"Ibu kenapa Lea?!" Erik yang baru saja turun dari motornya segera berlari masuk ke dalam rumah karena mendengar tangisan istrinya.
"Kaak ... toloong, aku ga tau ibu kenapa iniii." Lea jatuh terduduk di lantai sambil memeluk ibunya yang sudah terlihat lemas saat Erik masuk ke dalam rumah.
Erik segera berlari kembali keluar menuju rumah Pak Setyo tetangga depan rumah mereka untuk meminjam mobil.
Tak berapa lama Erik kembali bersama Pak Setyo dan salah satu anak laki-laki Pak Setyo yang sudah remaja.
Erik segera mengangkat tubuh ibu mertuanya dan membawa masuk ke dalam mobil Pak Setyo.
Di dalam mobil yang menuju ke puskesmas tak henti-hentinya Lea menangis dan meratap memanggil ibunya yang sudah tidak sadar.
Erik yang duduk di sebelah Lea hanya bisa menenangkan sedangkan Pak Setyo dan putranya, hanya sesekali memandang ke arah kursi belakang di mana Lea sedang memangku ibunya dengan tatapan prihatin.
Perjalanan ke puskesmas selama 10 menit sangat terasa lama bagi Lea.
Sesampainya di puskesmas ibunya langsung dibawa ke ruang IGD untuk di tindak lanjuti.
Di bangku depan ruang tunggu Lea masih menangis, sesekali ia berdiri di depan pintu ruang IGD dan berusaha mengintip lewat kaca ingin tahu apa yang terjadi pada ibunya.
Tapi yang tampak hanyalah punggung para perawat dan dokter yang sedang memeriksa ibunya.
"Duduk Lea kita tunggu dokter saja." Erik menarik tangan Lea dengan lembut untuk duduk di sampingnya.
"Aku takut kak." Ingatan Lea saat ayahnya pergi untuk selamanya masih sangat jelas, serasa baru kemarin dia ada di ruang rawat inap puskesmas ini menangis saat ayah menghembuskan nafas terakhirnya.
Walaupun ayah sempat di rawat selama hampir satu minggu karena penyakit asam lambung yang tinggi, Lea tetap tidak siap menerima kenyataan saat dokter mengatakan ayah sudah tidak ada.
"Kita pasrahkan yang terbaik buat ibu, doakan dari sini biar ibu kuat. Kamu gelisah mondar mandir seperti ini juga ga akan membantu." Erik tetap memaksa Lea untuk duduk karena ia tidak mau Lea melihat tindakan yang dokter lakukan pada ibunya di dalam ruangan IGD itu.
Lea pun menuruti permintaan Erik karena dirinya pun sudah sangat terasa lelah, banyak menangis rupanya membutuhkan energi yang besar.
"Ibu sudah tahu tentang apa yang terjadi antara aku dan Pak Beni." Lirih suara Lea sambil menatap Erik sejenak lalu kembali menunduk.
"Kenapa kamu cerita? Bukannya kita sudah sepakat tidak perlu ada seorang pun yang tahu?" Erik menghembuskan nafasnya dengan keras lalu mengubah posisi duduknya menghadap Lea. Kini ia tahu alasan mengapa ibu mertuanya kini ada di dalam ruang IGD.
"Ibu dapat foto aku saat di hotel, aku lagi tidur ... ga pakai baju, tapi masih pakai selimut kok." Cepat-cepat Lea menambahkan kalimat terakhir dikarenakan melihat raut wajah Erik yang seketika berubah mendengar foto ia tidak mengenakan baju.
"Fotonya dari mana?" tanya Erik.
"Ga tau, tapi kata ibu foto itu sudah tersebar ... aku maluuu kak." Lea membungkuk menenggelamkan wajah di pangkuannya sendiri.
"Rupanya ada yang tidak terima kamu menikah dengan aku." Geram Erik.
"Pak Beni?" tanya Lea. Erik hanya mengangguk
"Terus bagaimana kak, aku malu kalau foto itu benar sudah beredar dan orang-orang menganggap aku tuh menjual diri."
Lea dengan panik menggoyang-goyangkan lengan Erik.
"Tenang aja Lea, foto itu hanya ada kamu saja kan di dalamnya?" Lea mengangguk.
"Kalau ada yang menyinggung atau bertanya, bilang aja itu foto saat bulan madu kita, kenapa bisa tersebar yaa .. bilang aja ada teman yang iseng, beres kan." Erik tersenyum lebar merasa menemukan alasan yang terdengar sangat masuk akal.
"Iya juga, bilang gitu aja kak."
"Mulai sekarang di depan orang-orang kamu jangan merasa malu atau seperti ketakutan, biasa aja. Seperti tidak terjadi apa-apa." Erik mengusap punggung Lea memberikan kekuatan.
"Keluarga Ibu Rosidah". Dokter pria setengah baya keluar dari ruang IGD dengan wajah lelah.
Lea dan Erik sontak berdiri mendekat, "Bagaimana dok ibu saya sudah sadar?, apa sudah boleh saya lihat?" Lea dengan tidak sabar bertanya pada dokter di hadapannya.
"Mba anak Ibu Rosidah?, dan masnya? ..." Dokter menunjuk ke arah Erik.
"Saya menantunya dok."
