Diusir

Happy reading readers kece 🌹

Maaf typonya bertebaran 🙏

🌹🌹

Ayah tak lagi menghiraukan suami istri tukang fitnah itu. Ayah menarik tanganku keluar dari halaman rumah orang kaya itu. Samar samar ku dengar gunjingan gunjingan emak emak dan para tetangga yang sempat melihat kegaduhan tadi.

"Lihat deh gara gara si primadona desa balik kampung,, ini kampung kita jadi rusuh. Hati hati deh ibu ibu mulai sekarang. Jagain suami kita baik baik biar gak kegoda juga sama si Bintang."

"Benar itu. Bisa bahaya kalau lakik kita ngiler sama dia."

"Cantik cantik kok malah jadi pelakor. Cari yang lain kan masih banyak."

"Gak nyangka ya Bintang sukanya sama om om."

Dan masih banyak lagi suara suara sumbang yang masuk ke telingaku. Ingin rasanya aku menghampiri mereka dan merobek robek mulut yang tidak dijaga itu. Tapi tiap kali gerakan tubuhku hendak berbuat demikian,,, Tangan lembut ayah yang terus menggandengku itu semakin terasa lembut mencengkeram.

Aku paham.

Lewat genggamannya itu ayah sedang mengirim kekuatan ekstra bagiku agar aku lebih bersabar menghadapi orang orang itu.

"Baik pak,,,Bintang nurut saja sama bapak." batinku.

Sesampainya di rumah,,,

"Bikin malu saja kamu!!! Sekampung lagi ngomongin kamu!! Ini nih akibat kalau gak mau dengar kata ibu. Jangan pulang!!! Ngeyel sih dibilangin,,,"

Ibu langsung menjewer kupingku dengan keras.

"Ampun bu,, Sakit." ya ampun ibu,, padahal aku ini sudah bukan lagi anak SD yang belum tau malu kalau dijewer seperti itu.

"Jangan marahi Bintang bu. Dia tidak salah. Kan ibu juga tau sendiri kalau dari dulu tuan Raharja itu memang naksir Bintang. Sekarang lihat Bintang semakin cantik begini maka jiwanya berontak lagi meski sudah dapat Marni."

Perkataan ayah itu membuat ibu diam sesaat dan berpikir.

"Tapi ibu nih jadinya yang malu. Coba kamu itu gak usah pulang Bintang. Gak akan ada kejadian begini. Habis ini apalagi?? Kemarin dia sudah minta Ratih yang gantiin posisimu,, sekarang kamu jadi omongan orang sekampung. Anak ini benar benar gak bosen buat aku malu." ibu terus menggerutu.

"Ya sudah bu,, Kalau memang keberadaan Bintang di siji mengganggu ibu, Bintang balik saja ke kota." akhirnya aku mengalah.

"Memang begitu seharusnya!!" kalimat pengusiran itu membuatku sedih sekali.

"Bu!! Bintang baru semalam di rumah sudah diusir saja. Tidak nduk,,, Kamu gak boleh balik ke kota dulu. Habiskan dulu waktu cutimu baru kamu boleh balik lagi." ayah memberi perintah yang berbeda.

"Sehari sudah bikin masalah,,,mau berapa hari dan berapa masalah lagi???" pekik ibu.

"Pokoknya Bintang biar di rumah dulu. Bapak masih kangen!!!"

Baru kali ini aku dengar ayah bicara dengan nada tinggi begitu. Tapi akhirnya itu membuat nafas ayah tersengal sengal dan asmanya kambuh.

Ku bimbing ayah untuk masuk ke kamarnya. Ibu dan Ratih hanya menonton dan melengos saja bahkan sama sekali tak menunjukkan sikap khawatir dengan kondisi ayah saat itu.

"Pak,,, Sudah pak. Bintang balik saja ya ke kota daripada buat bapak dan ibu berantem. Bapak jadi sakit lagi nanti. Gak apa apa ya Bintang balik ke kota?? Bintang tau bapak masih kangen,, tapi Bintang juga gak mau buat seisi rumah jadi rusuh." aku meminta pengertian ayah setelah ku rebahkan tubuh kurusnya di kasur.

"Maafkan bapak ya nduk. Sekali lagi bapak gak bisa melindungimu." tangan ayah tergerak lemas untuk mengelus pipiku.

