Melihat Lea yang semakin histeris, Erik langsung menarik tubuhnya ke dalam pelukan agar Lea semakin tenang dan tidak lagi memukul perutnya.
Hatinya pun ikut tersayat merasakan kehancuran wanita yang disayanginya ini.
"Leaaa ... Leaa ... menangis saja, kamu boleh menangis sampai kamu puas." Erik berkata dengan lembut dan membelai lembut rambut Lea sambil tetap memeluknya dengan erat, "Kalau kamu ingin berteriak ... teriak saja sekencang-kencangnya, sampai kamu merasa ga sanggup lagi mengeluarkan suara. Keluarkan semuanya Lea tidak apa-apa, tapi jangan kamu sakiti dirimu sendiri dan calon bayimu yang baru ingin berjuang. Dia ga salah, kamu pun juga ga salah .. tolong jangan hukum dia."
Mendengar penuturan Erik tubuh Lea melemah tidak histeris seperti tadi.
Tenaganya terasa sudah habis karena sudah terlalu banyak menangis.
"Akuu takuut kakk ... hhuuhuuu."
"Akuuu ...ga mau hamil anak dari bajingan ituuuu!!" Lea menjerit sambil menatap Erik, dengan tatapan memohon.
"Dia anakmu." Erik berkata pelan.
"Iniiii ... akibat perbuatan orang itu kaaakk, dan akuu ga mauu!!" Lea kembali emosi dan berusaha lepas dari pelukan Erik.
Ia menangis histeris dan berteriak sambil meremas kaos bagian bawahnya, seolah merasa jijik dengan apa yang ada di dalam perutnya.
"Dia anakmu Lea, bukan anak orang itu. Dia hanya milikmu ... hanya punya kamu. Orang yang kamu katakan brengsek itu, tidak perlu tahu tentang keberadaan anakmu jika kamu tidak menginginkan dia tahu." Erik masih terus berusaha membujuk.
Lea terdiam menatap Erik meminta penjelasan.
"Dia akan hanya jadi anakmu ... dan juga anakku, ijinkan aku menikahimu Lea."
Erik kembali berjalan mendekat lalu menggenggam tangan Lea erat dan mengecupnya sekilas.
Lea masih tertegun menatap Erik yang saat ini memandangnya lekat.
"Aku sedang tidak bercanda. Aku serius, dan aku memaksa kamu untuk menerima aku .. aku tidak mau ditolak kali ini." Erik sedikit mengulas senyumnya.
Lea masih terdiam mengamati wajah Erik.
Di satu sisi ia merasa senang dan lega ada Erik yang bersedia selalu ada di sampingnya dalam kondisi apapun, tapi di satu sisi lainnya Lea merasa ini tidak adil bagi Erik apalagi ia masih belum bisa membalas perasaan pria ini sejak dulu.
Apakah ia harus bertindak egois demi kepentingannya sendiri dengan menerima lamaran dari Erik, ataukah ia memasrahkan nasibnya seumur hidup menjadi istri kedua dari Pak Beni.
Semua pilihan terasa sama berat bagi Lea, apapun pilihannya pasti akan ada hati yang kecewa dan tersakiti atas pilihan yang akan dia ambil nantinya.
"Kak Erik jangan merasa kasihan sama aku, itu tambah buat aku terlihat menyedihkan." Lea berdiri bersandar di pohon besar sambil melempar pandangan ke arah persawahan.
"Aku ga kasihan sama kamu, aku hanya kasihan sama dia." Dagu Erik menunjuk arah perut Lea.
"Dia berhak mendapat kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua yang lengkap"
"Kecuali ... kecuali kamu ingin menikah dengan Pak Beni karena memang dia yang lebih berhak .. dia ayah kandungnya." Sambil mengatakan itu Erik juga mengikuti Lea memandangi sawah yang sudah hampir memasuki musim panen.
"Kak Erik yakin mau nikah sama aku ?, aku ini hamil anak orang lain loh kak. Coba kakak pikir-pikir dulu, jangan hanya karena kasihan. Aku tuh paling ga suka dikasihani." Lea menatap Erik intens.
