"Arghhhhhh."
Teriakan Airish di pagi hari membuat tidur seorang Kaisar terganggu. Gadis itu mencoba menjauh, tetapi tangan besar Kaisar sama sekali tak lepas dari tubuhnya. Ia terkejut, begitu matanya terbuka, tapi bukan di kamar kontrakan dia berada.
"Tu—Tuan." Panggilnya dengan terbata. Airish tidak terlalu ingat apa yang ia lakukan semalam. Setelah Kaisar pergi, ia merasa mengantuk, dan... Yah dia ketiduran.
Sial!
"Ada apa? Kau mau menggodaku lagi seperti semalam? Hem?" Tanya Kaisar khas dengan suara beratnya, begitu seksi terdengar oleh telinga.
Dan pertanyaan lelaki itu, membuat Airish menelan salivanya susah payah, dengan bola mata yang terbuka lebar.
"Menggoda?" Airish membeo dengan pikirannya yang mulai berjalan, mengingat tentang semalam.
"Iya kau menggodaku, kau terus menggerayangi tubuhku, sampai aku tidak bisa tidur. Cih, dasar tidak tahu malu!" Tuding Kaisar. "Untung aku baik. Jadi, aku biarkan kau bermain sesuka hati." Sambungnya dengan seringai kecil.
Apanya yang baik? Tunggu! Memangnya benar apa yang dia katakan? Aku menggerayangi tubuhnya? Ah, tidak! Ini memalukan Airish!
Gadis itu terus memaki di dalam hati, lalu geleng-geleng kepala, ia sempat menatap nanar tangannya yang lentik, seraya bertanya-tanya, benarkah, benarkah, benarkah?
"Hei! Kenapa melamun? Kau tidak mau tanggung jawab padaku?" Kaisar mengagetkan.
"Tanggung jawab apa?" Tanya Airish dengan bola mata bulatnya yang berbinar polos.
"Yang kau lakukan semalam. Kau tidak ingat sama sekali?"
"Tuan, aku benar-benar tidak mengingatnya."
Seketika posisi mereka berubah, secepat kilat lelaki itu sudah mengungkung tubuh Airish, menempatkannya di bawah tubuh, dengan sedikit menekan. "Mau aku ingatkan?"
Glek!
"Tuan..."
Terlambat, belum sempat protes bibir mungil itu sudah diraup habis oleh bibir yang lain. Mencecap dan menghisapnya bergantian atas bawah, membuat gadis itu mencengkram erat kain sprei. Kaisar melesakkan lidahnya, agar Airish mau membuka mulut, mengabsen setiap rongga yang ia lewati, sedangkan nafas gadis itu tersengal-sengal, dan Kaisar melepas pagutan itu saat Airish benar-benar kehabisan oksigen.
Dada gadis itu naik turun, seiring tarikan nafas yang ia hirup untuk mengisi rongga udara dalam tubuhnya. Ini gila! Darah dalam tubuhnya langsung memanas, ia memandang ke arah Kaisar yang tersenyum tipis, nampak terlihat semakin tampan.
"Hah, kau begitu bodoh dalam hal berciuman. Apa kau tidak pernah melakukannya dengan pacarmu?" Cibir Kaisar.
Airish menggigit bibir bawahnya hingga memerah. Lalu berkata. "Kau adalah orang pertama yang melakukannya." Airish membuang wajahnya ke samping, tidak ingin Kaisar melihat rona merah di pipinya, ia malu karena sudah mengaku.
"Wah, wah, wah... Apa ini sebuah keberuntungan?" Kaisar menggoda, lalu mencondongkan wajahnya dan berbisik tepat di telinga Airish. "Pantas saja, bibirmu terasa manis, ternyata aku adalah orang pertama yang mencicipinya." Lalu ia menjulurkan lidahnya, menyapa permukaan area sensitif Airish, hingga gadis itu menggeliat kegelian.
"Tuan." Rengek gadis berlesung pipi itu.
Seketika Kaisar menghentikan aksinya, lalu kembali memandang wajah cantik Airish yang nampak memerah.
"Jangan kemana-mana. Karena nanti malam kita akan menikah. Persiapkan dirimu baik-baik."
Kening Airish berkerut. "Tuan kenapa secepat itu?" Protesnya.
"Karena aku sudah tidak sabar ingin memakanmu." Ucapnya menggoda lengkap dengan kedipan nakal yang tertuju di dua gundukan sintal yang terlihat begitu besar.
Reflek Airish menghalangi dadanya dengan kedua tangan. "Bisakah aku bertemu dengan ayahku dulu?"
"Untuk apa? Apa kau mau aku meminta restu?"
"Ah, tidak, tidak. Bukan begitu, aku hanya ingin bertemu dengannya." Bagaimana bisa ia memberitahu sang ayah kalau ia akan menikah, sedangkan alasannya sungguh tidak masuk akal.
