Aaahh … sudah lama Bentari tidak merasakan kenikmatan ini. Pijatan professional di tubuhnya. Setelah mendapat acc dari Kirana untuk memanjakan diri sekali-kali, Bentari langsung memutuskan untuk melakukan spa.
Tadinya dia akan pergi dengan Kirana dan Siska, tapi Danish sedang deman jadi tidak bisa ditinggal. Sedangkan Siska tiba-tiba saja Aldo datang. Jadi ya … di sinilah Bentari, seorang diri menikmati sedikit kemewahan yang membuat tubuhnya relaks.
Berbicara tentang Siska, hampir dua tahun terakhir ini dia menjalin hubungan dengan Aldo salah satu pemilik toko batik di tanah abang. Sebagai pemilik toko palugada (apa yang lo mau gue ada) Siska memiliki beberapa toko langganan, dan Aldo ini salah satunya. Jadi hubungan mereka berawal dari curi-curi pandang saat Siska meminta discount, dan itu pula yang membuat Siska tiba-tiba sangat rajin ke tanah abang demi bertemu kang mas Aldo.
Aldo, pria berkulit hitam manis dan pekerja keras berhasil membuat Siska jatuh cinta. Tidak ada masalah dengan hubungan mereka, kedua keluarga sudah saling merestui, tapi entah apa yang membuat Aldo terlihat ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Itu yang membuat Siska uring-uringan hingga akhirnya memutuskan break, untuk memberi mereka berdua waktu berpikir tentang hubungan mereka. Mau dibawa ke mana? Selain mendapat tekanan dari kedua keluarga yang meminta mereka segera menyegerakan, secara pribadi Siska pun sudah ingin membina rumah tangga.
Umur 28 tahun dirasa sudah sangat cukup untuk perempuan menikah, begitupun dengan Aldo yang sudah berkepala tiga. Jadi tidak ada salahnya kan Siska meminta keseriusan dalam hubungan mereka? Dan setelah sebulan mereka break, akhirnya tadi Aldo datang. Entah keputusan apa yang dia ambil … mengikat Siska dalam pernikahan atau mungkin melepaskan?
Oke! Kita kembali ke Bentari yang kini badannya sudah terlihat sangat segar. Dengan percaya diri (seperti biasanya) dia berjalan memasuki mall kelas atas yang terletak di pusat kawasan bisnis Jl. Jendral Sudirman, Jakarta Selatan. Dia langsung menuju restoran Itali yang terletak persis di depan lobi timur.
“Atas nama Jingga,” ucap Bentari kepada pelayan yang menyambutnya di depan.
Pelayan dengan seragam putih hitam mengajak Bentari melewati meja-meja dengan jendela kaca patri warna warni yang kental dengan nuansa Itali dengan interior didominasi warna-warna gelap yang memberi keteduhan. Bentari terus berjalan ke belakang dimana jendela tinggi dengan pemandangan lobi taman dengan suasana lebih terang daripada di area depan.
“Nggi!” Seorang gadis cantik berambut sebahu melambai tangan dengan senyum lebar.
“Hai, sorry nunggu lama ya?” Mereka cipika cipiki sebelum akhirnya duduk berhadapan.
“Baru datang juga kok, santai saja,” ucap Jingga dengan senyum lebar. “Kenapa tidak bilang sih kalau sekarang tinggal di Jakarta?” Mereka menerima menu dari pelayan dan mulai membuka-buka menu.
“Dadakan, tidak ada rencana sama sekali,” jawab Bentari sambil membaca buku menu. “Spaghetti del pescatore dan Lychee iced tea.” Bentari menyerahkan kembali menu kepada pelayan yang berdiri di samping meja mereka sambil mencatat pesanan.
“Samain saja, Mas.” Jingga ikut menyerahkan menu kepada pelayan yang langsung meninggalkan meja mereka. “Jadi … apa kali ini akan tinggal lama di Jakarta?”
“Sepertinya … kali ini aku memiliki keluarga di Jakarta.”
“I’m so happy for you, Nggi (Aku bahagia untukmu), so tell me about your … new family? (Ceritakan padaku tentang ... keluarga barumu?)
“Hahaha. Oke, but first call me Bentari or Bi (Oke, tapi pertama-tama panggil aku Bentari atau Bi) itu namaku yang sebenarnya.”
Jingga mengangkat alisnya terlihat bingung, “Kamu harus cerita semauanya.”
“Akan sangat panjang.”
“Tak perlu khawatir, aku memiliki waktu yang panjang.”
“Hahaha.”
