"Kamu keterlaluan mas!" Devi masuk sambil sedikit membanting pintu mobil hanya untuk melampiaskan kekesalannya.
"Kamu kenapa sih!" Beni melirik ke arah istrinya dengan kesal. Hatinya yang sedari tadi panas saat melihat Lea dipeluk Erik di pemakaman, sekarang ditambah harus meladeni kemarahan sang istri.
"Kamu itu yang kenapa!, di depanku saja kamu berani menatap dia seperti itu ... tidak bisa kah kamu menjaga sedikit perasaanku?" Devi masih menatap Beni tajam dengan sorot mata yang terluka.
"Kamu sendiri sudah tahu kalau aku ingin menikahi Lea ... kenapa sekarang masih harus terkejut?" jawab Beni santai sambil melihat ke arah Devi.
Sikap Beni terlihat seperti sedang menantangnya, apalagi ditambah seringai kecil di sudut bibirnya.
"Perempuan itu sudah menikah kalau kamu lupa mas," Geram Devi.
"Tidak perlu kamu bilang akupun sudah tahu ... dan itu semua karena kamu yang merusak semuanya!" Senyum Beni hilang seketika diganti oleh kerutan di keningnya.
Dengan agak kasar ia menyalakan mobil lalu membawanya membelah jalanan.
Mungkin di mata orang lain Devi sebagai istri terlihat tidak punya harga diri, atau hanya takut kehilangan harta jika tidak lagi menjadi istri seorang Beni Prasojo.
Tapi bukan itu yang membuat ia bertahan, ia mau mempertahankan pernikahannya hanya demi hak yang harus di dapatnya untuk ke dua anaknya yang masih kecil.
Tidak sedikit cerita yang dia dengar di luar sana, seorang ayah rela meninggalkan anak-anaknya, demi wanita yang baru.
Bahkan sang ayah lebih peduli dan sayang dengan anak sambungnya, dari pada anak kandungnya sendiri.
Hal itu sangat mengganggu pikirannya sejak suaminya itu mengutarakan ingin menikah lagi.
...🔸️...
"Tehnya di minum kak, masih hangat." Setelah menaruh secangkir teh di atas meja Lea duduk di sebelah Erik.
Saat ini Lea dan Erik berada di rumah menikmati suasana di sore hari.
Sudah sekitar dua minggu berlalu sejak kepergian ibunya dan Lea sudah ikhlas menerima kenyataan.
"Kapan jadwal periksa lagi?" Erik melirik perut Lea yang mulai sedikit terlihat menonjol saat sedang duduk.
"Tanggal dua belas besok, kak Erik bisa antar?" tanya Lea.
"Ya harus bisalah, aku kan suami siaga." Erik memperlihatkan senyumannya yang lebar. Lea terkikik melihat senyuman Erik.
Sejenak tatapan mereka saling bertaut. Erik menatap Lea dengan sorot mata yang syahdu dengan perlahan Erik menurunkan kepalanya mendekati wajah Lea.
Mata Erik sudah hampir terpejam saat wajahnya sudah tepat di depan wajah Lea, hembusan nafas Erik menerpa wajahnya membuatnya tiba-tiba tersadar dengan situasi yang akan terjadi.
Erik akan menciumnya. Mata Lea seketika mengerjap-ngerjap, lalu dengan reflek ia memalingkan wajah menghindari bibir Erik.
Erik yang tersadar saat sasarannya sudah tidak ada tepat dihadapannya, kembali menegakan tubuhnya sambil menarik nafas perlahan.
Lea pun membenahi duduknya dengan kikuk. Sungguh ia sama sekali tidak dengan sengaja menghindar tapi entah bagaimana tubuhnya serasa menolak sentuhan seorang Erik.
"Maaf" cicit Lea perlahan.
"Eh? ... ga apa-apa, aku mengerti kok." Erik mencoba tersenyum walau terasa kaku karena sedikit malu.
Bukan satu kali ini sentuhannya sebagai seorang suami ditolak oleh Lea.
"Eehm ... aku ke dapur dulu kak." Erik hanya mengangguk sekilas sambil tersenyum canggung.
Lea merasa bersalah dan tidak nyaman berlama-lama di samping Erik.
Mereka memang sudah menikah hampir dua bulan tapi jangankan berhubungan intim, berciuman saja belum pernah mereka lakukan.
Kontak fisik mereka hanyalah sebatas merangkul, memeluk dan mencium kening itupun dilakukan karena suatu alasan.
Seperti halnya saat Lea menangis, bukan karena hal yang berbau romantis.
Di dapur Lea hanya berdiri termenung di depan kompor, pikirannya masih tertinggal di ruang tamu bersama Erik.
"Maafkan aku kak, aku masih belum bisa. Aku sadar jika ini sangat salah bahkan aku sangat berdosa tidak memberikan hakmu sebagai suami .. aku harus bagaimana?"
