Cinta Jangan Datang Terlambat

Cinta Jangan Datang Terlambat

Hancur

"Lea, sebentar lagi kamu ikut saya ke kota menemui tamu ya." Sebelum masuk ke ruangannya, Pak Beni berhenti sebentar di depan meja sekretarisnya.

"Baik Pak." Lea tersenyum dan menganggukan kepala dengan sopan.

Siapa yang tidak kenal dengan Beni Prasojo, orang terpandang kampung tempat Lea tinggal. Hampir semua pembangunan di daerah ini, ada aliran dana dari Bos tempat Lea bekerja itu.

Bintang Amalea yang biasa dipanggil Lea, seorang gadis cantik yang cerdas. Namun sayangnya ia gagal melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, di karenakan kondisi ekonomi keluarga yang menurun drastis sejak ayahnya pergi untuk selamanya.

Namun di tengah keterpurukan ekonomi keluarganya, Lea merasa sangat bersyukur. Orang hebat seperti Pak Beni, mau menerimanya sebagai sekretaris pribadi meski ia hanya memegang ijazah SMK.

Selain dihormati, usaha perkebunan dan property Beni, sangat maju sehingga nama daerah tempat Lea tinggal semakin dikenal oleh orang dari luar daerah mereka. Keluarga Pak Beni pun tampak sangat harmonis, dengan istri yang cantik dan terlihat anggun serta kedua putra mereka yang lucu.

"Kamu sudah siap?" Pak Beni berdiri di depan pintu dengan tas berisi berkas dan senyuman lebar yang tidak pernah lepas dari bibirnya.

"Siap pak." Lea segera beranjak dari kursinya lalu mengikuti langkah Beni menuju lift.

"Bagaimana kondisi ibumu, beliau sudah lebih sehat?" Beni menatapnya dari samping setelah mereka berdua berada di dalam lift.

"Ibu sudah lebih baik. Setelah bapak bawa ibu ke dokter, kondisi ibu semakin sehat dan sudah tidak muntah-muntah lagi. Sekarang juga sudah mau makan." Senyum Lea terkembang sempurna, "Terima kasih, Bapak sudah banyak membantu keluarga saya, tapi maaf saya belum bisa balas kebaikan bapak." Lea tersenyum menunduk.

"Tidak masalah Lea, kamu tidak perlu merasa tidak enak. Jika saya sanggup bantu, sudah pasti saya lakukan. Jadi tidak perlu sampai minta maaf."

Beni masih menatap Lea lekat. Sejenak pandangan mata mereka bertemu, ada sorot lain dalam mata Beni yang membuat Lea sedikit bergidik. Tautan mata mereka terputus saat pintu lift terbuka.

"Kita mau menemui siapa hari ini, Pak?"

"Calon customer baru, rencananya mereka akan ambil rutin hasil kebun kita dengan skala yang besar." Sambil mengemudi senyum Beni semakin lebar dengan mata yang fokus menatap jalan yang akan mereka lalui.

"Kamu bagaimana betah kerja di tempat saya?, apa ada kesulitan?"

"Tidak ada pak, sampai saat ini semua lancar," sahut Lea dengan masih tersenyum manis.

"Terima kasih Bapak sudah memberikan kepercayaan pada saya di posisi sekertaris. Padahal yang melamar posisi ini banyak yang pintar, dan dari lulusan universitas ternama. Sedangkan saya baru lulus dan tidak punya pengalaman kerja sama sekali."

"Saya pilih kamu karena saya yakin kamu mampu."

Apa hanya itu?, batin Lea. ingin rasanya bertanya lebih lanjut tapi ada rasa segan.

Lea hanya merasa sedikit heran mengapa ia dengan mudahnya diterima, di antara banyaknya saingan yang saat itu melamar kerja bersama dirinya.

Secara kualitas jelas ia sangat jauh dari para pelamar lainnya, menggunakan komputer pun kurang mahir apalagi untuk hal lainnya.

