"Kak Erik kira aku hamil?" Erik hanya terdiam sambil terus menatap Lea.
"Aku tuh ga hamil kak." Lea tersenyum geli.
"Hanya memastikan aja." Erik bersikukuh.
"Kakak ga percaya sama aku?" Lea melirik cemberut.
"Bukan ga percaya Lea, kemarin kamu kan muntah - muntah lemas juga jadi aku ada rasa khawatir gitu loh ga salah kan."
"Ya ampun kak, kan sudah dibilangin kemarin aku tuh cuman masuk angin. Kecapaian aku tuh seharian kepanasan di jalan, kurang tidur juga."
"Kamu kok yakin cuman masuk angin kamu kan belum pernah hamil jadi mana tahu tanda - tandanya bagaimana." Erik tersenyum meremehkan.
"Kak Erik sendiri kan juga belum pernah hamil kok yakin - yakinnya aku hamil. Pakai ngotot lagi aku hamil". Erik terkekeh sudah berhasil membuat Lea kesal lagi.
"Aku tuh ga hamil kak, karna minggu lalu baru selesai datang bulan." Jelas Lea.
"oww baguslah ... ya sudah kalau begitu lega deh jadinya." Erik menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Sejak semalam mendengar Lea muntah dan mual pikirannya jadi kemana - mana takut akan hal terburuk yang terjadi pada Lea.
"Kak Erik kok kelihatannya malah seneng kalo aku hamil ... suka banget lihat aku susah." Lea mencibir.
"Ya ga gitu juga Lea, ini namanya tuh antisipasi."
"Makanya tanya dulu, main seret aja kesini ga bilang - bilang .. ayo ah pulang aja." Lea berdiri menarik tangan Erik untuk mengajak pulang.
"Ehh .. ntar aja dulu nanggung sudah disini bentar lagi giliran kamu dipanggil." Erik kembali menarik Lea untuk duduk disampingnya.
"Mau ngapain lagi kak, apanya yang mau diperiksa. Aku ga nyaman tau dari tadi ibu - ibu itu pada ngeliatin kita teus." Lea mencuri pandang ke arah beberapa ibu - ibu yang juga sedang menunggu antrian sambil menatap mereka berdua dengan heran dan terlihat ingin tahu.
Saat ini di mata ibu - ibu yang sedang mengantri, mereka berdua seperti pasangan yang salah pilih tempat untuk berpacaran. Ribut sendiri kadang saling cubit, menggoda dan tertawa bersama.
aaahhh ... Lea dan Erik ga peka nih jadi bikin iri ibu - ibu yang lagi di ruang tunggu.
"Mereka mungkin cuman penasaran mungkin. Kalau papanya tampan dan mamanya cantik macam kita ini, anaknya bagaimana kalau lahir nan ... aaauuuu." Kalimat Erik terputus oleh cubitan kecil Lea di lengannya.
"Astagaaaa ... pedas banget sih cubitanmu Leaaa." Erik tampak meringis sedangkan Lea acuh karena kesal.
"*Ibu Bintang Amalea*." Suara perawat jaga memanggil.
Erik berdiri diikuti Lea dari belakang, setelah menjalankan pemeriksaan awal seperti tekanan darah, timbang berat badan Lea dan Erik dipersilahkan memasuki ruang periksa.
Tampak dokter wanita yang masih muda dibalik meja tersenyum ramah pada mereka berdua saat memasuki ruangan.
"Selamat siang ... waah rupanya pasangan pengantin baru sepertinya nih .. mari silahkan duduk dulu." Erik dan Lea saling bertatapan dengan canggung.
"Baru pertama ya datang ke dokter kandungan?." Dokter Indri memasang senyum ramah.
"Mmmm ... saya dan istri saya mau tanya tentang program hamil dok." Erik membuka pembicaraan.
Mendengar kata istri yang ditujukan padanya, sontak mata Lea sedikit membesar dan melirik ke Erik dengan penuh tanya yang menuduh. Erik yang mendapat tatapan itu berpura - pura tidak melihat, pandangannya hanya fokus pada dokter di hadapannya.
"Ooww .. mau cepat punya dedek bayi nih calon ayahnya." Erik hanya tersenyum tipis salah tingkah.
"Panggilnya mau apa nih ayah bunda, bapak ibu atau mama papa." Diiihh ... dokter ini sukanya godain terus. Lea membatin dalam hati.
"Kalau mau cepat hamil jangan pernah pakai alat kontrasepsi ya ... alami aja."
"Perbanyak makan sayur, buah dan vitamin baik untuk calon mama dan juga calon papanya ya."
"Satu lagi yang paliiiing penting frekuensi berhubungan intim boleh ditingkatkan, apalagi kalian masih muda nih pengantin baru kan? ... pasti lagi panas - panasnya dong yaaa." Dokter Indri tersenyum menggoda.
Erik yang selama dokter Indri menjelaskan hanya mengangguk - angguk sambil sesekali tersenyum entah mengerti atau tidak. Sedangkan Lea hanya bengong dengan semua penjelasan dokter dihadapannya ini.
"Ayo kita periksa dulu ya kondisi rahim calon mama mudanya."
"yuk baring disini mba." Dokter Indri menunjuk pembaringan pasien di hadapannya.
Lea menaiki pembaringan dibantu oleh perawat asisten dokter Indri. Lea terkejut saat perawat akan membuka kaos bagian bawahnya, langsung spontan matanya sedikit melotot ke arah Erik dan mengisyaratkan agar jangan coba - coba mencuri kesempatan melihat perutnya.
Perawat mulai mengoleskan cairan berupa gel dan mengarahkan alat di atas perut Lea. Mulai tampak gambar tapi gelap dan angka - angka yang sama sekali tidak dimengerti oleh Lea tampil di monitor.
