“Kyaaa!”
Bentari menjerit ketika dia memasukan ikan gurame ke dalam minyak panas. Ceritanya hari ini dia tengah membantu bu Mega memasak di dapur.
“Ikannya nggak bakalan gigit, Bi, itu sudah mati.”
“Ikannya sih tidak gigit, Mah, tapi minyaknya … tuh-tuh-tuh!” Bentari mengkerut menjauh dari kompor dengan tutup panci di depan wajahnya dan tangan kanan yang memegang sutil ketika terdengar desisan minyak panas.
“Perempuan itu minimal harus bisa goreng telor, biar suaminya nanti bisa makan ceplok telor buatan istrinya.”
“Telor sih gampang, Mah, ini ikan … levelnya sudah expert. Bi kan baru belajar, Mah.”
“Alasan.” Bu Mega berdiri lalu mengambil alih sutil dan membalikan ikan dengan santai, membuat Bentari bertepuk tangan.
“Mamah memang expert.”
“Jelas dong, chef Renata … lewat.”
“Lewat mana Mah?”
“Lewat depan rumahnya.”
“Hahaha.”
“Kamu kupas bawang merah sama siangi cabai, kita bikin sambal. Bisa kan?”
“Keciiil.” Bentari duduk di lantai dan mulai mengupas bawang merah.
“Ya siapa tahu kamu juga sama seperti artis yang tidak tahu bagaimana cara ngupas salak.”
“Bi tidak sampai seperti itu juga kali, Mah.” Bentari memasukan bawang yang telah dikupas ke dalam mangkuk. “Orang yang tidak tahu bagaimana cara mengupas salak, hanya orang yang belum pernah makan salak ... kan beda Mah, tidak bisa dan tidak tahu. Kalau tidak bisa ya wajar mungkin takut jarinya luka, tapi tidak tahu ... berarti dia belum pernah makan atau lihat orang makan salak."
Bu Mega terkikik sambil kembali membalikan ikan dalam penggorengan.
“Assalamualaikum … Okaaa!”
Bentari dan Bu Mega saling pandang mendengar sahutan dari arah luar sebelum akhirnya dia berdiri dan berjalan ke arah pintu.
“Wa’alaikumsalam,” ucap Bentari sambil membuka pintu dan melihat ada tiga orang lelaki seumuran Oka yang tengah tertawa sebelum akhirnya terdiam dengan mulut menganga dan mata membulat.
“Kau yakin ini rumahnya?” Bisik Wempi dengan mata masih menatap Bentari tak berkedip.
“Iya, tapi … sepertinya salah deh.” Kemal terlihat mulai ragu.
“Mau cari siapa?”
“Ya Tuhan, suaranya.” Mantir memegang dada kirinya terlihat terpesona membuat Bentari tersenyum yang malah semakin membuat tubuhnya lemas.
“Maaf, ini … rumah Oka? Asoka?”
“Sepertinya kita nyasar ke surga.”
Bentari tertawa mendengar ucapan Wempi.
“Kalian temannya Oka?”
“Iya.”
“Oka masih tidur. Masuk saja.” Bentari membuka pintu lebar-lebar mempersilahan ketiganya yang masih terkejut untuk masuk.
“Permisi.”
“Assalamualaikum.”
"Wa'alaikumsalam."
Bentari menutup pintu, sedangkan ketiganya masih berdiri mematung menatap Bentari yang berjalan ke arah tangga.
“A ..." Bentari menghentikan ucapannya, bisa ngamuk Oka kalau dia berani memanggil adek di depan teman-temannya. "Okaaa bangun! Ada temannya nih." Bentari menatap ketiga teman Oka sambil tersenyum. "Naik saja, kalau libur anak itu susah bangun pagi-pagi. Ruang atas itu ruang kekuasaannya, jadi nanti langsung masuk kamarnya saja ya.”
“Terima kasih, Say … eh, Kak.”
“Sama-sama.”
Bentari kembali berjalan ke arah dapur meninggalkan ketiganya yang masih menatap Bentari tak berkedip.
“Itu …. Anggi Santoso kan?” Kemal bertanya yang dijawab anggukan Wempi dan Mantir dengan mata masih menatap Bentari yang telah berbelok ke belakang sebelum akhirnya mereka bertiga berebut naik ke atas.
“Ka, bangun woy!”
“Ka, Oka … woi, kampret bangun!”
“Apaan sih! Berisik banget!” Oka menutup wajahnya menggunakan bantal yang langsung ditarik Mantir membuat Oka dengan kesal akhirnya duduk.
“Itu …”
“Di bawah ada …”
“Anggi Santoso!”
“Ckkk, dikirain apaan.” Oka kembali membaringkan tubuhnya.
“Eeeh, malah tidur lagi.”
“Anggi Santoso itu beneran kakak, lo?”
“Hmmm.”
Ketiganya saling pandang dengan mata membulat sebelum akhirnya senyum lebar menghiasi ketiganya.
“Gila! Ini gila!”
“Jadi, lo setiap hari bisa lihat dia?”