"Oh baik ... ehhmm begini sebelumnya kami mohon maaf, kami sudah berusaha paling maksimal, tapi kami kehilangan ibu Rosidah sekitar tiga menit yang lalu." Setelah mengabarkan berita duka itu dokter tersebut masih berdiri terdiam, karena sepasang suami istri di hadapannya ini terlihat begitu kaget sehingga hanya bisa tertegun menatapnya tak percaya.
"Maksud dokter bagaimana? ... ibu saya meninggal maksud dokter??." Suara Lea meninggi tapi sedikit tercekat oleh tangisan yang akan keluar lagi.
Dokter itu hanya mengangguk lemah. Erik dengan sigap merangkul pundak Lea mencoba menyalurkan kekuatan.
"Kami turut berduka cita, sekali lagi kami mohon maaf."
"Jenasah almarhumah sedang dibersihkan, mas nya bisa menyelesaikan administrasinya dahulu ... permisi saya kembali dulu ke dalam." Beban seorang tenaga medis saat memberikan berita yang kurang baik ke keluarga pasien seperti ini, merupakan hal yang cukup sulit namun sudah kewajiban dari tugas mulia mereka.
Sepeninggal dokter masuk ke dalam ruangan, Erik menuntun Lea untuk duduk.
Lea masih terdiam dengan tatapan yang kosong hanya air matanya yang terus mengalir tanpa suara, tanda bahwa ia berada dalam fase yang sangat rapuh.
"Kamu tunggu disini ya, aku urus pembayaran dulu biar ibu cepat bisa dibawa pulang." Lea masih terdiam.
Dari jauh Erik dengan bahasa tangannya memanggil Pak Setyo dan anaknya yang masih menunggu di dalam mobil.
"Pak, saya minta tolong temani Lea dulu sebentar saya mau urus administrasi." Kata Erik sambil matanya sesekali mengawasi Lea.
"Ohh ya nak ... ibu gimana sudah membaik?"
"Bu Rosidah sudah tidak ada pak." Kata Erik setengah berbisik.
"Inalillahi Wainailaihi Rojiun." Pak Setyo mengusap dadanya sambil menatap Lea dengan sendu.
...🔹️...
Cukup banyak orang yang hadir di pemakaman ibu Lea siang itu. Cuaca panas tidak mengurangi pelayat untuk mengantar ibu Rosidah ke tempat peristirahatan terakhir.
Beberapa pasang mata menatap Lea penuh rasa ingin tahu, sesekali mereka saling berbisik.
Lea yang masih larut dalam kesedihan tidak sadar akan hal itu, lain dengan Erik yang berulang kali mendapati mata orang-orang memandang istrinya dengan tajam.
Diantara para pelayat hadir juga Pak Beni dan istrinya. Meski berat rasanya Pak Beni untuk datang melayat tapi karena ia orang yang terpandang dan juga selaku pemilik tempat Lea pernah bekerja maka alasan itulah dia sekarang ada disini.
Satu persatu para pelayat mulai meninggalkan tempat setelah mengucapkan bela sungkawa pada Erik dan Lea.
Kini tibalah waktu Pak Beni dan istrinya mendekat untuk mengucapkan bela sungkawa juga.
"Kami ikut berduka cita atas kepergian ibu mu Lea. Semoga ibadah almarhumah diterima dan dosanya diampuni." Pak Beni membuka pembicaraan sambil matanya terus berusaha menatap wajah Lea yang berdiri di belakang Erik sambil tertunduk takut.
"Saya dan istri saya mengucapkan terima kasih atas perhatiannya." Erik yang membalas ucapan Pak Beni sambil tangannya mengatup di depan dadanya.
Sengaja ia mengucapkan kata istri agak ditekankan. Mata dan tubuhnya dalam sikap waspada.
Lea masih belum mau mengangkat wajahnya, ia merasa tidak sudi memandang wajah pria yang kini ada di hadapannya.
Pria yang sebelumnya sangat ia hormati dan kagumi namun hancur dalam semalam, pria itu sudah merusak masa depannya dan diduga ikut andil atas kematian ibunya.
"Saya ucapkan selamat juga atas pernikahan kalian berdua, maaf tidak bisa hadir." Pak Beni masih menunggu reaksi dari Lea.
"Terima kasih, tidak apa-apa hanya pernikahan sederhana, yang terpenting kami berdua sudah sah." Erik mengulas senyum kemenangan.
"Lea, jika kamu masih ingin bekerja, di kantor saya masih ad---"
"Tidak perlu, kami berdua sedang merintis usaha baru jadi Lea tidak akan bekerja kembali, ia akan membantu saya." Erik segera memotong ucapan Pak Beni sebelum ia menyelesaikan perkataannya.
Sedangan bu Devi sontak memberikan tatapan peringatan pada Pak Beni.
"Baik kalau begitu kami permisi." Setelah mengangguk sopan Bu Devi setangah menarik lengan Pak Beni yang masih memandang Lea.
Hatinya sangat kesal dan sakit sekali. Saat masih ada dia di sampingnya pun, dengan berani dan secara terang-terangan suaminya menunjukan ketertarikannya pada Lea.
Hati wanita mana yang sakit melihat pemandangan itu.
...💠💠💠...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Pak Beni secara gak langsung udh bikin ibu Lea meninggal😖😖 makin bencilah Lea sama kau.
2023-03-24
1
Wie Yanah
ga sudi pa beni yg trhrmat
2022-03-12
1
SyaSyi
aku mampir di sini dulu ya. sudah aku masukkan favorit
2022-03-05
1