#Bagian1
Sudah sangat lama, aku tidak mengingatnya. Sentuhan dari ibu kami, kehangatan dari ibu kami, dan senyuman dari ibu kami. Sangat lama hingga aku tidak bisa mengingatnya lagi. Tak terukur bagaimana kasih sayangnya yang telah diberikan kepada kami, bahkan perlakukannya terakhir kali, aku masih mengganggap bahwa semua itu hanyalah mimpi buruk.
Bagaimana ibu rela menahan perutnya, demi bisa memberi makan kami. Berpura-pura di depan kami agar kami tidak khawatir, dengan senyumannya yang menghangatkan hati.
“Makanlah!, ibu sudah kenyang kok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan! Apa perlu ibu menyuapi kalian saja?”
Dan bagaimana ibu melindungi kami, saat kami melakukan kesalahan.
“Saya yang melakukannya, saya yang bersalah. Mohon hukum saya saja, Tuan!”
Atau bagaimana keteguhan hati ibu, saat kehadiran Elea yang tidak sempurna.
“Terus kenapa? Bahkan jika dia tidak mempunyai tangan, jari, kaki, semuanya. Dia tetaplah anakku, dan akan selalu begitu!”
Kasih sayangnya untuk kami melebihkan sesuatu apapun di dunia ini. Dia satu-satunya sosok yang aku sayangi, dia satu-satunya sosok yang ingin aku lindungi, dan membalas semua kebaikannya selama ini. Dan sosok itu, kini berada tepat di depan mataku.
“I— ibu?!” aku reflek langsung menghindar, dan melepaskan diri dari gengaman tangannya.
“... Itu cukup kasar untuk pertemuan pertama kita, setelah berberapa lama tidak ketemu, anakku!”
Dia tampak lebih tua jika dibandingkan saat terakhir kali. Terbukti bagaimana kulit wajah yang tidak sekencang dulu, dan rambutnya tak sehitam dulu. Apakah pengaruh usia?, atau hal lain yang membuat ibu se-stres ini, hingga penampilannya ikut berubah? Karna seharusnya ibu tidak setua itu.
“Me— mengapa kau disini Ibu?”
“Mengapa kau bertanya demikian, Hariz?” — ibu memasang wajah bingung— “Bukankah hal yang wajar jika ibu mencari anaknya, bukankah benar begitu, Elea?”
“....”
Elea tak menjawab apapun, bahkan, ia semakin berlindung di belakangku. Karena kita berdua sama-sama tahu, bahwa Itu adalah kebohongan! Pasti ada maksud tersembunyi atas kedatangannya ini.
“Kemarilah!, ibu merindukan kalian.”
Ibu berkata seraya mengulurkan kedua tangannya, menghampiri kami dengan tersenyum. Namun, karna merasa ada yang aneh, akupun langsung mengelak dan mundur kebelakang, sambil membawa Elea yang berada di punggungku.
“Ada apa? Kenapa kalian menghindar? Ini aku ibu kalian, kemarilah Nak!”
“Berhentilah, bersandiwara ibu!” aku berteriak kencang, hingga tanpa sadar membuat Elea yang berada di dekatku terkejut dibuatnya. Aku yang menyadari hal itu mulai melanjutkan bicaraku dengan suara yang pelan, “... Hentikan semua omong kosong ini, dan terus terang saja! Apa yang sebenarnya ibu mau?”
“....”
Namun, tiba-tiba suasana diantara kami menjadi dingin. Dan saat itulah, sosok tersebut mulai menampakan wujud aslinya.
“Jika itu yang kau mau, maka tidak ada yang perlu ibu sembunyikan lagi.”
“Glup ...”
Berapa kalipun aku mencoba melihatnya, sosok itu selalu membuatku merinding. Sosok yang benar-benar berbeda, tidak seperti ibu kami yang kami kenal. Seakan wanita di depan kami ini, adalah orang yang berbeda. Hanya bisa menelan ludah menahan rasa takut.
“Seperti pegawai di suatu perusahaan, ibu bertugas memilah mana barang yang bagus ataupun tidak bagus. Barang yang bagus syukurlah, barang yang tidak bagus buanglah. Atau di daur ulang untuk menghasilkan uang.” —Menatap tajam ke arah Elea— “Sebagai orang yang diberi tugas itu, dan ibu tidak suka membuang barang sembarangan karna itu mubazir. Jadi ibu memilih opsi kedua, membawa Elea bersama ibu.”
“... Mengapa Ibu melakukan semua ini?”
“Tentu saja untuk masa depan kita, seperti janjinya kepada ibu, kehidupan damai seperti dulu bisa kembali lagi. Bersama dan selamanya.”
Apanya bersama seperti dulu? Membawa Elea berarti mati. Tidak ada guna kehidupan dulu kembali, jika tidak ada ayah, kakak, Elea, kehidupan lama itu tidak akan pernah bisa kembali, keluh kesahku di dalam hati ketika mendengar semua omong kosong itu. Hingga tanpa sadar, aku melukai bibirku sendiri karna mengigitnya terlalu keras. Terlihat bagaimana darah mulai menetes dari bibirku.
“Kakak ....”
Ketika aku mengelus kepala adikku untuk jangan khawatir, aku sudah membulatkan seluruh hatiku.
“Maafkan aku Ibu, tapi kehidupan dulu yang Ibu bicarakan, itu tidak akan pernah bisa kembali. Jadi aku tidak akan menyerahkan Elea kepada Ibu.”
“Selalu menjadi anak yang keras kepala. Aahh~ ....” —Menghela nafas dan perlahan mengeluarkan pisau dari arah saku— “... Jangan salahkan ibu jika bersikap kasar!”
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Debira Elzabet
Thor gw mau nanya, emangnya para
penghuni istana raja iblis sudh tau kah kematian jendral EIJI dan jendral OROCHI.
2019-12-08
3