"Ada apa dengan aku ya Tuhan .. apa aku sakit?, sampai aku merasa aneh saat kak Erik mendekatiku?. Kamu terlalu baik kak, harusnya kamu marah jangan tersenyum seperti tadi aku merasa jadi istri yang sangat jahat."
Sementara itu Erik yang masih duduk di sofa ruang tamu, sibuk dengan pikirannya sendiri.
Mengingat pernikahan mereka yang baru berusia dua bulan, dan selama itu bukannya ia tidak pernah berusaha lebih intim dengan Lea.
Tapi setiap akan di dekati seperti tadi, tubuh Lea seperti menegang bahkan menolak meski secara halus.
"Aku bukannya mau munafik berpura-pura tidak menginginkan hubungan suami istri yang semestinya.
Aku juga pria normal yang menginginkan hal itu jika sudah menikah, tapi aku sadar aku lah yang memintamu untuk menikah denganku dan aku sudah berjanji bisa menerima apa adanya dirimu ... tidak apa-apa Lea. Aku masih bisa bersabar, kamu hanya butuh waktu." Erik berbicara dalam hati untuk menghibur dirinya sendiri.
...🔹️...
"Aku mau tebus resep kamu tunggu di sini atau ikut?" tanya Erik.
Mereka berdua baru saja selesai memeriksakan kandungan Lea.
"Ikut aja, jadi bisa langsung pulang kita, kak Erik ga perlu bolak-balik ke sini."
"Ayo sudah." Erik langsung menggandeng tangan Lea.
Mereka berjalan menyusuri lorong sampai terlihat sosok wanita tinggi yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.
Dari kejauhan Devi sebenarnya sudah dapat melihat Lea dan Erik yang berjalan ke arahnya. Hanya mereka berdua belum sadar sepenuhnya karena asyik ngobrol dan bercanda.
Lea yang melihat mantan istri bosnya berjalan ke arahnya, agak memperlambat langkahnya.
Matanya mencari-cari sosok pria yang paling dia hindari, namun ia sama sekali tidak menemukan orang itu.
"Siapa yang sakit?" tanya Devi begitu mereka berpapasan.
Lea dan Erik saling berpandangan bingung, "Ga ada yang sakit bu, hanya check up kesehatan saja." Erik menimpali.
"Periksa kandungan?" Lea dan Erik kembali bertatapan kali ini ada rasa khawatir dan takut di antara keduanya.
"Itu .. ruang periksa di ujung lorong ini hanya praktek dokter kandungan saja ... kalian baru dari sana kan." Devi menunjuk ruang periksa yang berada di ujung dengan isyarat matanya.
"Heehehe .. baru pemeriksaan awal, maunya jangan ada yang tahu dulu." Erik yang menjawab.
"Selamat ya ... masuk usia berapa?"
"Mmm .. lima minggu ... benar ya umurnya lima minggu tadi dokter bilang?" Erik meminta dukungan dari Lea.
Lea hanya mengangguk tidak mengatakan apapun. Sebenarnya usia kandungan Lea saat ini sudah menginjak usia tiga bulan, namun mereka sepakat menutupinya.
Aura Bu Devi benar-benar membuat dirinya merasa kerdil, dengan tubuh yang tinggi dan bentuk badan yang proposional. Wajah yang cantik dengan sapuan make up yang secukupnya, pakaiannya yang selalu up to date membuat Devi sangat sempurna di mata Lea.
Tak habis pikir entah apa yang membuat Pak Beni tidak bersyukur dan masih menginginkannya.
Terkadang sifat serakah manusia mendominasi jika sedang dalam posisi diatas.
Merasa semua yang diinginkannya dapat ia miliki, merasa percaya diri dengan berbekal kekayaan, popularitas dan jabatan.
Tanpa tahu tidak semua orang bisa silau dengan kelebihan duniawi.
Lea merasa mata bu Devi menatapnya tajam, dan memindai tubuhnya dari atas hingga bawah lalu kembali lagi ke atas seperti ingin menelanjanginya.
"Kami duluan bu, permisi." Erik menarik tangan Lea melewati Devi.
"Lea .." Masih belum jauh sekitar lima kaki melangkah, Devi memanggil Lea untuk kembali.
...💠💠💠...
Terima kasih yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca, ditunggu komen saran dan kritiknya 🙏🤗
Mumpung masih baru nih belum banyak babnya ada beberapa bab yang mengalami revisi perbaikan tulisan dikit aja.
Mohon maaf othor masih harus terus belajar dalam menulis yang baik 🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Red Velvet
Sabar ya Erik, istri kamu itu korban pemerkosaan pasti dia trauma. pelan2 saja
2023-03-24
0
Mayya_zha
makin seru
2022-07-01
0
AlongPee
aku datang lagi...
2022-03-12
1