Airmataku tak bisa kutahan lagi mendengar ucapan itu.

"Bapak satu satunya pelindung terbaik Bintang. Jadi jangan pernah merasa kalau bapak sudah gagal melindungi Bintang pak."

"Jangan pernah benci ibumu ya nduk."

Ucapan itu sebenarnya terdengar aneh dan ganjil tapi aku tak tau apa maksud ayah bicara begitu. Tapi aku hanya cukup mengangguk mengiyakan saja.

"Bapak istirahat dulu ya. Bintang mau siap siap kemasi barang Bintang. Nanti begitu siap, Bintang bangunkan bapak ya."

"Iya nduk."

"Maaf ya pak kalau Bintang harus pergi saat bapak seperti ini." jujur aku sedih dan tak ingin pergi apalagi tau ayah sedang kambuh sakitnya. Tapi aku bisa apa?? Mau bawa ayah ke kota?? Tidak mungkinlah,,, Nanti ayah bisa makin sakit kalau tau apa sebenarnya pekerjaanku.

"Mana si Bintang?? Keluar kamu Bintang!!!"

Ku dengar suara gaduh di luar. Aku pun keluar melihatnya. Rupanya istri Raharja sudah berdiri berkacak pinggang berhadapan dengan ibuku yang tak mau kalah.

Astaga kenapa jadi rusuh begini sih??

Mungkin benar kata ibu,,, Aku sebaiknya tidak pernah pulang!!

Aku tak bisa terus menonton dari dalam saja ketika ibu terus adu mulut dengan Marni. Belum lagi itu jadi tontonan orang sekampung.

"Ada apa cari saya bu??" akhirnya aku keluar.

Sorot mata penuh kebencian bisa kulihat dari sejumlah pasang mata yang menyaksikan terutama mata Marni.

"Pergi kamu dari kampung ini!! Dasar pelakor bisanya bikin rumah tangga orang jadi kisruh saja." Marni mengusirku.

"Saya memang akan pergi tapi bukan karena saya merasa apa yang bu Marni tuduhkan pada saya itu benar." ku tegaskan dengan lantang agar semua yang melihat bisa mendengar dengan jelas.

"Saya sama sekali tidak pernah ingin merebut suami suami kalian. Kenapa kalian begitu takut suami kalian akan lari kepadaku dan meninggalkan kalian?? Apa kalian merasa sebagai istri kalian tidak becus selama ini?? Apa kalian merasa sebagai istri kalian kurang cantik?? Tidak perlu takut suami kalian berpaling pada yang lain kalau memang kalian sudah memberikan yang terbaik." aku malah ganti memojokkan mereka.

"Tapi kalau kalian sudah memberi yang terbaik dan suami kalian masih berpaling,,, Yang perlu kalian luruskan itu ya suami kalian sendiri. Bukan aku!!!" aku sudah tak bisa lagi bermanis manis di depan orang orang itu.

Segera aku masuk dan kemasi barang barangku. Saat itu aku menyadari kotak perhiasanku memang terbuka dan kalungku tidak ada.

Pasti ibu yang mengambilnya tadi.

Dan benar kalung yang dipakainya memang kalungku.

Tapi aku tak ambil pusing urusan itu saat ini. Bagiku saat ini aku hanya ingin segera pergi dari tempat yang tak menerimaku ini.

Tempat yang malah membuatku lebih hina daripada kamar kamar VIP tempatku menghasilkan pundi pundi uang.

Mereka semua merasa diri merekalah yang paling beraih tapi bagiku merekalah sampah masyarakat sesungguhnya.

Aku terus mengutuki mereka dalam hati. Ku dengar suara ibu menyuruh mereka semua bubar dan suara ibu dibalas dengan gemuruh orang menyoraki ibu.

Dasar orang kampung!!

Tak habis habis rasa kesalku.

"Bintang,,, Kalau mau pergi bagi duit dulu!!!" ibu membuka tirai kamarku.

"Untuk apalagi bu??"

"Biaya obat bapakmu yang kambuh itulah!! Apalagi???"

🌹🌹🌹

Tetap sabar ya Bintangku,,, Mahkluk sabar kekasih tuhan 😊

Karena author juga masih sabar menunggu like,vote dan komen dari para readers keceku.

Terpopuler

Comments

Samiati Ati

Samiati Ati

kasian ya si binttang

2021-10-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!