“Bisa, Tante, jelaskan apa yang terjadi tadi?”
Mayang tersenyum kemudian menyeruput lattenya dengan anggun.
Sedari tadi Oka menahan rasa penasarannya, tak mungkin juga menanyakan hal itu di bank di depan orang-orang asing, dan tak mungkin juga di mobil ketika ada sopir yang akan mendengar pembicaraan mereka. Jadi di sinilah mereka sekarang, sebuah coffee shop yang berada tak jauh dari bank.
“Sebelum kami menikah ayahmu mengatakan kalau dia memiliki dua orang putri … Kirana dan Bentari. Saat itu ayahmu tidak mengetahui kalau ibumu tengah mengandungmu.”
Oka sudah tahu itu, bahkan ayahnya baru mengetahui keberadaannya dua tahun lalu.
“Sebelum tante menjelaskan soal tadi … boleh tante bercerita tentang masa lalu tante? Tidak ada maksud apapun, tante hanya ingin kamu mengetahui masalah ini dari sisi kami, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.”
Oka terdiam kemudian mengangguk menyetujui.
“Tante dan ayahmu saling mengenal sudah lama. Kami teman sekolah, bertetangga juga. Keluarga tante bukan keluarga tuan tanah, dan pemilik peternakan besar seperti keluarga ayahmu. Bapak tante hanya staff di desa, jabatannya pun tak seberapa, tapi tetap saja saat itu walau hanya seorang staff di kantor desa membuat keluarga tante pun cukup disegani.”
Mayang terdiam sesaat, matanya menerawang mengembalikan memorinya kepada puluhan tahun silam.
“Diam-diam tante menyukai ayahmu dari SMA.” Dia tersenyum menatap Oka. “Tapi menyadari status sosial dan ekonomi kami yang jauh berbeda membuat tante hanya bisa mengagumi ayahmu di kejauhan, dan menyimpan perasaan seorang diri. Ayahmu yang pintar membuatnya menjadi anak kebanggaan keluarga, dan harapan keluarga. Sangat sempurna … kaya, tampan, pintar, ditambah diterima di salah satu universitas negri terbaik membuat keluarganya semakin bangga, dan jarak yang memisahkan tante dan ayahmu semakin lebar.”
“Ayahmu pergi ke Jakarta untuk kuliah dan tante tetap tinggal di sini, kuliah D3 di salah satu perguruan tinggi swasta. Tahun berlalu, ayahmu pulang hanya saat libur, dan dia semakin terlihat luar biasa. Dan masih seperti dulu, tante mengaguminya dari jauh. Ayahmu semakin tak terjangkau oleh tante ketika lulus kuliah dia langsung melanjutkan kuliahnya ke Jepang.
Setelah itu tante tak lagi bertemu dengan ayahmu. Suatu hari tante mendengar kabar kalau ayahmu sudah menikah dengan perempuan yang tidak direstui oleh kakekmu. Bukan karena status ekonomi yang membuat kakekmu tidak merestui hubungan itu, tapi hanya karena sebuah mitos yang mungkin dianggap tak masuk akal oleh anak-anak muda zaman sekarang, tapi percayalah orangtua dulu sangat memegang teguh hal itu.”
Mayang tersenyum menatap Oka, mencoba menyelami apa yang ada di pikiran pria muda di hadapannya yang hanya terdiam mendengarkan.
“Mendengar ayahmu sudah menikah membuat tante akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seorang pria, staff kelurahan. Kami hampir menikah sampai tante bertemu dengan anak kecil dengan mata bulat, kulit putih dan rambut hitam tengah menangis … Bentari, kakakmu.”
Sorot mata Mayang berubah ketika membicarakan Bentari, sorot mata keibuan yang penuh dengan kasih sayang yang biasa dilihat Oka di mata ibunya ketika menceritakan tentang anak-anaknya.
“Dia memanggil-manggil mamahmu dan kak Nana. Tak mengenalnya membuat tante bingung kemana harus mengantarnya pulang, jadi tante memutuskan untuk ikut duduk menemaninya saja, takut kalau ada orang jahat datang dan membawa anak cantik dan menggemaskan itu. Tante juga tak berani membawanya karena takut dikira penculik, jadi tante hanya duduk di sana, mencoba menenangkan sampai akhirnya dia lelah menangis dan tertidur di pangkuan tente. Tak lama kemudian ayahmu datang dengan wajah panik mencari putrinya yang pergi dari rumah tanpa sepengetahuan siapapun … saat itulah tante mengetahui kalau anak kecil yang dari tadi tante pangku adalah putri dari cinta pertama tante.”
Mayang menyeruput latenya, sebelum kembali bercerita.
