Lea yang masih merasa kaget mendapat suara bentakan yang tiba-tiba, hanya terdiam tanpa sanggup berkata apa-apa.
"Siapa kamu! ... TURUN!" Pria itu kembali membentak lebih keras lagi, karena melihat Lea masih bertahan tanpa berniat akan turun dari mobilnya.
Pria itu turun dari mobil dengan tidak sabar membuka kasar pintu bagian belakang di mana Lea duduk.
"TURUN!!" Pria itu membuka pintu mobilnya lebar. Lea masih membeku di tempatnya.
Ia ingin keluar tapi kedua kakinya tidak mau digerakan. Pria itu mulai menarik tangan Lea untuk keluar dari mobil.
"Tolooonggg!! ...." Lea menjerit ketakutan.
Dokter Lukman dan asistennya tergopoh-gopoh mendengar keributan yang terjadi di depan kliniknya.
"Ada apa ini??" Dokter Lukman menahan Lea yang sudah terlihat lemas ketakutan di tangan pria besar itu.
"Pasien gilamu masuk ke mobilku dan tidak mau turun." Pria itu membanting pintu mobilnya.
"Dia tidak gila, dan sudah berapa kali aku bilang tidak ada satupun pasienku yang datang untuk konsultasi itu gila Raymond!" Dokter Lukman terlihat kesal pada pria di hadapannya.
"Sama aja," sahut pria itu tak acuh. Dokter Lukman menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya ini.
'Kamu tidak apa-apa Lea? ... Desy tolong ambilkan minum." Dokter Lukman menoleh ke arah asistennya.
"Akkhhhh ... sakiiiittt." Lea memegang perutnya yang terasa semakin kencang.
Terlihat lelehan darah segar yang mengalir di kedua kakinya. "Toloong dokterrr ...." Lea mencengkram lengan dokter Lukman mencari kekuatan.
Dokter Lukman dengan sigap membuka pintu mobil bagian belakang milik Raymond.
Saat hendak membantu Lea untuk masuk, Raymond menutup pintu mobilny kembali.
"Jangan pakai mobilku, pakai mobilmu saja." Raymond menghalangi dokter Lukman untuk membuka kembali pintu mobilnya.
"Ini darurat Raymoond!, mobilku masih di garasi belum di panaskan. Kamu tidak lihat dia kesakitan?" Dokter Lukman kembali memaksa membuka pintu mobil.
"Dia berdaraaaaahh, aku tidak mau mobilku kotor!." Raymond memandang jijik pada kaki Lea.
"Aku yang bayar jasa pencucian mobilmu, minggir!!" Dokter Lukman mendorong Raymond menjauh dari pintu mobil.
"Tunggu apa lagi??, cepatlah menyetir!. Kamu tidak mau kan bayi ini lahir di mobilmu?" Dokter Lukman membuka kaca mobil dan berteriak pada Raymond yang masih berdiri melongo di sisi mobilnya.
"Apa aku harus juga yang mengantar?"
"Kalau mobil ini bisa terbang, aku terbangkan sekarang juga," geram dokter Lukman.
Sambil menggerutu Raymond masuk kembali ke kursi depan untuk menjalankan mobilnya.
Dari arah bangku belakang Lea terus merintih kesakitan dan dokter Lukman dengan sabar memberikan kata-kata untuk menenangkan Lea.
"Sudah beralih jadi dokter kandungan kamu?" Lirik Raymond dari kaca spion.
"Tidak usah banyak bicara, cepatlah bayinya sudah mau keluar." Dokter Lukman sengaja mengatakan hal itu agar Raymond menambah kecepatan mobilnya. Sebenarnya ia sendiri juga tidak tahu apa benar bayi itu akan lahir hari ini.
Begitu sampai di rumah sakit, Lea langsung di bawa ke ruang tindakan. Raymond masih menggerutu melihat kursi mobilnya dipenuhi dengan darah.
"Ray!" Panggil dokter Lukman dari bagian pendaftaran.
"Apa lagii??" Raymond mendekat masih dengan rasa kesal.
"Aku pinjam KTP mu dan tolong bayarkan dulu. Aku tadi tidak bawa apa-apa kesini."
Raymond menggeram kesal, "Pasien gilamu itu benar-benar merepotkan."
"Dia tidak gila Ray, cepatlah urus pembayaran dan pendaftarannya. Setelah itu aku tunggu di ruang bersalin." Dokter Lukman dengan setengah berlari meninggalkan Raymond yang menahan rasa jengkel di depan kasir rumah sakit, yang sedang tersenyum terpesona melihatnya.
"Anak pertama ya pak?" Kasir itu mencoba berbasa basi. Raymond memberikan tatapan tajam mendengar pertanyaan itu.
"Ganteng sih, tapi serem." Kasir itu berbisik pada teman di sebelahnya saat Raymond berlalu dari hadapannya.
Raymond melihat dokter Lukman yang duduk di depan ruang bersalin.