“Ya iyalah namanya juga serumah.” Oka kembali duduk tak bisa kembali tidur karena kehebohan teman-temannya.
“Ka, gue nginep di sini ya?”
“Aku juga!”
“Beta rela ngekos di sini.”
“Pergi-pergi!” Oka memukul temannya mengunakan bantal. “Gangguin orang tidur saja, ngapain sih pagi-pagi ke sini.”
“Adik ipar, ini sudah siang bukan pagi.”
“Amit-amit!” Oka melempar bantalnya ke arah Mantir yang tertawa terbahak. “Ngapain sih pada ke sini?” Oka turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke luar diikuti ketiga temannya.
“Lo lupa hari ini kita mau ngerjain tugas kelompok perencanaan struktur baja?”
“Oh iya ya, lupa gue.” Oka menggaruk kepalanya. “Habis war semalam.”
“Sempet-sempetnya ya lo main game padahal tugas seabreg.”
Oka hanya terkekeh mendapat tendangan di kakinya dari Kemal.
“Main games itu buat refresh otak setelah pusing mikir tugas kuliah.”
“Makanya pacaran. Biar bisa refresh otak dengan kencan, dijamin lahir dan batin kembali fresh.”
“Hahaha, setuju!” Wempi tertawa semangat, maklum saja di antara mereka berempat hanya Wempi yang statusnya double malah triple, sedangkan yang lainnya masih betah dengan single.
Terdengar suara langkah dari arah tangga membuat semua orang menatap ke arah tangga bersamaan denga munculnya Bentari dengan nampan berisi pitcher dan empat buah gelas. Dia berjalan dengan pelan, dan mata konsentrasi penuh menatap gelas dan pitcher berisi penuh sirup berwarna merah yang bergoyang seolah mau tumpah membuat Bentari menahan napasnya.
Perlahan dia berjalan ke arah ruang terbuka di lantai dua, tidak ada sofa atau kursi, hanya sebuah TV yang terpasang di dinding dengan satu set play station di bawahnya, karpet tebal dan beberapa bantal yang membuatnya terlihat nyaman di mana empat orang pria muda kini duduk di atasnya dengan mata menatap Bentari dengan penuh pemujaan (tiga orang yang menatap memuja, 1 orang menatapnya malas sambil garuk-garuk perut). Mereka terlihat gemas melihat ekspresi Bentari yang hari ini mengenakan celana pendek, kaos oblong berwarna pink, dengan rambut dikucir kuda dan sebuah bandana kain terikat di kepalanya.
“Haaaah!” Bentari membuang napas lega dengan senyum lebar ketika berhasil menaruh nampan di atas karpet tanpa ada yang tumpah sedikitpun. “Sudah pada makan belum?” Mata Bentari menatap ketiga teman Oka yang hanya bisa menggelengkan kepala dengan senyum lebar dan mata menatap kagum Bentari. “Kakak lagi masak, nanti kalau sudah matang kita makan bareng.”
“Iya, Kak,” jawab ketiganya kompak membuat Bentari tertawa sebelum kembali turun.
“Mimpi apa gue, dimasakin Anggi Santoso!”
“Sudah seperti pengantin muda, dimasakin istri tercinta.”
Oka langsung melempar Mantir dengan bantal yang hanya tertawa.
“Gue minta tolong, jangan ada yang tahu tentang ini di kampus, oke?”
Kemal, Mantir dan Wempi saling tatap bingung.
“Kenapa?”
“Pokoknya jangan ada yang tahu. Gue nggak mau mereka melihat gue hanya sebagai adik Anggi Santoso dan putra dari …”
“Andi Santoso.” Mata Wempi membulat menyadari kenyataan ini.
“Gila! Lo beneran anaknya Andi Santoso?” Kemal dan Mantir ikut-ikutan terkejut.
Oka menghela napas sebelum akhirnya mengangguk. “Iya, tapi jangan ada yang tahu selain kalian!”
“Wow! Merinding gue!’
“Sama!” Wempi dan Mantir memerlihatkan tangan mereka.
“Kita berteman dengan anak salah satu raja property negri ini.”
“Pangeran property, Asoka Danubrata, the real Sultan.” Mantir berkata dengan nada mendramatisir.
“Lebay!” Oka melempar Mantir dengan tisu yang sudah dia remas-remas.
“Hahaha.”
Dan mereka bertiga benar-benar menjaga mulutnya dengan tidak memberitahu orang lain mengenai status Oka yang sebenarnya, namun mereka jadi lebih sering ke rumah Oka dengan alasan mengerjakan tugas atau hanya sekedar numpang makan.
Satu lagi, selain mereka bertiga yang mengetahui identitas Oka, adalah Arunika. Mereka tidak sengaja bertemu ketika Oka, Bentari dan bu Mega tengah belanja bulanan di Trans Studio Mall yang berada tak jauh dari rumah mereka.
“Abang!”
Oka terkejut ketika tiba-tiba seorang gadis cantik dengan senyum lebar berdiri di sampingnya.
