"Okeee, kita turunin barang dulu yuk kak." Lea bergegas berdiri menuju ke arah pintu depan.
Ia merasa tidak enak melihat raut wajah Erik yang muram karena celetukan Nina.
"Kamu duduk biar aku saja yang turunin barang-barang." Erik berjalan mendahului Lea masih dengan wajah yang masam.
"Kenapa laki mu tuh?" Nina menepuk bahu Lea.
"Ga kenapa-napa, cuman capek aja kali. Eh, berapa sewa rumah ini Nin?" Lea mencoba mengalihkan perhatian Nina.
"Seharga harga diri aku," Lea mencebik mendengar jawaban Nina.
"Ga usah pakai tanya-tanya soal duit kalau sama aku," lanjut Nina.
"Apaan pula pakai seharga harga diri segala, murah banget dong berarti harga dirimu hahahaha ...." Lea tergelak keras.
"S*alan, maksudku tuh biar aku keliatan keren gitu jawabnya malah diketawain dasaaarr." Nina menoyor kepala Lea.
"Satu tahun ini ga usah mikirin biaya sewa dulu, kalau kamu sama suamimu sudah dapat kerjaan yang bagus pasti aku minta ganti dua kali lipat."
"Iyaa ... iyaa makaciiihh cayaaang kamu emang sahabat terbaiiikk ... muaachhh." Lea memeluk erat Nina dan memberikan sebuah kecupan ringan di pipi sahabatnya, bertepatan dengan saat Erik masuk ke dalam rumah membawa beberapa tas di tangannya.
Erik yang melihat interaksi antara Lea dan Nina seketika bengong dengan pikiran liarnya kemana-mana.
Lea tidak mau aku sentuh?, tapi dia mencium Nina??, jangan-jangan ... apa iya sih ? Sepanjang hilir mudiknya dari luar lalu masuk lagi ke dalam rumah membawa koper dan tas, pikiran itu terus menghantui kepalanya.
Lea dan Nina yang merasa tidak bersalah tetap melanjutkan senda gurau mereka tanpa menghiraukan ada seorang pria yang memperhatikan gerak-gerik mereka penuh rasa curiga.
"Udah ah, aku balik dulu ya. Kalian pasti mau istirahat juga kan." Nina beranjak berdiri berpamitan lalu bercupika cupiki dengan Lea saling menempelkan pipi masing-masing. Erik yang melihat hal itu memicingkan matanya.
Sepulangnya Nina, Lea kembali berkeliling, "Kita pakai kamar yang mana ya ... kayaknya yang ini deh lebih luas ya kan? ... kak?" Lea menoleh mencari Erik yang masih belum bergerak dari tempatnya berdiri.
"Mikirin apa sih, mikirin aku yaaa ... dah jadi istri, tinggal bareng masih juga dipikirin." Goda Lea sambil menyenggol lengan Erik menggunakan bahunya.
"Iya mikirin kamu," kata Erik masih dengan mode dinginnya.
"Lah, beneran? hahahaha ...." Lea tergelak tak percaya, "Mikir apa sih kak serius banget."
"Kamu sama Nina ... emang sering begitu ya?" tanya Erik ragu.
"Sering gimana maksudnya?"
"Ya seperti itu ... heboh, peluk-pelukan ... cium-cium pipi."
"Oh ya dong, kita tuh dari sekolah sudah akrab banget, Kak Erik tahu sendiri kan. Kadang aku menginap di rumah Nina, kadang juga gantian Nina menginap di rumah aku," jelas Lea sambil berjalan mondar mandir menyusun barang yang mereka bawa dari tempat asal mereka.
"Menginap??" Erik terkejut, belum hilang keterkejutan Erik perihal pelukan dan cium pipi dua wanita itu sekarang sudah ditambah lagi tentang menginap. ohh ... aku benci pikiranku. batin Erik.
"Iya, kenapa memangnya?" tanya Lea.
"Hubungan kalian itu sebenarnya apa sih," tanya Erik sambil mengikuti langkah Lea.
"Sahabatlah, kan Kak Erik juga tahu." Tiba-tiba Lea berhenti berjalan, lalu berbalik menghadap Erik sambil menaruh kedua tangannya di pinggang.
"Maksud kak Erik apa sih?, jangan bilang ... kak Erik punya pikiran macam-macam ya sama aku dan Nina." Mata Lea memicing, Erik yang kaget dengan reaksi Lea mengelak sambil berjalan mundur.
"Ow enggak, aku hanya heran lihat kalian akrab ... itu aja." Erik berbalik hendak menghindar.
"Kak Erik mengira aku sama Nina punya kelainan seksual ya." Tandas Lea langsung.
Erik berbalik kembali menghadap Lea tidak menyangka pikirannya bisa terbaca langsung.
"Eh, bukan gitu ..."
"Bilang aja Kak Erik tuduh aku sama Nina lesbi ya kan." Lea melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah merengut.