"Aku ga mau kondisi ku ini nanti jadi masalah di kemudian hari," lanjut Lea.
Erik tersenyum sambil meraih kedua pipi Lea dengan kedua tangannya, "Lebih dari yakin!"
"Tapi kamu juga harus berjanji setelah pulang dari sini, kamu harus ikhlas menerima dia yang juga sebagian dari kamu." Erik mengarahkan tatapannya pada perut Lea yang masih rata.
Sepanjang perjalanan pulang Lea sangat menyesali pikiran pendeknya yang ingin menghilangkan janin yang baru akan bertumbuh di dalam perutnya.
Ia merasa sangat berdosa sempat terlintas pikiran jahat itu. Lea bersyukur ada Erik yang menyadarkannya dan mengangkatnya disaat ia jatuh sejatuhnya.
Selama di atas motor perjalanan pulang, tak henti-hentinya Lea memohon ampun pada sang pencipta dan tangannya tak henti-hentinya mengusap perutnya yang masih rata ia merasa sudah menyakiti calon bayinya.
Kau buah cintaku
Hadirmu luar biasa
Semua yang pernah aku dapat
Tak sebanding dengan hadirmu
Semoga bahagia engkau di dalam dekapan aku
Semoga ku bisa menjaga fitrahmu
Dengarlah aku bisikkan
Bahaya dan aman dunia
Pasti kan ku jaga engkau hadiah Tuhan
Terima kasih oh Tuhan
Engkau mempercayaiku
Dia tiup kencang
Sampai ku lahirkan engkau
Doaku tak akan bisa diurai dengan apapun
Selamatlah engkau
Hadiah Tuhan
(Hadiah Tuhan - Nagita Slavina)
...🔹️🔹️🔹️...
Proses pernikahan Erik dan Lea hampir tidak menemui halangan. Tidak ada yang curiga sedikitpun atas pernikahan mereka yang sangat mendadak sekali, karena hampir semua orang tahu mereka dari sekolah sudah sering terlihat bersama.
Lea dan Erik sengaja melaksanakan pernikahan yang sangat sederhana, hanya dihadiri oleh para tetangga dan beberapa teman dekat mereka.
Mereka berdua hanya khawatir jika terlalu lama menunda pernikahan, kandungan Lea akan semakin terlihat.
Sudah hampir dua minggu status Erik dan Lea berubah dari yang sebelumnya sahabat sekarang menjadi suami istri.
Saat ini mereka tinggal di rumah peninggalan kedua orang tua Erik yang berada tepat di sebelah rumah Lea, jadi Lea tiap hari masih bisa pulang menemui ibunya.
Berita pernikahan Lea meski sederhana sampai juga ke telinga Pak Beni.
Pak Beni merasa geram karena semua rencana yang disusunnya sama sekali tidak berhasil bahkan menimbulkan masalah baru.
Devi Istrinya berubah sikap semakin dingin, sering marah-marah dan selalu curiga dengan semua tindakannya.
Namun yang paling membuat dirinya frustasi adalah, Lea saat ini sudah dinikahi orang lain.
Situasi seperti ini membuat Pak Beni semakin geram. Jika selama ini semua apa yang dia inginkan selalu bisa dia dapatkan dengan mudah, tapi tidak dengan Lea mengapa begitu sulit perempuan muda itu dia raih.
"Leaaa ... kamu anggap apa aku ini!"
"Masih kurang kah apa yang sudah aku berikan padamu selama ini!!" Pak Beni meremas kertas-kertas yang ada dihadapannya.
"Sebenci itu kah kamu pada aku? Aku terpaksa melakukan itu karena aku sangat ingin memiliki kamu Leaaa!!" Pak Beni meremas rambutnya dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Pikirannya hanya dipenuhi Lea dan hanya Lea. Hatinya diselimuti rasa cemburu yang sangat besar mengingat Lea sudah mempunyai suami yang sah dan berhak atas dirinya lahir dan batin.
