Suddenly Became A Prince #2
Cantik, terkenal, dari keluarga terpandang yang ternyata memiliki kisah drama yang akhirnya menyeret seorang Birendra Abhimana ke dalam pusaran drama itu.
Birendra, orang biasa memanggilnya dengan nama itu. Namun gadis di hadapannya mengubah panggilannya ketika mengenalkannya kepada ibu kandungnya … Abhi, itu nama yang dia sebutkan tadi. Birendra tersentak, tubuhnya membeku seolah diingatkan kembali dengan nama panggilan yang dulu sering dia dengar.
“Maaf, mamah mengira kita … pacaran,” ucap Bentari.
Gadis yang selama ini dia kenal dengan nama Anggi Santoso yang ternyata memiliki nama lain yang baru dia ketahu akhir-akhir ini.
Birendra hanya terdiam kemudian mengangguk. Toh itu tidak akan mengubah apapun dalam hidupnya. Hanya pura-pura menjadi kekasih dari putri seseorang yang selalu memakai jasanya kalau berurusan dengan hukum.
Tidak ada yang salah dengan niatnya itu. Hanya membantu. Akan tetapi dia lupa ketika dia pura-pura berperan sebagi seorang kekasih, cepat atau lambat ada hati yang akan ikut bermain.
Bentari bukanlah sosok yang dia idam-idamkan untuk menjadi kekasih apalagi menjadi seorang istri, atau lebih tepatnya tidak ada perempuan yang menjadi tipe idealnya untuk kekasih ataupun istri karena Birendra sudah mematikan perasaannya kepada perempuan manapun.
Namun seringnya interaksi dengan gadis manja itu membuat Birendra sering memerhatikannya. Terlebih panggilan gadis itu kepada dirinya seolah mengembalikan kenangan indah sekaligus menyakitkan bagi dirinya.
“Mas, jangan lupa ke acara tunangan Kak Nana. Mamah nanti curiga kalau Mas Abhi tidak datang.”
“Ya.”
Satu kata singkat itu mampu membuat seorang Bentari tersenyum lebar.
“Nanti, pakai batik ini.” Gadis cantik berkulit putih dengan rambut hitam hasil perawatan para ahli itu menyerahkan sebuah paper bag yang diterima Birendra. “Aku sudah cari warna yang cocok dengan kebaya yang nanti akan ku pakai.”
Jarak di antara alisnya sedikit berkerut mendengar ucapan Bentari. Dia tak mengerti kenapa orang-orang menyukai pakaian yang sama dengan kekasih atau istri mereka? Bagi Birendra itu terlihat kekanak-kanakan.
Namun lihatlah dia sekarang, menjadi bagian dari orang kekanak-kanakkan itu. Berdiri di samping Bentari yang tersenyum lebar malam itu, terlihat cantik seperti biasanya.
Aneh. Bukankah Bentari menyukai lelaki yang kini tengah menyematkan cincin di jari manis kakak kandungnya, sampai gadis itu melakukan hal gila yang hampir melukai kakak dan ibu kandungnya? Tapi kenapa malam ini dia terlihat begitu bahagia, seolah ini adalah pertunangannya sendiri.
Perempuan dan segala misterinya. Sampai saat ini jalan pikiran perempuan adalah sesuatu yang paling sulit Birendra pahami.
Perempuan manja dan terlihat egois yang semua keinginannya harus dituruti hingga melakukan segala cara agar keinginannya tercapai. Namun kini dia terlihat bahagia melihat kakaknya bersanding dengan lelaki yang selama ini digadang-gadangkan menjadi tunangannya.
Munafik. Itu yang pertama kali Birendra pikirkan ketika melihat sikap Bentari yang berubah 180 derajat kepada Caraka. Bisa saja gadis itu hanya bersandiwara di depan semua orang kan?