"Sudah lahir?" tanyanya sambil duduk di sebelah Lukman temannya.
"Belumlah, kamu pikir seperti buang air besar," sahut Lukman ketus.
"Ya tau lah, aku juga punya anak. Kamu itu yang masih belum pernah dipakai alatnya ... meragukan." Raymond melirik sinis ke arah sela paha Lukman.
"Jaga matamu!." Lukman merapatkan kedua kakinya.
"Aku tidak sembarangan mengeluarkan milikku untuk dilihat banyak wanita ... tidak seperti kamu." Raymond tersenyum mencebik menanggapi.
Mereka berteman sudah cukup lama, dengan karakter dan juga postur badan yang sangat jauh bertolak belakang.
Dokter Lukman yang mempunyai postur badan yang kecil, gerak geriknya terlihat lembut, suara yang halus meski saat sedang merasa kesal.
Kehidupannya pun sangat bersih dan sehat tidak tersentuh oleh kehidupan malam maupun rokok.
Sebaliknya Raymond, mempunyai badan tegap dan bidang, wajahnya yang menunjukkan seorang laki-laki tulen, dengan sorot mata yang tajam, tulang pipi yang tegas dan cambang yang tumbuh di kedua pipinya.
Kehidupannya juga tidak jauh dari dunia malam, karena pekerjaanya juga menuntut untuk dekat dengan banyak wanita cantik.
Raymond Sanjaya, mempunyai usaha di bidang Entertaiment yang biasa menangani event promosi untuk perusahaan-perusahaan besar seperti pameran mobil, pameran perumahan, launching produk baru, serta acara-acara pesta pejabat serta konser artis.
Seringnya terlibat langsung dalam persiapan acara, membuat Raymond dikelilingi oleh wanita-wanita cantik bak model yang bertugas sebagai Sales Promotion Girl (SPG) maupun model dan artis.
Apakah ia menikmatinya?, tentu saja tidak. Para wanita itu tidak lebih seperti tissu baginya.
Pesona misterius seorang duda beranak satu Raymond Sanjaya di kalangan para wanita entertaiment, sangat menarik dan membuat mereka penasaran.
"Ada apa kamu datang, kenapa tidak buat janji dulu." Lukman melipat kakinya dan bersandar lelah pada kursi.
"Sejak kapan aku harus buat janji untuk ketemu kamu?" Raymond mengeluarkan rokok electricnya.
"Ini area rumah sakit, jangan merokok!" Lukman menatap tajam. Raymond hanya mendesah kesal sambil memasukan kembali rokoknya ke dalam kantung celana.
"Wiliam semalem mengamuk lagi." Lukman menghela nafas dengan berat.
Wiliam berusia delapan tahun putra Raymond satu-satunya. Sejak kecil hanya di asuh oleh pekerja rumah tangga.
Ibu yang melahirkannya pergi entah kemana bersama dengan pria lain sejak usianya belum genap dua tahun.
Kurangnya kasih sayang seorang ibu, membuat Wiliam menjadi anak yang temperamental dan sering tantrum.
Selama ini dokter Lukman lah yang selalu mendampingi Wiliam.
"Tidak adakah obat yang bisa kamu berikan untuk dia?"
"Anakmu tidak sakit, jangan terlalu sering memberikan dia obat hanya untuk sekedar agar anakmu tenang. Yang ia butuhkan hanyalah pelukan. Menikahlah Ray, anakmu butuh pelukan ibu ... bukan mbok Nah."
Raymond tersenyum sinis, menikah kata yang tabu dalam hidupnya. Setelah jatuh cinta dengan seorang model cantik dan terkenal, lalu menikah berharap bisa hidup bahagia, ternyata semua itu semu.
Dalam sekejap semua hancur setelah dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat istrinya bercinta dengan pria lain di kamar bahkan di atas ranjangnya.
Saat itu juga Raymond mengusir serta menceraikan Dea istrinya, tanpa boleh membawa Wiliam.
Tidak berhenti sampai sana, Raymond juga membuang ranjang bekas pasangan zina itu keluar rumah tepat di hadapan istri dan selingkuhannya.
"Suami Ibu Bintang Amalea?" Seorang perawat keluar dari ruang tindakan.
Lukman dan Raymond masih duduk terdiam menatap suster yang memandangi mereka bergantian, karena dua pria di hadapannya masih belum menanggapi, suster itu kembali membaca kertas yag di tangannya, "Bapak Raymond Sanjaya ... suami ibu Bintang Amalea." Suster itu tersenyum lebar melihat kedua pria yang saling berpandangan dengan wajah bingung.
...❤❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
kalea rizuky
kayaknya jodoh nya Lea nih
2024-10-05
0
Red Velvet
Wah benar2 penasaran, walau sdh baca kisah William. tp proses kehidupan org tuanya benar2 bikin aku penasaran🙃
2023-03-25
0
Yayoek Rahayu
😄😄😄
2022-01-31
1