"Semua orang harus tahu Lea, mereka harus tahu bahwa aku yang jauh lebih berhak atas dirimu."
Entah apa yang saat ini ada di pikiran Pak Beni, jika mata sudah gelap apapun akan dilakukan tanpa memperdulikan akibat yang mengikuti.
...🔹️...
"Leeaaa ... Leaaaa." Lea yang pagi itu sedang berada di dapur berlari keluar saat mendengar suara ibunya yang berteriak setengah menangis.
"Ibu kenapa?" Lea terkejut melihat wajah ibunya yang panik dan sudah penuh dengan air mata.
"Apaa iniiii? ... bisa kamu jelaskan sama ibu?, ini kamu dimanaa? ... terus ini siapa yang foto??" Ibu menunjukan sebuah foto di telepon genggam bututnya.
Beku dan dingin seluruh badan Lea melihat foto itu.
Tampak dalam foto itu Lea tertidur di atas kasur bersprai putih bersih dengan selimut tebal menutup sebagian tubuhnya.
Bagian dada hingga kaki memang tertutup selimut namun pundak dan punggung polosnya terpampang begitu saja.
Hanya melihat begitu saja orang sudah pasti dapat mengira jika Lea tidur di hotel dan tidak mengenakan apapun di balik selimut tebal itu.
"LEA !" Suara ibu menyentak, mengembalikan dirinya dari ingatan kelam malam itu.
"Ibuu ituu ..." Lea tergagap, air matanya sudah hampir menerobos keluar.
Sungguh ia tidak tahu harus dari mana menjelaskannya.
"Jangan-jangan benar apa yang dikatakan istri bos mu itu kalau kamu sudah menjual diri pada suaminya demi harta??"
"Ibuukk" Lea sudah tidak bisa membendung air matanya.
Sakit rasanya dipandang rendah oleh orang yang paling disayanginya.
"Itu ga benar bu ... hhuuuhhuuu, percaya sama Lea. Ibu dapat dari mana foto ituu??" Lea menggengam erat handphone milik ibunya.
"Foto ini sudah tersebar di kampung ini, mereka sedang membicarakan kamu." Suara ibu melemah diiringi tubuhnya yang terduduk lemas di sofa.
Lea berlutut di samping kursi di mana ibunya duduk.
Sambil memegang lutut ibunya, Lea menangis lirih tertunduk menyembunyikan wajahnya pangkuan ibunya.
Ia harus mengatakannya sebelum ibunya mendengar dari mulut orang lain dan jangan sampai berakhir salah paham seperti ini.
"Lea hamil ..." cicit Lea pelan.
"Kamu sudah menikah, wajar kamu hamil." Ibu mengelus rambut Lea. Sesalah-salahnya seorang anak, Ibu selalu ingin menjadi pundak bagi anaknya.
Lea menggeleng keras masih dengan kepala tertunduk.
"Lea diperkosa Pak Beni." Lea menangis semakin keras sambil meremas rok panjang milik ibunya.
Terasa pergerakan dari tubuh ibunya yang duduk semakin menegak.
Kedua tangan Ibu yang sudah mulai berkerut mengangkat pelan kepala Lea.
"Suami Bu Devi memperkosa kamu?" Wajah ibu semakin menegang dengan sorot mata yang terluka.
Tiba-tiba raut wajah ibu berubah menahan kesakitan yang sangat.
"Ibuu ... buuu ... ibu kenapaaa??" Lea menahan tubuh ibunya yang semakin melemah dan menjatuhkan beban tubuhnya ke arah Lea.
Lea yang semakin panik hanya bisa berteriak dan menangis sambil memeluk tubuh ringkih ibunya.
"Tolooong ... tolooong. Ibu bangun buuu ... Jangan begini Lea takuutt ... ibuuu ... toloong ... kak Eriiikkk!!"
...💠💠💠...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Jgn sampai ibu kenapa2 kasian Lea😭
2023-03-24
0
Wie Yanah
pa beni bnr" ga maen" kya'y
2022-03-12
2
AlongPee
semangattt 👍👍
2022-03-10
2