Oka menatap ngeri mangkuk Arunika yang berwarna merah karena sambal.
“Enaaak!” Wajah Arunika tersenyum puas ketika mencicip kuah bakso miliknya, membuat Oka meringis.
“Itu bakso dikasih sambal atau sambal dikasih bakso?”
“Hmmm … sambal dikasih bakso, hihihi,” jawab Arunika dengan senyum lebar membuat Oka berdecak.
“Jangan terlalu banyak makan pedas, nanti perutnya sakit,” ucap Oka sambil mengaduk mie baksonya.
“Iiiih, Abang, perhatian banget … Abang tenang saja. Aku ini kuat, tidak akan sakit kalau cuma makan pedas segini.”
Oka hanya bisa menggelengkan kepala sambil lanjut menyuap mie bakso yang telah ditambah kecap, saus dan sedikit sambal.
“Abang tahu tidak Levi anak FISIP, semester 5?”
“Levi?” Oka terdiam kemudian menggelengkan kepala.
“Tadi Levi minta kenalan waktu di perpus.”
“Terus?” Oka terus mengunyah baksonya sambil mendengarkan Arunika yang bercerita.
“Dia tahu siapa papah.” Arunika menyuap baksonya hingga pipinya membulat. “Katanya bapaknya di partai yang sama ma papah.”
Oka tak kaget mendengar itu. Tak bisa dipungkiri, sudah menjadi rahasia umum kampus tempat Oka menimba ilmu terkenal dengan kalangan atasnya, dari mulai anak-anak politisi, pemilik perusahaan, hakim, jaksa, pengacara, dokter, sampai kalangan artis yang rela masuk lewat jalur mandiri dengan bayaran selangit. Namun ada juga yang masuk lewat jalur SMPTN seperti Oka dan beberapa siswa berprestasi lainnya, atau lewat jalur SBMPTN seperti Kemal, Mantir, Wempi yang kemudian berburu beasiswa, dan harus bertahan hidup sebulan dari uang transferan orangtua yang tak seberapa, bahkan tak sedikit yang harus kerja sampingan untuk menyambung hidup di antara tugas kuliah yang menumpuk.
Keberadaan Arunika sebagai putri politis ternama negri ini tentu saja sudah tersebar, dan Oka yakin tak sedikit yang mendekatinya karena status sang ayah. Itu juga yang membuat Oka ragu untuk mengungkapkan identitasnya saat ini. Bisa Oka bayangkan akan banyak orang yang selama ini memandangnya sebelah mata mungkin akan mencoba mendekatinya hanya karena nama BUMI dan Andi Santoso.
“Terus dia minta nomer telepon aku.”
“Kamu kasih?” Oka meminum teh botol dingin miliknya.
“Tidak. Aku kan setia sama Abang … pokoknya Abang the one and only.”
“Uhuk-uhuk-uhuk!” Oka tersedak teh botol mendengar ucapan Arunika yang malah tersenyum santai menatapnya.
“Iiih, Abang tidak usah malu gitu … itu fakta, Bang.”
Oka mendelik ke arah Arunika sambil kembali meneguk teh botolnya membuat Arunika tertawa sebelum kembali menyuap baksonya dan kembali bercerita.
“Aku tak akan memberikan nomerku kepada sembarang orang, apalagi aku tahu kalau dia mendekatiku karena papah. Aku sudah terbiasa dengan itu.”
Ada rasa sedih dari suara Arunika membuat Oka terdiam menatapnya.
“Aku ingin seseorang menyukaiku karena aku … bukan karena latar belakang keluargaku.”
Itu pula yang Oka inginkan, orang menyukainya karena dia, Asoka Danubrata putra Randi Prasetyo bukan putra Andi Santoso.
“Kalau aku bukan putri seorang politisi ternama, apa orang-orang akan menyukaiku seperti sekarang?”
Oka terdiam, dia menatap Arunika yang sepertinya tengah memikirkan sesuatu, matanya terlihat menerawang, tangannya hanya mengaduk-aduk sawi dan bakso dalam mangkuknya sebelum akhirnya dia seolah kembali tersadar. Matanya kini menatap Oka dengan senyum manis seperti biasa, tapi Oka tahu senyum itu hanya menutupi masalah yang sedang dia hadapi.
Tapi apa yang menjadi masalahnya? Karena Oka yakin kalau hanya masalah orang yang mendekatinya karena status dan latar belakang keluarga, itu tidak akan mempengaruhi Arunika. Arunika sudah terbiasa dengan hal seperti ini dari kecil.
“Ada,” ucap Oka dengan mata serius menatap Arunika yang terdiam melihat bagaimana Oka serius saat ini. “Akan ada teman-teman yang tulus berteman denganmu. Tidak semua orang yang ingin mengenalmu karena latar belakang keluargamu, percayalah ada di antara mereka yang ingin mengenalmu karena … kamu.”
Arunika terdiam menatap Oka yang tengah menghabiskan baksonya.
“Ih Abang! Aku pikir Abang mau bilang, ada … yaitu Abang. Abang menyukaimu karena kamu, bukan karena latar keluargamu. Iiih Abang mah! Aku tuh udah GR, udah deg-degan tahu nggak sih, Bang, tahunya bukan itu lanjutannya.”
Arunika mencebik merajuk yang malah membuat Oka tertawa. Sesaat mereka kembali melanjutkan makan baksonya, di luar hujan mulai turun membuat warung bakso yang ada di sekitaran Cibubur itu mulai dipenuhi pengunjung yang berteduh sekaligus menikmati semangkuk bakso yang panas.