Tidak seperti kakak dan adiknya yang dibesarkan dengan segala tempaan hidup yang membuat mereka berdua menjadi kuat dan mandiri, tenang ketika di hadapkan dengan berbagai masalah, juga pintar memutar balikan ucapan miring orang tentang mereka sehingga tak ada yang berani berlaku semena-mena terhadap mereka.
Namun tidak dengan Bentari. Dibesarkan sebagai putri dari Andi Santoso yang gerak – gerik dan tutur katanya selalu menjadi perhatian banyak orang, belum lagi menjadi orang terkenal di media sosial membuat Bentari hanya akan terdiam menahan semuanya, berusaha tersenyum walau hatinya hancur dan harus menahan segala amarah juga kesedihan.
Bentari akan menyusun strategi di belakang, memberi pelajaran mereka yang menghina, menyepelekan atau merendahkannya tanpa harus mengotori tangannya sendiri. Itu lebih berbahaya.
Itu juga yang Birendra curigai. Saat ini Bentari tengah memakai topengnya untuk menyembunyikan luka dan hatinya yang hancur.
“Terima kasih ya, Mas, sudah datang.”
Bentari duduk di samping Birendra yang tengah duduk di samping kolam renang.
Pria dengan tinggi 178 cm itu terlihat tampan dengan kemeja batik warna senada dengan kebaya yang Bentari kenakan, walaupun wajah tampannya tetap tanpa ekspresi seperti biasanya.
“Kamu tidak apa-apa?” tanyanya tanpa basa-basi.
Bentari menatapnya sesaat sebelum akhirnya tersenyum lebar memahami arti pertanyaannya itu.
“Kalau yang dimaksud Mas Abhi karena …” Bentari menatap ke arah kakak dan calon kakak iparnya yang kini tengah tersenyum lebar menerima ucapan selamat dari semua orang yang membuatnya ikut tersenyum sebelum kembali menatap Birendra. “Ya, saya tidak apa-apa.”
Alis Birendra sedikit terangkat mendengar jawaban Bentari yang sepertinya tanpa kepura-puraan.
“Bukan kah kamu menyukai … dia?”
Bentari kembali terdiam, dia terlihat berpikir untuk sesaat.
“Iya, aku menyukainya, tapi … ternyata aku tidak sedalam itu menyukainya.” Bentari menatap riak air kolam di hadapannya yang memantulkan pijaran lampu taman yang malam ini lebih gemerlap dari biasanya.
“Aku pikir, aku akan sakit hati melihat mereka berdua bertunangan dan tersenyum bahagia seperti sekarang. Ya, semua orang tahu bagaimana aku dulu …” Bentari mantap Birendra sambil meringis. “Melakukan hal gila demi … dia. Tapi ternyata aku tak merasakan apa-apa, aku bahagia melihat kak Nana, mamah, Oka bahkan ayah dan semua orang tersenyum seperti itu.”
Walau tipis, tapi Birendra ikut tersenyum melihat senyum manis Bentari yang terbit.
“Mas Abhi percaya kalau aku yang menyiapkan acara ini?” Mata Bentari berbinar menatap Birendra yang kembali mengangkat alis tak percaya. “Mas Abhi tidak percaya?” Matanya semakin membulat membuat Birendra tersenyum sambil mengendikan bahu.
“Waaah! Aku serius, Mas, ini semua aku yang menyiapkan!”
Birendra kembali mengangkat alis sebelum akhirnya dia mengangguk-anggukan kepala membuat Bentari tertawa karena dia tahu Birendra tidak memercayainya. Gadis itu kini menggeser duduknya menjadi menghadap Birendra yang juga melakukan hal yang sama. Dengan semangat Bentari menceritakan bagaimana dia menyiapkan acara tunangan kakaknya dalam waktu singkat, dan Birendra mendengarkannya dengan serius, terkadang dia akan kembali mengangkat alisnya untuk menggoda Bentari seolah dia tak percaya ucapan gadis itu, terkadang dia akan tersenyum, atau menanggapinya dengan kalimat-kalimat pendek.