Jingga Nagara, teman SMA Bentari. Mereaka dulu cukup dekat sebelum akhirnya ayah Jingga yang seorang perwira tinggi angkatan laut ditugaskan ke Kalimantan, dan Jingga memutuskan kuliah di Jakarta, sedangkan Bentari kuliah di luar negri. Semenjak itu mereka sulit bertemu, seolah mereka memiliki kehidupan masing-masing. Bentari yang mulai dikenal sebagai seorang selebgram dengan julukan the real crazy rich Surabaya itu larut dalam lingkungan dan pergaulan kelas atas, sedangkan Jingga tetap menjadi mahasiswi biasa dan setelah lulus S2 dia bekerja di salah satu Bank swasta.
Walau seperti itu terkadang mereka masih saling menghubungi lewat direct message (DM) hanya untuk menanyakan kabar. Dan terakhir Bentari memberi kabar kalau sekarang dia tinggal di Jakarta bersama dengan keluarga kandungnya.
“Wow, ceritamu itu …” Jingga tak bisa melanjutkan ucapannya selain menggeleng dan menatap Bentari yang baru menyelesaikan kisah drama keluarganya dengan penuh simpati.
Seorang pelayan datang dengan pesanan mereka.
“Hahaha. Jangan melihatku seperti itu, sekarang aku sudah bahagia bersama keluarga kandungku.” Bentari menyiapkan garpu untuk pasta yang telah terhidang di depannya.
“Jadi ini alasanmu mulai jarang aktif di media social? Karena adikmu?” Jingga menatap Bentari sambil menyuap udang yang ada di pastanya.
“Hahaha. Adikku itu memang sangat menyebalkan! Dia akan menyuruhku menghapus apapun yang ku upload kalau itu tidak sesuai dengan standarnya.”
“Itu karena dia peduli kepada kakaknya. Ingat, jejak digital itu abadi.” Jingga bergidik. “Kalau sampai kita salah upload, ngeri anak cucu kita lihat nanti.”
Bentari menganggukkan kepala. Dia tidak bodoh, tentu saja dia tahu alasan-alasan Oka melarangnya terlalu aktif di media sosial, karena itu Bentari tidak menentang keinginan Oka dan memutuskan mundur secara perlahan, meninggalkan kehidupannya yang gemerlap.
“Sekarang ceritakan tentangmu. Apa kamu sudah menikah?”
Raut wajah Jingga seketika berubah, walau bibirnya menyunggingkan senyum, tapi matanya memancarkan kesedihan, kepalanya menggeleng.
“Aku pikir ayahmu sudah menyiapkan seseorang calon bintang tiga untukmu.”
“Hahaha, sayangnya calon bintang tiga itu tidak direstui ayah.” Bentari membelalakan mata tak percaya. “Ceritaku juga tak kalah panjang darimu, lain kali aku akan menceritakannya padamu. Sekarang aku ingin mendengar kisahmu dulu, jadi … apa kamu sudah menikah?”
Bentari menghela napas. “Kita memiliki nasib yang sama untuk urusan jodoh.” Bentari berkata dengan senyum sedih di wajahnya.
“Ayahmu, tidak merestui kalian?”
Bentari menghela napas, dia menyeruput es teh leci sebelum menjawab Jingga yang tengah memakan pastanya.
“Tidak, keluargaku justru menyukainya. Salah satu orang kepercayaan ayah.”
Jingga mengangkat alisnya sambil mengambil gelas berisi es teh leci miliknya
“Aku mungkin tidak layak untuk dicintai seorang pria baik-baik, jadi dia meninggalkanku demi perempuan lain.”
Sesaat Jingga terdiam, tangannya mengelus tangan Bentari yang menyunggingkan senyum namun penuh dengan luka.
“Dia yang rugi karena menyia-nyiakan perempuan sepertimu.”
“Maksudmu perempuan manja dan egois sepertiku?” Bentari menyunggingkan senyum lebar membuat Jingga ikut tersenyum.
“Siapapun pria itu rugi karena tidak mengenal bagaimana seorang Anggi Santoso ketika SMA dulu. Seorang yang setia kawan, suka berbagi, dan paling tidak tega ketika melihat orang lain dalam kesulitan. Dan karena sifat baiknya itu, dia sering dimanfatkan oleh orang lain.”
Bentari tertawa, kepalanya menggeleng mendengar ucapan Jingga.
“Kamu adalah orang pertama yang memujiku.”
“Aku serius! Kamu orang baik, Bi.” Bentari tersenyum tulus mendengar penuturan teman lamanya itu. “Tapi aku kehilangan Anggi yang seperti itu beberapa tahun terakhir ini.” Bentari mengangguk sambil tersenyum mengerti dengan ucapan Jingga yang menatapnya sesaat kemudian tersenyum. “Sekarang aku seolah kembali melihat sosok sahabatku ketika SMA. Aku rasa Anggi yang dulu telah kembali dalam sosok Bentari.”