Entalah sudah diterima bekerja bersyukur saja Lea, jangan banyak tanya yang tidak penting. Lea berusaha menepis pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikirannya.

Setelah sekitar tiga jam berada di dalam mobil, akhirnya mereka sampai di restoran tujuan untuk bertemu dengan calon customer baru yang diceritakan Beni tadi selama di perjalanan.

Mereka menghabiskan waktu kurang lebih empat jam dalam restoran itu.

Sambil makan Beni dan rekannya lanjut membicarakan prospek bisnis kedepan.

Lea hanya duduk manis sambil sesekali tersenyum.

Entah apa tujuan Beni sering mengajak Lea bertemu klien, atau hanya sekedar cek di lapangan.

Bukannya Lea tidak bisa melakukan apapun, tapi ia tidak pernah diajarkan sesuatu hal yang penting dalam pekerjaannya.

Tugasnya hanya cukup menemani, membawakan berkas, dan sesekali membantu menulis pesan penting yang seharusnya Beni pun bisa melakukan sendiri.

"Lea, sepertinya saya agak kurang sehat. Saya tidak bisa mengemudi dalam kondisi seperti ini. Bisa bahaya bagi kita berdua kalau dipaksakan." Mereka baru saja keluar dari pintu restoran saat Pak Beni memijat-mijat ringan tengkuknya.

Lea hanya memandang bingung ke arah atasannya itu.

Memijat jelas tidak mungkin, menawarkan gantian mengemudi lebih gila lagi.

"Kita menginap semalam ya, kamu tidak apa-apa?"

"Maksud bapak kita tidak pulang malam ini?"

"Iya, soalnya saya takut terjadi sesuatu di jalan." Beni kembali memijat kepalanya.

"Kalau kamu keberatan saya bisa jalan pelan-pelan, tidak apa-apa." Pak Beni melirik Lea yang terlihat antara bingung, ragu dan takut.

"Mmm ... jangan pak, tidak apa-apa lebih baik kita menginap saja kalau bapak sakit"

"Saya minta maaf ya, tadi terlalu lama berbicaranya, dan lokasi ini juga jauh dari tempat tinggal kita. Seharusnya saya tidak menyusahkan kamu seperti ini"

"Ehh, tidak apa-apa pak. Saat ini kan saya sedang bekerja"

Mobil Beni memasuki area parkir hotel. Begitu sampai Beni langsung turun dari mobil dan segera masuk menuju ke arah meja receptionist.

Lea hanya megikuti dari belakang dan berhenti di dekat sofa ruang tunggu.

Dilihatnya Beni berbicara dengan receptionist sambil sesekali menoleh ke arah Lea.

Tidak berapa lama Beni menghampiri Lea dengan wajah lesu.

"Sepertinya kita harus cari tempat penginapan yang lain." Beni kembali memijat belakang lehernya dengan wajah yang terlihat lelah.

"Memangnya kenapa pak?" tanya Lea ingin tahu.

"Semua kamar penuh, hanya tersisa satu yang president suite." Wajah Beni semakin terlihat lelah dan kesal.

"Maksudnya kamar khusus untuk Presiden begitu pak?" tanya Lea dengan raut wajah heran.

"Bukan Lea, itu nama kamar yang paling besar di sini, dan sekarang hanya tersisa satu itu saja." Beni memandang Lea gemas.

"oww ... hehehe" Lea tertawa malu.

"Saya duduk dulu sebentar ya, kepala saya pusing sekali. Kalau sakit kepala saya sudah agak reda, kita coba keliling lagi cari penginapan lain." Dengan langkah gontai Beni berjalan ke arah sofa di belakang Lea.

"Pak Beni kalau kepalanya masih sakit, lebih baik jangan menyetir dulu." Lea merasa kasihan sekaligus khawatir dengan keadaan atasannya ini.

"Kalau saya tidak menyetir, bagaimana kita cari hotel lain Lea? kita mau istirahat di mana malam ini?"

"Ya di sini saja pak." Lea mengedarkan pandangannya ke sekeliling lobby hotel.