Malam itu Birendra menyadari satu hal dari seorang Sagita Bentari. Dia bukan seperti Anggi Santoso yang selama ini orang kenal. Bentari mungkin manja terlihat dari cara dia bertutur kata dan bercerita, begitupun dengan gestur tubuhnya yang membuat siapapun lawan bicaranya akan memokuskan perhatian padanya.
Namun Bentari tidaklah seegois yang dia bayangkan. Gadis itu memiliki hati yang tulus. Dia hanya seorang gadis naif yang terlalu dimanja oleh materi.
“Nanti jangan lupa datang ya ke acara nikahannya teteh,” ucap bu Mega ketika Birendra pamit hendak pulang.
“Insyaallah, nanti saya datang.”
“Harus! Masa calon kakak iparnya nikah kamu tidak datang.” Birendra hanya tersenyum mendengar penuturan bu Mega. “Iiih, anak-anak mamah pada pinter ya cari calon suami. Ganteng-ganteng, tidak kalah deh sama artis drakor.”
“Sama Lee Min Ho, mah?” Kirana bertanya dengan senyum menggoda.
“Kalau yang mirip babang Limin mah, nanti itu buat bapak tiri kalian.”
“Hahaha.”
Kirana tertawa mendengar ucapan mamahnya.
“Mana mau, Mah, Lee Min Ho sama nenek-nenek,” ucap Oka yang langsung mengaduh karena dapat cubitan dari ibunya membuat tawa Kirana lebih kencang lagi. Berbeda dengan Bentari yang hanya tersenyum melihat interaksi kakak adik itu dengan ibu kandungnya.
Birendra melihat sorot mata Bentari penuh dengan kerinduan, tapi juga kesedihan melihat ketiganya. Dan entah kenapa Birendra merasakan kesedihan yang sama, seolah ia menjadi orang asing di antara keluarga kandungnya sendiri.
“Titip Bi ya.” Bu Mega menggenggam tangan Birendra yang sedikit terkejut. “Besok kami sudah kembali ke Jakarta, temani dia jangan sampai dia kesepian.”
Birendra tersenyum membalas senyuman lembut seorang ibu.
“Titip Bi jangan sampai dia melakukan hal gila lagi.”
Birendra hampir saja tertawa mendengar bisikan calon kakak iparnya.
Calon kakak ipar?
Kenapa tiba-tiba Kirana menjadi calon kakak iparnya? Ah, sepertinya dia sudah masuk ke dalam drama keluarga ini.
Dan setelah hari itu Birendra benar-benar menjalankan amanah dari bu Mega dan Kirana untuk menjaga Bentari yang tak keberatan memiliki Birendra sebagai pengawal pribadinya. Bahkan Bentari tak pernah lagi datang ke Paradeisos tempatnya menghabiskan waktu bersama teman-temannya atau lebih tepatnya orang yang dia kira teman-temannya. Di belakang Bentari, mereka membicarakan kebodohan Bentari karena kehilangan seorang Caraka Benua, bahkan orangtuanyapun tak luput dari bahan pergunjingan mereka.
Setelah sekian tahun Birendra kembali merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta juga merindu ketika Bentari harus pergi ke Jakarta dan sibuk menyiapkan resepsi pernikahan kakaknya, sedangkan dirinya terkurung dengan pekerjaan juga jadwal sidang yang tak mungkin ditinggal.
Walau masih terkesan dingin, tapi kini senyum lebih sering menghiasi wajah tampan pengacara andalan firma hukum ternama di Surabaya. Bahkan yang membuat semua orang heran (bahkan dirinya sendiripun ikut heran) untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir dia mengajukan cuti hanya untuk menyusul Bentari ke Jakarta.
Memang tak pernah ada ungkapan tentang perasaannya, mereka berdua sudah sama-sama dewasa untuk mengetahui isi hati masing-masing. Tak pernah ada tuntutan dari Bentari seolah dia sangat memahami kesibukan, profesi, juga sifat pendiam seorang Birendra Abhimana.
