"Istirahat dulu bro, nanti lanjut lagi gambarnya." Dio menepuk pundak Erik saat tiba waktu istirahat.
"Maklum anak baru lagi semangat- semangatnya, lanjutkan aja bro." Adrian menimpali sambil menggandeng tangan Febri kekasihnya keluar ruangan.
"Di lantai paling atas ada cafetaria, kalau malas makan di luar, " lanjut Dio masih berdiri di samping meja Erik.
"Aku makan siang di rumah saja, tadi sudah janji sama istri," sahut Erik.
"Weeiitsss romantis betul. jadi pingin cepat-cepat nikah aku." Wajah Dio memelas lalu beralih menatap Masha yang kebetulan kembali ke ruangan mengambil dompet yang tertinggal, "Ayang ... kapan kamu siap abang lamar?" rengek Dio.
"Heleeh ... Bang Dio kerja yang rajin dulu, baru maju lamar anak orang. Beli mie ayam aja masih minta di bayarin sudah berani ajak nikah." Masha melengos sambil berjalan ke luar ruangan.
"Waduuhh ... kamu bayarin abang mie ayam kan cuman satu kali, itu juga karena dompet abang ketinggalan masih aja diungkit-ungkit terus." Dio mengikuti langkah Masha keluar sambil terus melancarkan rayuannya.
Erik menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku teman barunya, "Mau ke cafetaria juga?" Tiba-tiba Ghea sudah berada di sisinya saat menunggu pintu lift terbuka.
"Saya mau pulang sebentar ... makan siang di rumah." Erik menggosok-gosok tulang hidung lalu membetulkan kacamatanya, gerakan yang menjadi ciri khasnya saat merasa salah tingkah.
"Wah, belum ada setengah hari di kantor sudah kangen mau pulang aja." Ghea tertawa pelan.
"Bukan begitu, saya hanya masih belum tahu tempat makan di daerah sini." Erik menjelaskan.
"Kami biasanya kalau waktu istirahat makan siang, kadang di cafetaria atas atau makan di luar, cari suasana biar ga bosan." Erik hanya mengangguk-angguk tersenyum, tanpa berani menatap langsung wajah Ghea.
"Liftnya naik ke atas, jadi saya duluan ya." Ghea masuk ke dalam lift bersama beberapa orang lainnya.
Lea yang mendengar suara motor Erik memasuki halaman, langsung berdiri menuju pintu menyambut suaminya.
"Kenapa senyum-senyum?" Erik menatap heran.
"Ga ada apa-apa, cuman lagi senang aja lihat Kak Erik kerja terus pulang untuk makan siang. Jadi seperti cerita-cerita di sinetron gitu." Lea menggandeng lengan Erik menuju meja makan.
Sambil terus tersenyum Lea mengambil nasi dan lauk untuk Erik, lalu menuangkan air minum pada gelas suaminya.
Erik menatap lekat wajah Lea, tanpa sadar ia mulai membandingkan dengan Ghea.
Lea yang mempunyai wajah polos hampir tidak pernah tersentuh kosmetik, pipi dan bentuk badannya yang semakin bulat seiring bertumbuhnya janin dalam perutnya. Tingkahnya juga lincah masih terlihat kekanakan.
Sedangkan Ghea terlihat seperti wanita dewasa yang mandiri, bersuara lembut namun tegas.
Secara fisik mereka berdua terlihat sama-sama cantik.
Ghea yang mempunyai senyum manis berlesung pipit, rambut hitam lurus sebahu, kulit bersih kuning langsat. Lea dengan mata besar yang jernih kekanakan serta rambut tebal sedikit bergelombang yang panjangnya sepunggung, dengan kulit putih yang bersih.
Erik menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba mengusir bayangan wajah Ghea yang tidak mau pergi dari ingatannya. Kenapa aku ini, untuk apa aku membandingkan mereka berdua. Batin Erik kesal.
"Kak Erik kenapa?, ada masalah di kantor?" Erik hanya menggeleng pelan dan melanjutkan makannya.
...🔹️...
Sudah hampir dua bulan lebih, Erik bekerja sebagai team design furniture dan interior di PT. Griya Harsa Abadi.
Selama dua bulan lebih itu juga, Erik terkadang istirahat makan siang di rumah bersama Lea terkadang juga keluar bersama-sama teman sekerjanya.
Hubungan Erik dan rekan kerja lainnya pun semakin hari semakin akrab termasuk juga dengan Ghea. Mereka berdua sudah tidak ada lagi rasa canggung dan malu saat berbincang walau hanya berdua saja.