"Kamarnya kan hanya sisa satu, memangnya kamu mau tidur sekamar sama saya?"

"Eehhh, benar juga." Lea tampak menimbang-nimbang ragu.

Pak Beni masih memandang Lea dengan sorot mata yang menanti jawaban sambil sesekali tangannya memijat tengkuk dan pelipisnya.

"Mmm, saya bisa tidur di lantai juga tidak apa-apa pak, saya sudah biasa." Lea yang merasa dirinya selalu menyusahkan, mencoba mencari solusi yang dirasanya bisa sedikit membantu.

Dipikirannya saat ini adalah bagaimana bosnya itu bisa segera istirahat malam ini.

Beni masih menatap Lea dengan mata memicing dan dahi sedikit berkerut.

Melihat reaksi Beni, Lea menganggukan kepala untuk meyakinkan.

"Baiklah kita lihat dulu kamarnya ya. Biasa kalau kamarnya besar ada sofanya, biar saya yang tidur di sana." Beni kembali berjalan ke arah meja receptionist.

Tidak lama kemudian Beni sudah kembali dengan memegang amplop berisi kartu kunci kamar.

"Ayo." Beni menuntun Lea menuju lift.

Sampai di lantai sembilan hotel itu, Pak Beni membuka salah satu kamar lalu menyalakan pendingin ruangan.

Lea merasa suasana aneh saat memasuki kamar hotel, karena ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki di hotel.

"Kamu mau mandi dulu, atau saya yang mandi dulu?" Beni menyodorkan handuk pada Lea.

"Tapi saya tidak bawa baju ganti pak." Lea memandang pakaian yang dia gunakan.

Kemeja lengan panjang warna merah, dan celana bahan warna hitam sederhana membalut badannya yang mungil.

"Pakai kemeja saya aja, saya biasa bawa beberapa pakaian ganti di mobil untuk jaga-jaga kalau ada pertemuan penting," terang Beni.

"Kamu mandi aja dulu, saya turun ambil baju ganti di mobil." Beni menyerahkan handuk pada Lea lalu segera keluar kamar.

Sepeninggal Beni keluar kamar, Lea tertegun merasa canggung tidak menyangka saat ini bisa berada sekamar dengan seorang pria.

Walaupun ini karena situasi yang di luar rencana, tapi ada yang aneh ia merasa tidak nyaman dan ini tidak seharusnya terjadi.

Tiba-tiba Lea teringat belum memberi kabar ibunya, dengan cepat Lea mengambil tasnya mencari telepon genggamnya. Raut wajahnya berubah kecewa saat melihat telepon genggamnya mati karena kehabisan daya.

"Kamu kok belum mandi?" Beni masuk dengan membawa tas traveling kecil.

"Saya belum memberi kabar ibu saya pak, tapi handphone saya habis baterainya," keluh Lea.

"Gampang itu, nanti saya yang kasih kabar ibu kamu. Sudah sana kamu mandi dulu." Beni menyerahkan satu buah kemeja miliknya yang masih terlipat rapi.

Lea memandangi dirinya di hadapan cermin yang ada dalam kamar mandi.

Selesai mandi ia berganti pakaian dengan kemeja milik Beni.

Kemeja panjang milik Beni terlihat sangat besar hingga hampir mencapai lututnya.

Lea merasa ragu dan malu untuk keluar dari kamar mandi dengan penampilan seperti itu.

Duh, aneh banget pakai baju seperti ini dalam kamar berdua saja sama Pak Beni. Ibu kalau tahu bisa ditarik kupingku sampai putus.

Tok .. tok .. tok

"Masih lama Lea?"

"Sudah pak, sebentar lagi." Mau tidak mau Lea membuka pintu kamar mandi dan keluar dengan cepat.

Langkahnya diiringi tatapan mata Beni sampai ia duduk menenggelamkan badannya di sofa.