Sebagai seorang lelaki Birendra dinilai memiliki semua syarat untuk sudah memikirkan pernikahan. Umur, pekerjaan dan kehidupan yang mapan, karena itulah dia memutuskan untuk melangkah ke jenjang lebih jauh lagi bersama Bentari.
Hari itu dia sengaja datang ke toko perhiasan untuk membeli cincin yang akan dia berikan kepada Bentari sebagai ungkapan perasaannya. Sebuah cincin sederhana dari emas putih dengan berlian kecil yang sangat cantik, dengan senyum lebar Birendra menatap cincin di dalam kotak beludru berwarna biru. Ini harinya. Hari dimana dia akan mengungkapkan perasaannya kepada seorang Sagita Bentari.
Namun nasib berkata lain ketika dia baru melangkahkan kaki ke luar dari toko seseorang dari masa lalunya berdiri dengan kedua tangan di dalam saku celana, matanya tajam menatap Birendra yang seketika mematung.
“Jadi berita itu benar?” tanpa basa basi pria di hadapannya bertanya. “Anggi Santoso … hmmm, tidak buruk,” lanjutnya dengan seringai membuat Birendra terdiam.
Bagaimana pria di hadapannya tahu mengenai Bentari?
“Sudah lupa dengan kejadian beberapa tahun lalu?”
Jantung Birendra berhenti berdetak untuk beberapa saat, telapak tanganya mulai berkeringat sedikit bergetar, kilasan-kilasan kejadian tiba-tiba muncul di hadapannya. Birendra kembali mengingat mimpi buruk dalam hidupnya yang hampir bisa dia lupakan.
“Apa kamu mau membuat gadis itu menjadi salah satu korbanmu juga?”
Tubuh Birendra kini benar-benar gemetar, dingin perlahan merambati tulang punggung terus naik, napasnya sedikit memburu, jantungnya berdetak semakin cepat membayangkan Bentari tergeletak dengan bersimbah darah.
“Kamu.” Pria itu melangkah semakin mendekat. “Tak layak bahagia,” geramnya tepat di depan wajah Birendra yang sudah memucat.
Pria itu dengan santai memakai kaca mata hitamnya dan berbalik meninggalkan Birendra yang kembali dilemparkan ke dalam mimpi buruknya dengan Bentari yang menjadi korbannya.
Beberapa hari Birendra hanya terdiam di apartemennya, menatap kotak cincin beludru warna biru yang tergeletak di atas meja. Ponselnya dia matikan, bahkan dia tak peduli ketika beberapa orang menekan bel apartemnnya. Dia hanya duduk diam, senyum kembali hilang dari wajah tampan yang rahangnya kini telah ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia kembali menutup diri, mengenakan topeng yang coba dia tanggalkan akhir-akhir ini.
Perlahan dia kembali menyalakan ponselnya, bunyi notifikasi langsung bersautan. Ratusan pesan juga puluhan panggilan tak terjawab terlihat di sana. Dia tak memedulikan semua pesan-pesan itu kecuali puluhan pesan dari satu nama yang berada di daftar teratas. Bentari.
Birendra telah mengambil keputusan. Bentari tidak boleh menjadi korban selanjutnya. Tidak!
Birendra akan meninggalkannya.
Bentari mungkin akan terluka, tapi hanya sesaat seperti ketika dulu Caraka meninggalkannya setelah itu dia akan baik-baik saja. Bentari akan bahagia dengan pria yang mencintainya juga dicintainya.
Tapi bukan seorang Birendra Abhimana. Karena seorang Birendra tak layak untuk bahagia.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Lily
Mam.. ini Caraka benua yg ada di RSK kah Mam?
2024-10-02
0
sakura🇵🇸
wow...kupikir ini khusus kamar oka,ternyaya yg duluan muncul malah kisah cinta bentari
2023-11-17
1
may
Haii kak, aku kesini setelah membaca nana caraka❤️
2023-10-31
0