#Bagian1
Di halaman belakang mansion yang mewah, terlihat berberapa orang berkerja sama mengangkut puluhan mayat, kemudian di lemparkan ke dalam sebuah lubang yang tengah berlumuran sebuah minyak. “Bergerak cepat, kita harus pergi dari sini!” Tidak lain, demi, menghilangkan sebuah jejak walaupun sekecil biji sawi.
Di saat semuanya sedang berkerja, hanya satu yang tengah bersantai di atas kursinya, seraya meminum segelas bir di tangannya. Tak memiliki rasa khawatir ataupun rasa bersalah, ia sudah, tak mempunyai hati. Dan dia adalah, Albert Elfory.
Berkebalikan darinya, pemimpin dari sebuah kelompok itu, mulai berjalan ke arah sisinya dengan raut wajahnya, yang penuh rasa khawatir.
“Tuan Albert, apakah Tuan benar-benar serius, bahwa tidak akan ada yang melihat? Saya hanya takut, tindakan kita ini malah justru menimpa kita!”
Merasa terganggu akan kehadirannya, sedangkan dirinya ingin bersantai lebih lama. Iapun menghela nafas atas pertanyaannya, “Aahh~” seraya mulai bicara walaupun sebenarnya sangat malas.
“Harus berapa kali aku mengatakan kepadamu, bahwa tempat ini benar-benar terpencil oleh jangkauan manusia. Karena pemilik rumah ini, yaitu mendiang bapakku adalah seorang jendral. Dan seorang jendral sangat amat dilindungi, bahkan untuk letak rumahnya sendiri pun di perhatikan, agar tidak di ketahui oleh musuh. Walaupun pada akhirnya ia mati juga sih.”
“Be—Begitu, ya.”
“Maka dari itu tak perlu banyak bicara ataupun khawatir. Lakukanlah apa yang kau harus lakukan, agar kita lekas pergi dari sini. Apa kau mengerti?”
“Baik, saya mengerti! Namun, sebelum itu ...”—Ia berpaling pindah ke arah salah satu anak buahnya, dan mulai memanggilnya dengan suara yang lantang—“... kau nomor 7 yang disana, kemarilah!”
Anak buahnya pun langsung bergegas kemari, dengan berlari kecil. Di saat bersamaan Albert heran, mengapa dia memanggil setiap anaknya buahnya, dengan memakai sebuah angka? Albert ingin sekali bertanya tentang hal itu. Namun, mengingat bahwa kelompok yang ia telah sewa, adalah kelompok pembunuh bayaran. Mungkin, itu merupakan salah satu tindakan mereka, untuk menyamarkan identitas mereka yang sebenarnya.
“Iya Ketua, ada apa?”
“Selain mayat dari ibunya tuan Albert, apakah mayat yang lain, semuanya sudah di masukin ke dalam lubang? Aku tidak ingin ada satupun yang terlewatkan!”
“Semuanya sudah di masukin ke dalam lubang, Ketua! Namun, ada 2 mayat yang kami tidak bisa mengangkatnya.”
“Tidak bisa mengangkatnya? Apa karena mayatnya terlalu berat?”
“Tidak, tidak seperti itu, Ketua. Melainkan kami tidak bisa mengangkatnya, karena mayatnya terbuat dari, pasir!”
“Pasir?”
****************
#Puisi
Malam yang dingin, menyakitkan.
Rasa sakit yang nyeri, tak tertahankan.
Darah yang mengalir, tak terhentikan.
Tak berdaya, sedih, memasrahkan.
Hanya terlentang, menatap sang rembulan.
Dengan mata yang sayup, perlahan kehilangan.
Akan semua kesadaran, akan semua kehidupan.
Karena ia harus menerima.
Karena ia harus menerima, setiap dosanya!
Benar, tak apa-apa ....
Dan saat itulah, hatinya kecilnya mulai berbicara.
Walaupun jauh di lubuk hati ...
Sebuah kilas balik, saat ia menyuapinya.
Untuk terakhir kali, aku ingin ...
Sebuah kilas balik, saat ia mengenggam tangannya.
Aku ingin ...
Sebuah kilas balik, saat ia melihat senyumannya.
Menemuinya, dan memeluknya, dan meminta maaf kepadanya.
“Hiks, Hiks~”
Saat itulah dimana seorang insan, mengakui setiap dosanya.
Walaupun sebuah penyesalan, selalu datang terlambat.
Namun air mata itu, sungguh, berasal dari hatinya.
Dan tidak ada, air mata yang lebih indah, selain dari ketulusan hati yang terdalam.
“Apa kau sungguh benar, ingin menemuinya? Memeluknya? Meminta maaf kepadanya?”
“!?”
Saat-saat terakhir, tiba-tiba datang suara yang begitu amat indahnya. Hingga membuat hatinya merasa nyaman. Iapun langsung segera menjawabnya, walaupun terbata-bata karena sekarat.
“Be—Benar, aku in—ingin menemuinya dan me—meminta maaf kepadanya!”
“Kepada siapa?”
“Kepada anak an—angkatku.”
“Siapa nama anak angkatmu?”
“Nama ...?”
Karena mempertanyakan hal itu, ia tiba-tiba teringat saat mendiang suaminya bertanya di masa lalu.
“Mengapa kau lebih memilih sebuah nama, yang memilki arti bunga buruk rupa kepadanya?”
“Entahlah, aku tidak mengerti juga. Namun, seperti itulah aku memandang anak itu, yang buruk rupa, namun memiliki kebaikan hati yang tidak dimiliki bunga lainnya. Dan nama Daisy, sangat cocok kepadanya.”
“Daisy, namanya adalah Daisy.”
Bunga buruk rupa yang mekar, di hari yang cerah.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
nath_e
he died???🤔
2021-11-11
1
Whiteyellow
hadi
2021-07-29
0
☘Aиαи ͪ͢ ͦ ᷤ ͭ ͤ ᷝ
Lanjut Kak
2020-10-26
0