"Saya mandi dulu ya, kalau kamu sudah mengantuk tidur aja duluan." Lea hanya mengangguk pelan.

huuufftt, bagaimana bisa tidur kalau situasinya seperti ini. Dari pada Pak Beni yang tidur di sofa lebih baik aku aja, setidaknya Pak Beni bisa tidur dengan nyaman karena lagi sakit.

Lea berjalan ke arah tempat tidur mengambil selimut untuk menutupi kakinya, meskipun kemeja ini panjang tapi kalau tanpa pakai bawahan rasanya tidak nyaman baginya.

Tidak berapa lama Beni keluar dengan rambut basah dan wajah segarnya.

Tapi tunggu dulu, kenapa Pak Beni tidak pakai baju hanya memakai celana pendek saja.

Lea melongo dengan wajah merah saat melihat Beni dengan santainya berjalan melewatinya dengan bertelanjang dada.

"Kenapa?" tanya Beni karena melihat Lea yang terus menatap dirinya dengan wajah heran.

"oww, baju saya kan kamu pakai" Beni mengikuti arah mata Lea yang memandang badan polosnya.

Lea hanya tertunduk malu, karena baru itu melihat dengan jelas tubuh pria dewasa.

Beni terlihat mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan meminumnya, lalu berjalan ke arah Lea dan menyodorkan beberapa tablet berwarna warni.

"Ini hanya vitamin Lea, minum aja. Biar malam ini kamu bisa tidur nyenyak, lalu besok pulang dan badan tidak terasa sakit karena kita perjalanan jauh."

Sejenak Lea ragu untuk mengambil tablet yang disodorkan oleh Beni.

Namun sepertinya ini yang dia butuhkan agar bisa tidur lebih nyenyak, mengingat ia sekarang sekamar berdua dengan pria dewasa.

Ia merasa tidak yakin bisa memejamkan mata.

Lea lantas meminum semua tablet yang Beni berikan.

"Kamu tidur di ranjang aja, biar saya di sofa."

"Jangan pak, biar saya yang di sini tidak apa-apa."

"Mana bisa begitu Lea, kamu perempuan apa kata ibu mu kalau saya biarkan kamu tidur di sofa sedangkan saya di ranjang," tegas Beni.

Beni meraih tangan Lea hendak menarik agar ia bangkit dari sofa. Tenaga Beni yang sudah pasti jauh lebih kuat membuat Lea berdiri sedikit terhuyung.

Lea merasa melayang, kakinya seakan tidak berpijak pada lantai. Beni yang masih memegang tangan Lea, menatap ke arah mata Lea yang sudah setengah tertutup.

"Kamu kenapa?, sakit?"

"Agak pusing." Lea mengerjapkan matanya menetralkan rasa pusing di kepalanya.

Ia tidak tahu mengapa tubuhnya tiba-tiba terasa aneh.

Lea merasa seperti melayang, nafas seperti habis berlari tapi anehnya tidak merasa capek, yang ia inginkan saat ini hanyalah bantal dan merebahkan diri.

Lea merasa tubuhnya dituntun Beni ke arah tempat tidur. Tubuhnya dibaringkan Beni perlahan dan ia masih sempat mendengar suara Beni berbisik tepat di telinganya mengatakan, jangan khawatir Lea istirahat saja.

Entah apa yang terjadi, Lea sangat tahu saat ini Beni sedang berusaha membuka kancing bajunya. Ingin rasanya berteriak tapi seperti tidak ada tenaga yang ada .

Lea bukanlah anak kemarin sore, yang tidak tahu sama sekali apa yang akan Beni lakukan pada tubuhnya.

Saat ini ia hanya berharap jatuh pingsan, sehingga tidak tahu dan tidak mau mengingat sedikit pun apa yang akan terjadi.

"Paaakk .. bapak mau apaa .. jangan paak ... tolooong jangaan," lirih suara Lea memohon.

Beni tidak menanggapi sama sekali, hanya deru nafasnya yang terdengar.

Lea merasa bergidik, dia seperti tidak mengenali siapa orang yang kini berada di atasnya.

Kemana Pak Beni yang selalu tersenyum ramah.

