!” Luna tersedak sendok makannya, Dira lantas bangkit dengan cemas dan membantu Luna menyerahkan botol air mineral serta menepuk punggungnya perlahan.

“Makan yang bener! Sendok pun kamu makan!” keluh Dira menepuk-nepuk punggung Luna.

‘Aaaaarrrghh! Siapapun tolong racun diaaa!!’ jerit batin Luna nelangsa.

Dira kembali duduk setelah keadaan tenang, kekasihnya mencibir lirih membuat dia tersenyum senang. Tak lama pikirannya kembali melayang, dia dirundung dilema sekarang. ‘Aku sungguh tidak ingin pisah dengannya! Bagaimana aku mengatakan pada Luna, keluargaku tidak merestuinya, setelah apa yang sudah aku lakukan padanya? Huh–’

Di balik sikapnya yang berubah, Adira sejujurnya tengah memendam masalahnya sendiri. Seminggu yang lalu, Adira mengunjungi keluarga besarnya. Setelah hampir tiga tahun lamanya Adira tidak pulang ke kota K karena memiliki konflik internal dengan ayahnya yang merupakan pengusaha besar di bidang pengolahan sawit. Jangan ditanya seberapa kaya ternyata keluarga Adira. Hanya saja, pria itu memiliki pandangan yang tak sejalan dengan keluarga besarnya.

Adira adalah anak kedua dari keluarga ternama Renald. Orang tertentu dan dalam lingkaran bisnis besar pasti sudah tahu, siapa keluarga Renald di negeri wakanda ini. Pengusaha lama yang bergelut di bisnis pengolahan sawit yang sekarang merambah bisnis di lini pengembangan konstruksi perumahan juga pengembangan pariwisata. Dira memiliki seorang kakak perempuan bernama Arnetha. Keluarga besarnya masih menganut paham kuno, yang mana bagi tuan besar Renald, yang boleh menguasai seluruh usahanya adalah pewaris laki-laki. Itu alasannya, Adira adalah harapan tuan besar Renald. Sayangnya, Dira memiliki jalan ninja sendiri. Dia memilih keluar dari kediaman dan mencari pengalamannya. Dia bersyukur, keras kepalanya membuahkan hasil. Ya– setidaknya, dari sekian rencana pengembangan hidupnya, dia akhirnya menemukan sosok wanita yang sangat dicintai yang akan jadi istrinya, Naluna Maharanni.

Tepat saat perayaan hari raya, Dira menyinggung sosok Luna. Entah bagaimana ayahnya langsung menolak dan tidak menyetujui keinginan Dira mempersunting Luna dalam waktu dekat. Hal itu segera Dira bahas dikarenakan– ya, Dira sudah mencicipi Luna sebelum waktunya, dia begitu takut kekasihnya itu hamil cepat atau lambat. Pasalnya, Dira benar-benar tidak bisa menahan gejolak hasratnya jika sudah berduaan dengan kekasihnya yang sebelas dua belas gesreknya dengan dirinya. Dira juga walau pintar dia bodoh tidak tahu apa itu obat kontrasepsi atau bagaimana mencegah kehamilan. Baginya, saat otaknya di selimuti hasrat, dia tidak bisa lagi berpikir dengan baik dan benar.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!