"Lea" panggil Erik sambil melongokan kepala di pintu dapur.
Enggan rasanya Lea beranjak dari dapur menuju ke ruang tamu untuk menemui Bu Devi, namun kedatangan Erik ke dapur menjemputnya seakan tidak memberikan celah Lea untuk menolaknya.
Erik memberi isyarat agar Lea sedikit cepat dengan anggukan kepala dan dahi berkerut.
Erik ingin Lea cepat menemui Devi, agar urusan mereka cepat selesai dan Devi segera pulang karena ia sudah sangat lapar.
Lea yang merasa kesal karena Erik tidak membantunya menghindar untuk menemui Bu Devi, berdiri sambil menghentakan kaki melampiaskan rasa kesalnya pada lantai dapur yang tidak bersalah.
Lea dan Erik berjalan beriringan ke arah ruang tamu.
Saat Lea duduk di hadapan Devi, Erik berpamitan hendak kembali ke dapur untuk melanjutkan makannya yang tertunda.
"Permisi saya tinggal dulu ke belakang," pamit Erik.
"Saya perlu dengan kalian berdua. Saya hanya minta waktu sebentar saja" pinta Bu Devi menahan Erik.
Haduh sabar ya perut, semoga ga lama ngobrolnya. Erik membatin dalam hati.
Lea tersenyum simpul, melihat wajah Erik yang berubah kecut.
"Apa ada yang bisa kami bantu bu?" tanya Erik setelah ia mengambil posisi duduk di sebelah Lea.
Beberapa saat lamanya, Devi masih terdiam.
Wajah cantiknya masih terlihat sangat tenang dan pembawaanya yang anggun setara sosialita kelas atas, sangat membantu menutupi perasaannya saat ini.
Kedua tangan Devi terlihat meremas tas mahal miliknya, menandakan bahwa ia sedang dilanda kegugupan yang sangat.
"Lea ... sebelumnya saya mohon maaf, tolong kamu jangan berpikir yang tidak-tidak dulu," ucap Devi akhirnya.
Erik dan Lea saling berpandangan penuh tanya.
Devi tampak mengambil sesuatu dalam tasnya, ia menaruh sebuah amplop coklat yang terlihat cukup tebal di atas meja.
"Itu apa?" tunjuk Lea tanpa berani menyentuh amplop coklat itu.
"Bukalah." Wajah Devi semakin terlihat tegang.
Erik meraih amplop tersebut, sambil terus memandang lurus ke wajah sang pemberi.
Devi hanya diam terpaku, tatapannya terpusat pada amplop yang saat ini dipegang Erik.
Sebelum membuka amplop tersebut, Lea dan Erik kembali berpandangan dengan perasaan khawatir seakan-akan mereka mempunya pikiran yang sama.
Tampak beberapa ikatan uang kertas berwarna merah dan biru ada dalam amplop itu.
Seketika itu juga, Erik menutupnya dan menaruhnya kembali ke atas meja dengan sedikit agak kasar.
"Apa maksudnya ini?" Wajah Erik memerah menahan emosi.
"Apa anda minta istri saya untuk mengugurkan kandungannya?!!"
"Oww, atau anda ada niatan membeli anak yang masih dalam kandungan ini?!!" Erik berusaha keras menahan emosinya.
Lea yang baru kali itu melihat Erik penuh dengan emosi, segera meraih lengan suaminya dan memeluknya.
"Sudah saya bilang jangan salah sangka terlebih dahulu." Devi mencoba mengatur nafas dan posisi duduknya, ia sempat terkejut dan takut akan respon dari suami Lea yang tidak disangka.
"Saya tidak akan mengusik kebahagiaan kalian apalagi ingin memisahkan anak dengan orangtuanya."
"Hanya ... jika nanti anak itu lahir dan wajahnya sangat mirip dengan suami saya. Menurut kalian, kira-kira Beni akan diam saja atau ingin berusaha mengambil anaknya? .. atau bahkan dengan alasan anak, Beni kembali memaksamu untuk menikah dengannya." Devi memandang lekat.
Awalnya mereka terlihat bingung dengan apa yang dimaksud oleh Devi, tapi sedetik kemudian mereka menyadari bahwa yang dikatakan wanita di hadapan mereka ini ada benarnya.
Pak Beni yang masih punya keturunan Tionghoa mengalir dalam darahnya, membuat kulitnya terlihat lebih terang dari para pria yang ada di kampung ini.
Matanya yang sedikit sipit, tampak jelas membedakan dengan Erik yang memiliki mata teduh namun dalam.