Bukan berlandaskan cinta, tetapi hutang dan nyawa. Apalagi ayahnya tahu, ia hanya berhubungan dengan lelaki bernama Roger, lelaki yang menyebabkan dia harus merubah seluruh rencana hidupnya.
"Kalau begitu, kau akan di antar oleh pengawal." Kaisar bangkit, dan membuka pakaiannya dengan santai. Tidak memperdulikan Airish yang tengah menatapnya.
Lagi, gadis itu merasa malu sendiri dengan pikiran-pikiran kotornya.
"Tidak perlu, Tuan. Biarkan aku naik taksi saja, lagi pula jika pengawal mengantarku, ayah pasti akan curiga." Ucapnya.
"Baiklah." Balasnya singkat, karena tak mau berdebat. "Sekarang mandikan aku dulu."
Mandi?
***************
Jam 10 pagi, Airish sudah sampai di depan rumah orang tuanya. Selalu ada keraguan untuk kembali ke rumah ini, rumah yang baginya seperti tempat eksekusi. Tidak ada senyuman, apalagi kebahagiaan.
Rumah adalah surga bagi para penghuninya, tetapi tidak dengan Airish. Setiap pulang, seperti ada sesuatu yang membuatnya ragu untuk masuk ke dalam.
Yang selama ini ia dapat hanyalah sebuah pukulan telak, kalau ia adalah anak haram.
Airish mencoba mengembangkan senyum, walau bagaimanapun, di tempat ini ia tumbuh besar, dididik oleh sang ayah dengan kasih sayang, meski dia selalu di nomor duakan.
Belum sempat gadis berlesung pipi itu mengetuk pintu, sang ibu terlihat akan keluar dari rumah lengkap dengan pakaian rapih.
"Apa kabar, Bu?" Tanya Airish seraya tersenyum kecil. Tetapi belum apa-apa, ia sudah mendapatkan rasa kecewa, karena sapaannya sama sekali tidak ditanggapi oleh Fenita.
Wanita paruh baya yang masih nampak ayu itu hanya melenggangkan langkahnya, tanpa melihat ke arah Airish sedikitpun.
Akhirnya, gadis itu memilih tidak peduli, lalu masuk ke dalam rumah, mencari keberadaan sang ayah. Akhir pekan, biasanya sang ayah menghabiskan waktu dengan binatang peliharaannya.
Dan benar saja, saat Airish tiba di belakang rumah, sang ayah sedang memandikan burung kesayangannya. Si Merah.
"Ayah." Panggil Airish, ia melangkah dengan tergesa, dan langsung memeluk tubuh pria paruh baya itu dari arah belakang. Mencari kehangatan dari sosok yang telah mengasihinya.
"Ai, kamu pulang, Nak? Apa ada sesuatu?" Tanya Martin, sambil mengelus-elus Si Merah.
Airish menggeleng. "Airish hanya rindu pada ayah, memangnya kalau pulang harus memiliki alasan?"
Martin terkekeh mendengar balasan putri bungsunya, memasukan Si Merah ke kandang terlebih dahulu, lalu berbalik menghadap Airish.
Lelaki tua itu merentangkan tangannya, lalu tanpa segan Airish kembali memeluk tubuh tegap itu, dan melerai lebih dulu.
"Bagaimana dengan kuliahmu? Apa ada kendala?" Martin bertanya sambil mengajak Airish berjalan masuk ke dalam rumah.
"Tidak ada Ayah. Semuanya baik-baik saja, beasiswaku juga lancar, jadi Ayah tidak perlu mengkhawatirkan aku." Balas Airish, mengekor di belakang sang ayah.
"Lalu, bagaimana dengan kehidupanmu?" Tubuh keduanya berhenti di meja makan. Selama ini, Martin selalu merasa tak cukup membagi kasih sayangnya terhadap Airish, tetapi ia pun tidak memiliki kekuatan.
Identitas Airish, adalah satu-satunya masalah terbesar.
Melihat wajah ayahnya yang sendu, lantas membuat Airish merasa tidak enakan. Ia tidak boleh membebani pikiran lelaki paruh baya itu, biar saja, biar dia yang sendiri yang menyimpan dan menyelesaikan masalah hidupnya.
"Ayah, selagi Ayah mendoakan Airish, Airish akan selalu baik-baik saja. Kasih sayang ayah akan terus mengalir, meski kita tidak hidup dalam satu atap." Ucapnya lembut, dengan bola mata yang berkaca-kaca.
Mendengar itu, Martin hanya bisa menghela nafasnya , lalu menyunggingkan senyum, senyuman pasrah karena tak mampu berbuat apa-apa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa untuk senantiasa like dan komen 😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Ney 🐌
🤔🤔🤔🤔
2024-04-21
0
💠⃟⃝♠Yeyen
sepertinya ibunya Airish bukan orang sembarangan 🤔 masih menjadi misteri soal ibu kandung Airish.
SEMANGAT Thor 🤗
2023-06-30
2
Triiyyaazz Ajuach
kasian juga sich nggak bsa tinggal sama Ayahnya
2023-06-23
0