"Waaahhh ... ini sih tokcer deh calon papa. Ga perlu program hamil lagi sudah ada calon dedeknya." Suara riang dokter Indri memecah keheningan.
Masih belum ada reaksi dari Lea dan Erik mereka hanya saling bertatapan dengan sorot mata bingung dan penuh tanya.
"Halo mama .. halo papa ... niiiih calon dedeknya sudah masuk usia empat minggu, besarnya aku sudah seperti kacang hijau loh."
Dokter Indri menoleh ke arah Erik dan Lea karena merasa tidak ada tanggapan dari keduanya. Wajah mereka terlihat sangat kaget.
"Eehhh ... iya dok ... waahh sudah hamil ternyata ya .. hehehe." Erik mencoba tertawa tapi masih terdengar sumbang. Sedangkan Lea masih tetap terbaring menatap hampa layar monitor di hadapannya.
"Iyaa ... selamat ya ga lama lagi sudah jadi orangtua, bakal jadi hot daddy dan hot mommy nih." Sambil berjalan kembali ke kursinya dokter Indri memberikan arahan pada perawatnya untuk membantu Lea membetulkan pakaiannya.
"Usia kandungannya masih sangat muda, rentan keguguran jadi jangan terlalu capek dan banyak pikiran."
"Ini saya berikan resep untuk vitamin dan penguat kandungan ya untuk calon mama dan calon dedeknya, bulan depan datang kesini lagi ... dijaga baik - baik ya sayang." Dokter Indri menyerahkan selembar kertas resep sambil menatap Lea.
"Tapi dok ... saya minggu lalu haid kenapa kok sekarang bisa hamil?" Lea masih belum bisa menerima diagnosa dokter yang menyatakan dia positif hamil.
"Haidnya lancar atau hanya berupa flek?" Tanya dokter Indri.
"Mmm ... ga lancar sih hanya sekitar tiga hari warnanya coklat. Awalnya saya kira karena kecapaian atau sedang banyak pikiran jadi haid saya ga lancar." Lirih suara Lea
"Itu bukan haid tapi flek penanda kehamilan di awal. Memang tidak semua wanita hamil mengalami hal ini." Jelas dokter Indri.
Lea masih tertunduk diam mendengar penjelasan dari dokter Indri. Melihat Lea tidak ada reaksi Erik mengambil alih memecah suasana agar dokter dan perawat yang ada dalam ruangan ini tidak berpikir yang macam - macam.
"Jangan khawatir dia pasti baik - baik saja .. benar kan dok?" Tanya Erik meminta dukungan dari dokter Indri. Dokter Indri hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
"Maklum kehamilan pertama dok jadi masih agak bingung dan takut ... terima kasih banyak, kalau begitu kami tebus resep dulu." Erik berpamitan dan berdiri sambil menggamit lengan Lea.
Setelah keluar dari ruangan periksa tidak ada satu kata pun keluar dari bibir Lea. Ia hanya terdiam sambil mengikuti langkah Erik, sejak dari arah apotik menebus vitamin yang diresepkan dokter hingga ke arah parkiran motor.
Sampai di parkiran motor air mata pertama Lea menetes begitu saja.
"Aku ga mau hamil." Suara Lea tercekat. Tangannya mengepal sambil memukul - mukul perutnya.
Tangan Erik memegang lengan Lea yang semakin keras memukul perut yang masih tampak rata itu.
"Jangan Lea ... ayo kita lebih baik jalan dulu, disini banyak orang lewat." Erik menggiring Lea untuk segera naik ke motornya.
Motor Erik berjalan membelah jalanan menuju pinggiran kampung mereka, tempat dimana sejauh mata memandang hanyalah sawah yang terlihat.
Setelah mencari tempat yang sedikit teduh dan sekiranya jauh dari pandangan orang, Erik memberhentikan motornya dan meminta Lea untuk ikut turun.
"Minum dulu. Kalau kebanyakan nangis dan ga diimbangi banyak minum, bisa habis air matamu. Nanti ga ada stok lagi untuk tangisin aku." Sambil sedikit bercanda, Erik memberikan botol air mineral pada Lea. Rupanya di sepanjang perjalanan tadi Lea sudah banyak menangis, terlihat dari matanya yang bengkak dan wajahnya yang kusut.
"Aku mau gugurin aja." Lirih suara Lea hampir tidak terdengar.
"Kamu sudah siap akan resiko kehilangan nyawa? atau mengalami kegagalan aborsi yang mengakibatkan cacat permanen pada bayimu? dan seumur hidup kamu harus terus melihat penderitaannya akibat dari keputusanmu yang egois ... begitu yang kamu mau??"
"Lakukan saja kalau kamu siap dengan segala resiko itu ... dan ohh yaa, jangan lupa ada dosa besar yang akan menantimu." Erik berkata dengan tenang namun sambil meredakan emosi dalam hatinya.
Ia juga kecewa dan kaget atas hasil periksa kandungan Lea, tapi ia juga tidak suka dengan perkataan Lea yang ingin menghilangkan janin yang baru akan bertumbuh.
"Tapi aku ga mauu ada jejak bajingan itu ditubuh akuuu!! ... huhuhuuu .. huhuhhuu." Tangis Lea semakin menyayat telinga Erik.
"Aku benci diaaaaa!!" Lea kembali memukul perutnya semakin lama semakin keras.
...💠💠💠...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Pasti shock banget itu Lea, harus mengandung bayi dari org yg dia benci😣
2023-03-24
0
Mayya_zha
makin penasaran akan kemana kan cinta berlabuh. ke beni si ayah bayi atau ka erik
2022-07-01
0
Cahyaning Fitri
sabar Lea....
2022-06-10
0