Lea memindai wajah pria di sampingnya, yang saat ini berstatus sebagai suaminya. Sangat tampak jelas perbedaan wajah antara Pak Beni dengan Erik.
Lea menunduk menyadari jika ada kemungkinan yang dikatakan Bu Devi benar, dan sangat mungkin suatu saat Pak Beni akan menyadari bahwa anak yang dilahirkan Lea adalah anaknya.
Rasa cemas tiba-tiba melanda hati Lea, khawatir jika Pak Beni masih terus mengejarnya maupun anaknya.
"Saya harus bagaimana?, tapi maaf jika ibu meminta saya membunuh calon anak ini, saya tidak mau!," tegas Lea.
"Saya tidak mungkin sejahat itu, saya hanya ingin memberikan penawaran yang membuat kamu aman dan ... saya pun juga tenang." Lirih suara Devi saat menyebut kalimat terakhir.
"Saya ingin membantu kalian untuk keluar dari kampung ini." Devi memandang keduanya penuh harap.
"Ibu mau mengusir kami dari rumah kami sendiri?!" Erik kembali memanas.
"Maaf .. tapi menurut kamu apa ada pilihan yang jauh lebih baik dari ini?" tanya Devi putus asa.
Lea dan Erik saling memandang penuh dengan rasa khawatir, bingung, dan emosi menjadi satu.
"Kami harus kemana?" Lea menatap Devi dengan lemah.
"Kamu setuju?" Erik tampak terkejut mendengar pertanyaan Lea.
"Kita harus gimana?, aku ga mau berurusan dengan Pak Beni lagi. Kalau saja dia tahu ini anaknya, dia pasti akan berusaha mengambilnya ... aku ga bakal rela!" jerit Lea frustasi.
Erik menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar, ia pun juga tidak mau pernikahannya diganggu oleh mantan bos istrinya itu, tapi untuk keluar dari kampung ini ... entahlah ia juga belum punya bayangan.
"Lalu uang ini untuk apa?" tanya Erik.
"Hanya bentuk support, barangkali kalian butuh dana untuk usaha di tempat yang baru."
"Eh, ini baru awalnya saja. Saya janji akan bantu lebih dari ini." Devi terlihat bersemangat, karena merasa Erik dan Lea sudah mulai setuju dengan sarannya.
'Tidak perlu. Kami tidak perlu bantuan dari anda. Kami mampu memulai usaha sendiri." Erik mendorong amplop berisi uang itu ke arah Devi.
"Jangan menolak, saya ikhlas membantu." Devi kembali mendorong uang itu ke arah Erik.
"Ikhlas? tidak tepat rasanya jika ibu bilang melakukan ini karena ikhlas. Bantuan dan saran yang ibu berikan, bukan hanya untuk kebaikan kami, tapi juga untuk kebaikan keluarga ibu. Jadi, jika kami pergi dari kampung ini .. kita impas" Jelas Erik.
"Maaf ... saya minta maaf, sungguh sebenarnya saya pun tidak sampai hati menyarankan hal ini. Saya hanya mau melindungi keluarga dan kedua anak saya." Wajah Devi yang semula terlihat tegar kini berselimut mendung.
Seorang ibu pasti akan berbuat apapun untuk kebahagiaan anak-anaknya.
Tersentuh Lea mendengar perkataan dari Bu Devi tentang anak-anaknya.
Spontan ia mengelus perutnya yang sudah terlihat menonjol.
Tidak lama lagi ia pun akan menjadi seorang ibu di usia yang masih muda.
Mendengar kata anak-anak disebut dari bibir Devi, mengingatkan Lea juga bahwa anak yang ia kandung ini adalah adik dari anak-anak Bu Devi dan Pak Beni.
Devi memandang Lea yang sedang membelai perutnya yang sedikit terlihat menonjol, perih rasanya mengingat fakta bahwa darah daging suaminya sedang berkembang di perut Lea.
Ia sangat tahu jika ini semua bukan salah Lea. Suaminya yang sangat terobsesi pada gadis muda ini, dan dengan tega merusaknya dengan harapan bisa dimilikinya.
"Atas nama suami saya .. saya minta maaf." Pelan suara Devi sedikit tersendat matanya masih menatap sendu pada perutnya. Lea hanya mengangguk lalu menunduk tanpa bisa menjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Susah memang kalau berurusan sama org yg terobsesi, Beni pasti akan melakukan segala cara untuk memiliki Lea.
2023-03-24
0
Mayya_zha
ternyata baik juga bu devi
2022-07-03
0
AlongPee
keren bangetttt
2022-03-23
1