“Aku iri sama Abang … teman-teman Abang tak ada yang mengetahui siapa Abang sebenarnya, jadi kita tahu kalau mereka benar-benar tulus berteman dengan Abang,” ucap Arunika sambil meneguk teh hangat miliknya.
Selalu ada hikmah di balik semuanya bukan? Oka mengetahui siapa ayah kandungnya baru-baru ini membuat Oka tumbuh menjadi pribadi sederhana dan juga memiliki teman-teman yang tulus berteman dengannya tanpa niat tertentu, dan kalaupun mereka nanti mengetahui siapa Oka sebenarnya, anggap saja itu bonus karena pertemanan mereka yang tulus.
“Aku juga iri melihat keluarga abang yang hangat.”
Kembali Oka mendengar nada sedih dari suara Arunika membuat Oka memfokuskan diri kepada gadis yang duduk di hadapannya.
“Keluargaku tak sehangat keluarga Abang.” Arunika tersenyum miris menatap Oka yang masih menatapnya. “Tapi Abang tak perlu khawatir, karena aku akan saaaangat hangat kepada Abang. Jadi mau ya, Bang, jadi pacar aku?”
Oka memutar bola matanya mendengar Arunika yang kini tersenyum lebar dan telah kembali memakan baksonya dengan semangat. Oka tahu kalau Arunika tengah berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, berusaha sekuat tenaga menyembunyika kesedihannya di balik senyum dan keceriannya.
Masalah keluarga? Mungkin itu yang membuat Arunika merasa berat untuk bercerita. Menyadari hal itu Oka kembali melihat sisi lain dari Arunika, penilaian awalnya terhadap gadis itu perlahan mulai berubah. Arunika gadis ceriwis namun bisa menjaga mulutnya dengan tidak mengumbar aib keluarga … nilai tambah kembali Oka berikan kepada Arunika. Dan ternyata Arunika tak semanja yang Oka bayangkan selama ini.
Arunika tidak masalah ketika Oka mengajaknya makan nasi goreng atau bakso pinggir jalan, tak merasa risih sama sekali walau Oka tahu itu mungkin kali pertama dia makan di pinggir jalan seperti itu. Bahkan pernah ketika mereka pulang kuliah si merah yang lagi manja malah mogok, alhasil Oka harus mendorong si merah sampai bengkel. Oka menawarkan Arunika untuk pulang lebih dulu dengan taksi online, tapi Arunika menolak. Gadis itu memilih berjalan menemani Oka mendorong si merah sambil terus bercerita ini itu.
Mengingat sifat Arunika yang ceria namun harus memendam masalahnya sendiri, menyembunyikan kesedihannya di balik senyum dan tawa membuat Oka khawatir, tapi dia juga tidak bisa memaksanya untuk bercerita. Yang bisa Oka lakukan saat ini hanya berusaha ada di sampingnya, mengawasinya dalam diam agar tak salah arah, mencoba mencoba meyakinkan kalau dia memiliki seseorang yang bisa dipercaya yaitu Asoka Danubrata, kemudian menunggunya. Menunggu Arunika percaya dan menceritakan masalahnya.
“Kamu tahu nomer teleponku.” Asoka berkata membuat Arunika mendongakkan kepala menatapnya. "Kamu juga tahu rumahku," lanjut Oka yang menatap manik mata Arunika. “Kalau mau cerita kamu bisa menghubungiku, atau datang ke rumahku. Aku akan selalu ada untuk mendengarkan ceritamu. Jangan dipendam sendiri karena itu sangat menyesakan.”
Di luar hujan semakin deras dengan semilir angin yang membuat beberapa orang menggigil kedinginan, tapi hati Arunika terasa hangat mendengar ucapan Oka, ini kali pertama dia merasa ada seseorang berada di sisinya. Mulutnya ingin mengeluarkan semuanya, menceritakan apa yang dia alami dan rasakan, namun …
“Jangan dipaksa kalau masih merasa ragu. Nanti saja, kalau kamu sudah siap untuk cerita.” Arunika masih terdiam menatap Oka yang seolah bisa membaca apa yang dia pikirkan. “Aku hanya ingin kamu tahu … kalau kamu tak sendiri.”
Keinginan untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kembali menyeruak, ingin melepaskan sedikit beban yang akhir-akhir ia rasakan seorang diri. Namun dilema kembali melanda, bukan karena tak percaya hanya … takut.
Seandainya Oka mengetahui masalahnya …
Apa Oka masih akan bersikap sama seperti sekarang?
Apa Oka masih akan sepeduli ini?
Apa Oka masih akan menatapnya dengan sorot mata lembut seperti sekarang?
Arunika mengenal pribadi Oka yang tidak akan peduli dengan semua itu, tapi … ketakutan itu ada.
Ketakutan ditinggalkan, ketakutan diabaikan oleh orang yang berarti dalam hidup kita. Karena bagi Arunika, Asoka Danubrata bukan hanya sebagai sosok yang dia sukai dan puja, tapi kini lelaki yang telah mencuri hatinya itu telah menjadi salah satu orang paling berarti dalam hidupnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
secara tdk langsung oka udah suka sama ni cewek,sampe dibelain pengen jgain...klo dipikir ngapain repot amat😅
2023-11-20
0
✨Susanti✨
next.. .
2023-03-02
0
Erni Fitriana
tega banget author...gantungin cerita arumi😔😔😔😔
2022-05-11
0