Tubuh Lea sudah polos saat ini, sekilas ia melihat Beni juga membuka celana pendeknya.

Tidaaaakk ... jangaannn ... toloongg ibuuu .... Lea hanya bisa menangis dalam hati.

Beni mulai melanjutkan aksinya, Lea merasa sangat jijik saat bibirnya menyentuh bibirnya dengan paksa.

Tangannya menjamah dan meremas semua yang bisa digapainya.

Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Lea berusaha mendorong tubuh besar Beni tapi semua sia-sia.

Tiba-tiba Lea merasa ada yang menyengat di bagian bawah tubuhnya.

"Aakkkhhh ... " Reflek kakinya menendang paha Beni.

...🔸️🔸️🔸️...

Ini karya pertama saya di Novetoon tapi masih jauh dari sempurna.

Terima kasih sudah berkenan membaca 🙏😘.

Like dan komen dong biar semangat lanjutin ceritanya 🥰

Terpopuler

Comments

Frans Fs

Frans Fs

wkwk

2023-10-29

0

Tri Ulidar

Tri Ulidar

awal y udah serem thor, mampir

2023-10-20

0

Red Velvet

Red Velvet

Penasaran sama kisah Lea, aku mampir

2023-03-24

0

lihat semua
Episodes
1 Hancur
2 Aku bisa apa
3 Keputusan terbaik
4 Ini ga benar kan??
5 Menjaga fitrahMU
6 Belahan hati yang kembali hilang
7 Maaf
8 Kenapa datang lagi?
9 Pilihan
10 Keputusan
11 Melangkah
12 Melepas
13 Welcome to Surabaya
14 Salah Paham yang ... aneh
15 Pagi pertama
16 Awal yang baru
17 Pesona
18 Kecewa
19 Siapa kamu!
20 Suami?
21 Visual Kakak Erik
22 Baby Launching
23 Kamu dimana?
24 Flashback Erik
25 Hai namaku Bintang Maura Anersa
26 Kenalkan ini ...
27 Kamu tidak sendiri
28 William
29 Tolong Jujurlah
30 Kita bersalah
31 Keputusan bodoh?
32 Menuju dunia yang baru
33 Akhir antara kita?
34 Bimbang
35 Ganbatte !
36 Gossip Girl
37 Shopping time
38 Surat panggilan
39 Adu kuat
40 Bertemu lagi?
41 'Itu'
42 otewe pulang kampung
43 sekotak tissue
44 Jangan baper
45 Pigura foto
46 Ternyata dia
47 Makan ayam
48 Ketok Palu
49 Kamu yang masak
50 Pedekate
51 Cemburu?
52 Apa dia anakku?
53 Dia anakku!
54 Hak asuh
55 Take and Give
56 Camer
57 Otewe Sah
58 Sah? ... SAH!!
59 Aku bukan jodohnya
60 Papa Maura
61 Booomm
62 Otewe Honeymoon
63 Honeymoon di Pulau Eksotis
64 unboxing
65 Kehidupan baru
66 Raymond yang malang
67 Mencintaimu yang tidak mencintaiku
68 Konsultasi vs curhat
69 Malam Tahun Baru
70 Kegiatan pagi di awal tahun
71 Pesan singkat
72 Masa lalu
73 Kenangan
74 Curiga
75 Siapa dia?
76 Reuni
77 Racun yang harus disingkirkan
78 Jangan simpan amarahmu
79 Like a sister
80 Adek Maura
81 Kolaborasi
82 Ayah
83 Berdamai dengan masa lalu
84 Lucky Girl
85 Roller coaster bumil
86 As you wish baby
87 Calon baby yang ga sombong dan rendah hati
88 Ulat bulu yang gatal
89 Anya Geraldine
90 Meja makan yang panas
91 Istri vs ex istri
92 Jangan panik
93 Welcome baby girl
94 Bintang Kanaya Putri Sanjaya
95 Mama tiga anak
96 Ngemil masih boleh
97 Sang mantan yang berbahagia
98 Jangan ... jangan please