“Hari itu ayahmu mengatakan kalau istrinya masih tinggal di Jepang dengan putri sulung mereka karena masih ada kontrak yang harus diselesaikan, dan dia kembali ke Indonesia bersama putri bungsunya untuk merintis usahanya agar nanti ketika istri dan putri sulungnya pulang, kondisi mereka sudah lebih baik.”
Mayang tersenyum menatap Oka.
“Tante sangat menyukai anak-anak, jadi ketika menyadari kalau ayah dan kakekmu sedikit kesulitan menjaga Bentari, tante menawarkan agar Bentari dimasukan ke TK tempat tante mengajar dan menawarkan diri untuk menjaganya. Karena tante mengajar di TK itu, Bentari bisa masuk tanpa persyaratan apapun, tante mengatakan kepada semua orang kalau Bentari adalah keponakan tante, jadi tidak ada masalah ketika ayahmu mengatakan semua dokumen Bentari masih berada di Jepang ... setelah masuk TK semakin hari Bentari yang kala ini telah berganti nama menjadi Anggi semakin dekat dengan tante, dan tantepun semakin menyayanginya, sampai hari itu tiba … ayahmu kecelakaan yang menyebabkannya koma.”
Mayang menghela napas berat mengingat kejadian beberapa tahun lalu yang terasa menyiksa.
“Saat itu harapan ayahmu untuk kembali pulih sangat tipis, tapi kami tak kehilangan semangat walau dokter mengatakan hidupnya hanya ditopang mesin. Kakekmu tak ingin melepas alat yang membuat anak kesayangannya tetap bertahan hidup. Kekeras kepalaan kakekmu membuahkan hasil, doanya terkabul. Ayahmu kembali sadar, tapi mengalami kelumpuhan. Dalam keadaan terpuruk mengetahui kelumpuhannya, surat cerai dari ibumu datang membuatnya semakin jatuh dalam kegelapan dan keterpurukan.”
Oka telah mendengar kisah ini dari ibunya, bukan ibunya yang memberi surat cerai itu tapi kakek dari pihak ibunyalah yang melakukan itu tanpa sepengatahuan sang ibu.
“Setelah bercerai dengan ibumu, ayahmu sempat menutup diri dari dunia sekitar. Dia hanya diam di dalam kamar yang gelap tak memedulikan siapapun termasuk Bentari. Tante tak bisa melakukan apapun selain merawat Bentari yang sudah tante anggap anak sendiri. Kakek dan pakdemu sibuk membereskan usaha ayahmu yang mengalami kerugian besar. Lumpuh, bercerai dari perempuan yang dia cintai, kegagalan dalam usaha membuat ayahmu benar-benar berada di jurang kegelapan.”
Tak bisa Oka bayangkan seterpuruk apa ayahnya saat itu, dan itu membuat hatinya terasa dicengkram membayangkan ayahnya duduk di kursi roda dalam kamar gelap gulita, tertutup dari dunia sekitar.
“Debitur silih berganti datang untuk menagih hutang karena kegagalan usaha ayahmu. Kondisi ayahmu yang tak memungkinkan untuk membayar utang-utangnya membuat kakekmu menjual asset yang dia miliki demi menutupi hutang ayahmu. Sang juragan tanahpun kehilangan tanah yang sudah diwarisinya turun temurun demi anak yang menjadi kebanggan keluarga yang sedang menutup diri dari dunia.”
Oka tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia belum mengenal seorang H. Joko, yang dia tahu kakeknya seorang yang keras kepala, egois dan otoriter. Tapi kini Oka menyadari seburuk-buruknya orangtua pasti rela berkorban apapun demi anaknya.
“Tante tak bisa diam saja melihat ayahmu yang semakin hari semakin larut dalam keterpurukannya. Bentari memerlukan sosok orangtua, dan kakekmu terlalu tua untuk merawat anak kecil jadi dengan menguatkan tekad tante mencoba menarik ayahmu kembali. Tante memberinya semangat walau … maaf, saat itu tante harus memaki keluarga ibumu.”
Mayang menatap Oka sambil meringis, dan Oka hanya bisa sedikit tersenyum sambil mengangguk paham atas kesalah pahaman di masa lalu.
“Tante menyuruh ayahmu untuk bangkit dan menunjukan kepada keluarga ibumu kalau dia bisa sukses tak seperti yang mertuanya katakan, kalaupun mereka tak peduli lagi dengan hal itu setidaknya dia harus kembali bangkit untuk Bentari putri bungsunya. Tentu saja tidak mudah, ayahmu dan keras kepalanya membuat tante gemas ingin sekali rasanya menyeretnya ke luar dari kamar gelap itu, memerlihatkan kalau masih banyak orang-orang yang menyayangi dan menunggunya untuk kembali bersama mereka … dan tante melakukan itu.”
“Menyeretnya ke luar dari kamar?”
Mayang tersenyum sambil mengangguk.