Malam hari saat Erik akan bersiap tidur, Lea yang baru selesai mandi yang ke empat kalinya hari ini masuk ke dalam kamar.
Sejak usia kehamilannya yang semakin besar Lea selalu merasa kepanasan sehingga harus berkali-kali membasahi tubuhnya.
Aroma sabun dan shampo dari tubuh Lea memenuhi kamar tidur mereka. Lea dengan perutnya yang besar, berbalut daster batik lebar duduk di ujung tempat tidur tepat di bawah kaki Erik.
Ia sedang mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. Terlihat tengkuk Lea yang putih saat ia memiringkan rambutnya untuk dikeringkan. Mendapat pandangan itu pada malam hari, hasrat lelaki dewasa timbul pada Erik.
Naluri lelakinya membawa tangannya untuk menyentuh tengkuk dan pinggang Lea. Mendapat sentuhan tangan Erik yang tiba-tiba pada kulitnya, membuat Lea sedikit berjingkat kaget.
"Mmm ... kenapa kak?" Erik hanya tersenyum samar.
Bibir Erik beralih menggantikan tangannya pada tengkuk Lea, kecupan-kecupan ringan bibirnya terus diberikan pada tengkuk hingga leher Lea.
Erik terus melakukan hal itu seakan sedang menikmati mainan baru. Tangan kanan Erik tidak tinggal diam sesekali mengusap perut Lea yang besar dan terus naik dan berhenti pada dada Lea.
Bibir Erik terus menjelajahi leher dan bergerak naik mencari bibir Lea, dahi Erik mengernyit saat merasakan ada air menetes pada sudut bibirnya.
Erik membuka mata di lihatnya wajah Lea yang pucat pasi, nafasnya sedikit tersengal dan air mata terus menetes dengan sorot mata yang memancarkan ketakutan.
"Lea ... sadar Lea, kamu kenapa?" Erik menangkup kedua pipi Lea.
Perlahan-lahan nafas Lea mulai teratur, dan rona wajahnya terlihat tidak sepucat tadi.
"Maaf," cicit Lea.
"Kak Erik ayo tidak apa-apa teruskan saja," lanjut Lea sambil meraih tangan Erik dan menaruh di dadanya.
Erik mengerutkan keningnya, lalu menggeleng keras tanpa berkata apa-apa. Masih dengan raut wajah gusar Erik membaringkan tubuhnya membelakangi Lea.
"Kak, ayo aku tidak apa-apa." Lea sedikit mengguncang tubuh Erik.
"Tidurlah Lea." Erik menepis tangan Lea dengan nada suara yang sedikit agak meninggi.
Sedikit terkejut mendapatkan reaksi dari Erik, Lea memilih beringsut keluar kamar menyembunyikan air matanya yang kembali akan menetes.
Ada apa dengan aku, apa aku tidak normal?, aku juga tidak mau kalau terus begini hikss ....
Sambil terus terisak Lea mencari penjelasan terkait kelainan seksual, juga tentang traumatis pasca pemerkosaan pada fitur layanan pencarian pada telepon genggamnya-nya.
Jarinya terus menyusuri beranda handphone-nya, sambil sesekali menyusut air mata dan cairan pada hidungnya.
Lea menemukan apa yang dia cari dan langsung menyimpan sebuah alamat sebuah lembaga bantuan untuk korban trauma kekerasan dalam rumah tangga dan korban pelecehan seksual yang ia temukan di beranda pencariannya.
Sepeninggal Lea keluar dari kamar, Erik tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya kalut ditambah hasratnya yang memuncak tidak dapat tersalurkan.
Ada rasa marah dan kecewa di hatinya, ia tahu kejadian tadi bukan karena istrinya sengaja menolak tapi karena Lea belum pulih benar akibat kejadian yang dilakukan oleh Pak Beni padanya ... tapi ia merasa sudah lelah.
Entah Erik memang sudah lelah menunggu Lea pulih, atau karena saat ini sudah ada sosok lain yang ia kagumi.
...❤❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Trauma harus ditangani dgn serius karena gak semua bisa hilang dgn sendirinya, takutnya nanti malah jd keterusan susah normalnya
2023-03-25
0
Kusmiati
orang sebelum menikah tdk boleh berhubungan badan sama istrinya nunggu sampai habis melahirkan selama kurang lebih satu bln
2023-01-06
0
Mayya_zha
haduh jangan dong kasian lea
2022-07-06
0