"Aku normal kak, jangan kira aku punya kelainan seksual gara-gara aku tidak mau kakak sentuh, aku cuman belum siap. Kalau kakak mau bukti boleh kita coba nanti malam." Lanjut Lea dengan suara yang terdengar kesal dan langsung berlalu dari hadapan Erik.
Erik masih terdiam tidak bergerak di tempatnya, dia tidak menyangka Lea bisa langsung bisa menebak isi pikirannya.
Haduh si Erik ini mungkin tidak tahu kalau para wanita itu bukan hanya bisa jadi cicitipi atau mbah gugel, tapi mereka bisa lupa sama dunia sekitarnya jika sudah berkumpul.
Bagi wanita apalagi yang sudah sangat akrab seperti Lea dan Nina, berpelukan dan memberi salam saling menempelkan pipi adalah hal yang biasa.
Sebagian barang sudah tersusun rapi, Lea baru selesai mandi saat Erik datang dari membeli makan dari luar untuk mereka berdua.
"Lea, makan dulu." Panggil Erik dari meja makan.
Ini suara pertama yang terdengar di dalam rumah setelah perkataan Lea tentang tuduhan lesbi padanya.
Meski masih merasa kesal, aroma dari dua bungkus makanan yang di bawa Erik terlalu menggoda untuk ditolaknya.
"Aku lihat tadi warungnya ramai, sepertinya enak." Erik membuka kertas pembungkus nasi lalu menaruhnya di depan Lea.
"Enak ga?" tanya Erik melihat Lea dengan lahap memasukan nasi dan potongan bebek ke dalam mulutnya.
Lea melirik sekilas lalu mengangguk dan melanjutkan makannya lagi. Sebenarnya sih masih kesal tapi bisalah di tunda dulu marahnya demi bisa menikmati nasi bebek ini ... oww enak banget. batin Lea
(sumber foto : Google kuliner bebek di Surabaya, liputan6.com)
...🔹️...
"Mau sekarang?" tanya Lea dengan wajah masih merengut ia berdiri di samping sisi pembaringan Erik.
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Erik sudah paham arah pembicaraan Lea kemana.
Erik menaruh buku yang dibacanya dan melepas kacamatanya lalu menurunkan kedua kakinya ke lantai, "Aku minta maaf," Erik menarik Lea untuk duduk di sisinya.
"Benar aku salah sudah berpikiran yang bukan-bukan tentang kamu dan Nina."
"Aku tuh normal kak." Suara Lea terdengar merajuk seperti seorang anak yang dituduh berbohong oleh orang tuanya. Mendengar itu Erik tidak bisa menahan rasa gelinya.
"Yaa, aku tahu kamu normal."
"Aku bukan ga mau di sentuh sama kak Erik tapi ... aku masih belum bisa." Selain kesal Lea juga merasa sangat bersalah, ia pun paham jika Erik punya pikiran aneh tentangnya.
"Yaa aku paham." Erik masih berbicara dengan suara lembut.
"Tapi kalau Kak Erik mau sekarang ayo ga apa-apa." Lea bangkit dan mulai membuka kancing bajunya.
"Eehh ... mau ngapain kamu." Erik yang panik langsung mencekal tangan Lea yang sudah membuka kancing pertama piyamanya.
"Aku mau buktikan kalau aku normal." Lea menepis tangan Erik dan berusaha membuka kancing yang lainnya.
"Ya bukan gini juga caranya Lea." Erik terus berusaha menahan tangan Lea, karena tidak ada yang mau mengalah akhirnya mereka saling tarik menarik dan mengakibatkan dua kancing baju Lea terlepas.
Seketika itu Lea langsung menjerit, "Aakkkhhhhh ..." dengan cepat Lea menutup bajunya yang sudah sebagian terbuka.
Erik yang masih terkejut hanya bisa melongo tanpa bisa berbuat apa-apa.
Lea mengambil kancing bajunya yang terlempar ke lantai, lalu segera melangkah ke luar kamar dengan tatapan mata kesal seakan menuduh Erik sudah melakukan hal yang tidak senonoh padanya.
Melihat itu Erik hanya memutar bola matanya jengah.
Bilangnya mau membuktikan, baru kancing baju terbuka sedikit itu juga gara-gara dia sendiri sudah histeris. Erik membatin kesal sambil melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
...❤❤...
Up malam-malam dengan sajian Nasi Bebek cuman berupa foto jadi laper sendiri 🥺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ran Aulia
😁😁😁😁 sabar ya Rik
2024-06-11
0
Red Velvet
Setelah dibuat tergiur dgn foto nasi bebek, aku dibuat melongo sama Lea yg histeris cuma perkara kancing bju aja pdhal belum di apa2 in😅
2023-03-25
0
Mayya_zha
kan lagi hamil. eh emang boleh gitu, hamil sama orang lain. trus ikut juga nyumbang
2022-07-05
0