“Iya, setelah selama ini diacuhkan olehnya dengan kesal tante mendorong kursi rodanya ke luar dari kamar tak memedulikan teriakannya. Sesampainya di luar tante memerlihatkan Bentari yang sedang bermain sepeda. Menyadari ada ayahnya, Bentari langsung berlari menyambutnya dengan senyum lebar sambil berceloteh... ayah, aku sudah bisa naik sepeda! Dia naik ke pangkuan ayahmu dan kembali bercerita kalau eyang memberikannya sepeda, tapi dia tidak menyukai warnanya. Dia meminta ayahmu berjanji membelikannya sepeda warna pink dengan keranjang di depannya.”
Lagi-lagi senyum terpancar di wajah Mayang ketika membicarakan Bentari.
“Mendengar celotehan Bentari, ayahmu seolah tersadar, dia memeluk Bentari erat sambil menangis. Bentari yang tak mengerti apa-apa ikut menangis karena dia pikir ayahnya menangis karena tidak memiliki uang untuk membelikannya sepeda ... Ayah jangan menangis, aku tak mau sepeda pink, aku suka sepeda dari eyang, tapi warnanya jelek. Bentari menangis semakin kencang membuat kami tertawa di antara tangisan.”
Oka ikut tersenyum membayangkan kakaknya yang manja menangis seperti itu.
“Setelah hari itu ayahmu perlahan mulai kembali bangkit apalagi setelah dokter mengatakan kemungkinan ayahmu untuk kembali berjalan masih ada, tapi ayahmu harus melakukan terapi yang hanya ada di rumah sakit Surabaya. Ayahmu memutuskan pindah ke Surabaya untuk terapi, tapi dia tak ingin meninggalkan Bentari bersama eyangmu yang sibuk dengan peternakan, selain itu Bentaripun sudah semakin tergantung denganku. Dengan berbagai pertimbangan yang salah satunya takut Bentari kembali sakit seperti saat pertama kali datang ke sini, eyangmu mengusulkan ayahmu untuk menikahiku.”
Mayang menghentikan ceritanya ketika pelayan datang dengan cake pesanan mereka.
“Usulan itu tentu saja ditentang semua orang. Ayahmu yang masih mencintai ibumu, juga keluarga besar tante … saat itu tente telah memiliki tunangan dengan pekerjaan mapan sebagai PNS. Menantu idaman semua orangtua kan?”
Oka tersenyum sambil mengangguk.
“Jika dibandingkan dengan ayahmu yang seorang duda dengan dua orang anak, dalam kondisi lumpuh, dan bisnis yang gagal tentu saja tunangan tente menjadi pilihan terbaik. Tapi tente bersikap bodoh karena rasa sayang kepada Bentari dan perasaan lama yang kembali muncul kepada ayahmu setelah sekian lama membuat tante memutuskan untuk memilih ayahmu. Saat itu ayahmu dengan tegas mengatakan kalau dia masih mencintai mantan istrinya dan tidak akan bisa mencintai tante layaknya seorang istri, tapi tante dengan bersikeras tak masalah dengan itu, dia boleh menganggap tante hanya sebagai pengasuh putrinya karena tante sudah sangat menyayangi Bentari, dan … dia melakukan itu.”
Mata Oka membulat terkejut mendengar cerita Mayang yang hanya tersenyum miris mengingat awal pernikahannya.
“Setelah menikah kami bertiga pindah ke Surabaya, karena ego ayahmu menolak ketika eyangmu berniat membelikan kami sebuah rumah dan hanya menerima uang untuk membantu biaya terapi yang tidak murah. Kami mengontrak rumah kecil, dan sisa pemberian uang dari eyangmu dipakai untuk memulai usaha. Dan sikap ayahmu masih sama, hanya menganggap tante orang yang merawat putrinya, memastikan ayahmu dan Bentari bisa makan makanan hangat dan pakaian mereka bersih dan rapi, tak lebih dari itu … hatinya benar-benar tertutup dimana hanya ada tempat untuk ibumu dan kalian.”
Ini adalah kali pertama Oka mendengar cerita dari sisi seorang Mayang yang selama ini dia kira hanya ongkang-ongkang kaki menikmati kekayaan dan kesuksesan ayahnya.
Oka lupa, semua orang punya cerita sendiri.
Orang lain hanya melihatnya saat ini, menjadi istri seorang pengusaha sukses tanpa mengetahui perjalanan menuju kesuksesaan yang melewati jalanan terjal, berbatu, bergelombang yang harus dilewati dengan cucuran keringat, air mata, dan mungkin juga darah.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
bu mayang bikin terharu🥺 kasian sekali,orang baik tp takdir membuat hidupnya terseok2
2023-11-17
0
✨Susanti✨
next..
2023-03-01
0
kafa ainshod
mitos jawa ama sunda.
2023-02-02
0