Dulu Bentari memang sudah menjadi gadis manja yang semua keinginannya harus dituruti, tapi dia juga memiliki kebaikan yang tak diragukan lagi. Namun semenjak kuliah di luar dan eksis di media sosial Bentari seolah menemukan dunia baru. Dunia yang semakin lama semakin menyesatkannya dalam keglamoran seolah lupa kalau kakinya masih berpijak di bumi.
Dua puluh menit kemudian mereka keluar dari restoron dan berjalan menyusuri mall, tidak untuk berbelanja, hanya window shopping sekalian mencerna makanan yang baru masuk ke tubuh mereka.
“Kita harus sering bertemu,” ucap Jingga dengan senyum manisnya.
Tangan kanan Bentari menenteng satu kotak pizza yang dia beli untuk Oka yang selalu mencari makanan tengah malam, yang biasanya berakhir dengan mie instan.
“Kamu bisa menghubungiku kapanpun. Kau tahu aku pengangguran.”
“Hahaha, aku harap aku bisa jadi pengangguran kaya sepertimu, tidak harus mendengarkan ocehan atasan demi transferan setiap awal bulan.”
“Hahaha, tapi melihatmu memakai seragam kerja seperti ini membuatku iri. Aku pasti akan terlihat seksi dengan seragam itu.”
“Dan adikmu akan menghajar siapapun yang menatapmu di kantor nanti.”
“Hahaha, dia pasti akan langsung menyuruhku resign.”
“Hahaha … pasti sangat menyenangkan punya adik seperti itu.”
Bentari memutar bola matanya sambil berdecak, membuat Jingga kembali tertawa.
“Tapi kita benar-benar harus kembali bertemu. Kamu masih berhutang untuk menceritakan tentang kisah calon bintang tigamu itu.”
Jingga kembali tertawa mendengar ucapan Bentari yang tiba-tiba terdiam, mematung. Jingga yang telah beberapa langkah di depannya kini ikut berhenti kemudian menengok ke belakang. Melihat Bentari masih berdiri dengan wajah pucat membuat Jingga kembali berjalan ke arah temannya itu.
“Bi, ada apa?”
Bentari hanya terdiam, matanya menatap jauh ke depan dimana seorang pria mengenakan kemeja biru tua dengan celana hitam tengah berjalan di samping seorang perempuan dengan stelan blazer merah.
Jingga mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Bentari, dia terdiam mencoba menebak, sebelum akhirnya dia yakin setelah pria itu ikut terdiam walaupun wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun sesaat Jingga bisa melihat keterkejutan ketika matanya bersirobok dengan mata Bentari.
Lelaki itu terlalu pandai menyembunyikan ekspresinya ketika perempuan berblazer merah menyentuh lengannya, topeng dinginnya kembali dipakai sempurna menyembunyikan apapun perasaan lelaki dengan mata yang terlihat tajam di balik kacamata dengan alis tebal dan hidung mancung.
“Bi.” Bentari menatap Jingga yang berdiri di hadapannya. “Ayo!”
Walau kaku Bentari tersenyum, dia kembali berjalan, tangannya dirangkul Jingga yang berusaha memberinya kekuatan. Tapi tetap saja mata Bentari tak bisa lepas dari pria yang terlihat tengah mendengarkan perempuan di sampingnya dengan serius.
Jantung Bentari berdetak semakin kencang ketika langkah-langkah mereka membawa mereka semakin mendekat. Matanya terus menatap Birendra, walaupun sekuat tenaga dia mencoba mengalihkan pandangan, tapi matanya seolah kembali kepada sosok yang selama ini dia rindukan.
Dadanya kini berdebar hebat ketika jarak meraka hanya tinggal beberapa langkah saja. Tinggal tiga langkah dia sudah memersiapkan senyum manis hanya untuk menyapanya, tapi seketika dia berhenti melangkah, senyum yang sudah akan mengembang kini kembali menghilang, dadanya terasa ngilu … sakit, sungguh sakit ketika pria yang dia rindukan hanya melirik sebentar ke arahnya sebelum memalingkan wajah dan berjalan melewatinya begitu saja seolah dia hanya orang asing baginya.
***
Ada yang masih ingat siapa Jingga Nagara dan calon bintang 3 nya? 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Fitriyazahra
jingga pacar andra (samudra kembaran senja) yg akhirnya g jodoh karena terhalang restu
2023-11-19
0
sakura🇵🇸
betul sis...hangan mau ditarik ulur digantung2 kek jemuran😄
perempuan terhormat dihalalkan dengan akad🤭
2023-11-17
0
Maya Kitajima
calonnya andra yang blm dpt restu..
2023-08-10
1