“Hei! Ngapain di sini?”
“Nyari sesuatu, tapi tidak ada. Eh malah ketemu jodoh dunia akhirat.”
Oka berdecak sambil kembali mendorong troli yang telah terisi beberapa kebutuhan pokok.
“Abang sama siapa?” Arunika menatap sekeliling.
“Sama ibu negara dan asistennya,” jawab Oka santai sambil berbelok ke arah lorong tempat jajanan, lalu memasukan keripik singkong, keripik kentang, pilus lalu dua kotak coklat berukuran cukup besar. Arunika dengan senang hati berjalan di samping Oka yang asik memasukan berbagai cemilan.
“Kita seperti pengatin baru ya, Bang, hihihi.”
“Kuliah yang bener, bukan malah mikirin kawin.”
“Iiih, Abang, aku mikirnya nikah bukan kawin. Abang yaaa …” Arunika tersenyum menggoda Oka yang malah menyentil jidat gadis dengan rambut bergelombang itu hingga mengaduh. “Aduh! Sakit, Abang, iiih.” Arunika mengelus jidatnya dengan wajah cemberut yang malah membuat Oka tersenyum.
“Siapa ini?”
Oka dan Arunika membalikan badan. Bu Mega dan Bentari berdiri di belakang mereka dengan senyum iseng membuat Oka menghela napas.
“Ini Arunika, yang kemarin les sama Oka.”
“Halo, Tante. Saya Arunika.” Arunika menyalami bu Mega yang tersenyum ramah.
“Cantik banget, secantik namanya.”
“Terima kasih.”
“Hai! Aku, Bentari. Kakaknya Oka.” Bentari menjulurkan tangan yang langsung di sambut Arunika
“Halo, Kak, saya Arunika.” Alisnya berkerut dengan mata menatap Bentari penuh selidik. “Kakak … Anggi Santoso kan?”
“Hahaha, iya … tapi sekarang panggilnya Bi saja ya.”
Arunika menangguk semangat dengan mata berbinar.
“Lagi belanja juga?”
Mereka kembali berjalan dengan Oka dan bu Mega di depan.
“Tadi mau mencari sesuatu, tapi tidak ada terus lihat abang.”
Bentari mengangkat alis sambil menahan senyum mendengar panggilan Arunika kepada Oka.
“Rumahnya di mana?”
“Raffles.”
“Dekat dong sama rumah kita.”
Arunika mengangguk sambil tersenyum, matanya menatap Oka yang tengah memilih kelengkeng bersama bu Mega, dan itu tentu saja tak lepas dari perhatian Bentari yang dari tadi memang terlihat mengamati gadis itu.
“Ke sini sendiri?”
“Iya, Kak.”
Bentari terdiam, matanya mengamati penampilan Arunika. Ripped jeans hitam, kaos polos berwarna biru muda, mukanya polos tak make up, rambutnya dibiarkan terurai sepunggung, dan sandal rumah. Sederhana, tapi tetap terlihat cantik, dengan kulit putih, hidung dan pipinya bersemu merah membuat Bentari tersenyum tipis.
“Pulangnya ikut ke rumah saja dulu, biar Oka yang antar pulang.”
Mata bulat Arunika menatap Bentari terkejut, sebelum akhirnya dia tersenyum. “Terima kasih, Kak, dekat ini tinggal nyebrang.”
Ide konyol dengan meminta Oka mengantarnya pulang mengingat komplek rumah Arunika berada depan mall dimana mereka berada sekarang. Selain karena dekat … Oka tidak mungkin mau mengantarnya kan?
“Komplek rumah kamu memang tinggal nyebrang, tapi masuk ke dalam kompleknya?” Bentari mengangkat alisnya penuh kemenangan, mengingat salah satu komplek elit di bilangan Cibubur itu cukup besar dan untuk gadis manja seperti Arunika juga dirinya sangat tidak memungkin untuk berjalan cukup jauh.
“Hmmm … saya bisa naik ojek di depan.”
“Jangan! Anak cantik gini kok dibiarin naik ojek sendirian, kalau diculik gimana? Sudah ikut ke rumah dulu, nanti diantrin sama Oka.”
Bu Mega yang sedang dalam mode on drama queen, ikut nimbrung membuat Oka menghela napas pasrah, berbeda dengan Bentari yang tersenyum lebar sambil berkata,
“Tenang saja kamu sudah punya tukang ojek pribadi. Bang Oka, nanti anterin adek Arunika pulang ya, Bang.”
Tanpa banyak bicara Oka langsung melempar Bentari dengan kelengkeng.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
🔴 Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
wkwkw shock afa Anggi susanto 🤣🤣
kebongkar deh rahasia Oka nih
2024-02-08
1
sakura🇵🇸
the real ngajak war sama adek ganteng nih si bentari🙈🙉🙊
2023-11-19
0
sakura🇵🇸
🤣🤣🤣 mimpimu ketinggian anak muda...minggir dulu bro,sainganmu pebisnis bukan perintis😜
2023-11-19
0