99 Aku minta maaf
100 Karma?
101 Mantan istri
102 Menua bersama
103 Papa Jangan Pergi
104 Give away
105 Annikin Anersa Nastiti
106 Bonchap : Maura
107 Bonchap : Alexander
108 Bonchap : Pesta bujang Lukman
109 Bonchap : Siap Bestie?
110 Bonchap : Hukuman
111 Bonchap : Bulan madu modal pinjaman
112 Promo Novel terbaru
113 Numpang lewat
114 Berbagi kebahagiaan
115 Promo Novel Tamat TIC
116 Promo MPB
117 Promo "Rumah untuk Hatiku"
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Hancur
2
Aku bisa apa
3
Keputusan terbaik
4
Ini ga benar kan??
5
Menjaga fitrahMU
6
Belahan hati yang kembali hilang
7
Maaf
8
Kenapa datang lagi?
9
Pilihan
10
Keputusan
11
Melangkah
12
Melepas
13
Welcome to Surabaya
14
Salah Paham yang ... aneh
15
Pagi pertama
16
Awal yang baru
17
Pesona
18
Kecewa
19
Siapa kamu!
20
Suami?
21
Visual Kakak Erik
22
Baby Launching
23
Kamu dimana?
24
Flashback Erik
25
Hai namaku Bintang Maura Anersa
26
Kenalkan ini ...
27
Kamu tidak sendiri
28
William
29
Tolong Jujurlah
30
Kita bersalah
31
Keputusan bodoh?
32
Menuju dunia yang baru
33
Akhir antara kita?
34
Bimbang
35
Ganbatte !
36
Gossip Girl
37
Shopping time
38
Surat panggilan
39
Adu kuat
40
Bertemu lagi?
41
'Itu'
42
otewe pulang kampung
43
sekotak tissue
44
Jangan baper
45
Pigura foto
46
Ternyata dia
47
Makan ayam
48
Ketok Palu
49
Kamu yang masak
50
Pedekate
51
Cemburu?
52
Apa dia anakku?
53
Dia anakku!
54
Hak asuh
55
Take and Give
56
Camer
57
Otewe Sah
58
Sah? ... SAH!!
59
Aku bukan jodohnya
60
Papa Maura
61
Booomm
62
Otewe Honeymoon
63
Honeymoon di Pulau Eksotis
64
unboxing
65
Kehidupan baru
66
Raymond yang malang
67
Mencintaimu yang tidak mencintaiku
68
Konsultasi vs curhat
69
Malam Tahun Baru
70
Kegiatan pagi di awal tahun
71
Pesan singkat
72
Masa lalu
73
Kenangan
74
Curiga
75
Siapa dia?
76
Reuni
77
Racun yang harus disingkirkan
78
Jangan simpan amarahmu
79
Like a sister
80
Adek Maura
81
Kolaborasi
82
Ayah
83
Berdamai dengan masa lalu
84
Lucky Girl
85
Roller coaster bumil
86
As you wish baby
87
Calon baby yang ga sombong dan rendah hati
88
Ulat bulu yang gatal
89
Anya Geraldine
90
Meja makan yang panas
91
Istri vs ex istri
92
Jangan panik
93
Welcome baby girl
94
Bintang Kanaya Putri Sanjaya
95
Mama tiga anak
96
Ngemil masih boleh
97
Sang mantan yang berbahagia
98
Jangan ... jangan please
99
Aku minta maaf
100
Karma?
101
Mantan istri
102
Menua bersama
103
Papa Jangan Pergi
104
Give away
105
Annikin Anersa Nastiti
106
Bonchap : Maura
107
Bonchap : Alexander
108
Bonchap : Pesta bujang Lukman
109
Bonchap : Siap Bestie?
110
Bonchap : Hukuman
111
Bonchap : Bulan madu modal pinjaman
112
Promo Novel terbaru
113
Numpang lewat
114
Berbagi kebahagiaan
115
Promo Novel Tamat TIC
116
Promo MPB
117
Promo "Rumah untuk Hatiku"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!