*Teraktiran bakso buat semuanya dari Abang yang masuk 20 besar ... terimakasih banyak ata**s* dukungannya selama ini. #PelukCiumDari Mantir, Wempi dan Bang Ke buat semuanya 😘😘😘😘
*****
The Line (Garis batas)
“Jadi kau sama anak FISIP itu?” tanya Wempi penasaran.
“Arunika.”
“Iya – iya Arunika … kalian pacaran?”
“Tidak.”
Mata Oka masih fokus menatap laptop di hadapannya. Saat ini mereka duduk di rotunda sambil mengerjakan tugas.
“Berarti lo jadi tukang ojeknya doang?”
Oka hanya tersenyum miring sambil melanjutkan tugas tak memedulikan ejekan teman-temannya. Memang sudah beberapa hari ini Oka mengantar jemput Arunika, hanya untuk memastikan gadis itu baik-baik saja.
Tidak ada perubahan sikap dari gadis itu, masih tetap ceria seperti biasanya. Sempat Oka berpikir kalau apa yang dipikirkan Bentari itu salah. Mungkin Arunika memiliki masalah hari itu sampai pergi dari rumah, tapi tidak seberat seperti yang dibayangkan oleh mereka hingga akan membuat Arunika terpelosok dalam pergaulan yang salah.
“Sudahlah, Ka, mending kau jadikan saja tuh si Arunika pacar kau … lumayanlah buat jadi pendamping saat wisuda nanti,” ucap Wempi.
“Nah benar tuh, masa ganteng-ganteng wisuda tak punya pendamping.”
“Yaelah, ribet banget. Keburu putus tar kalau pacaran dari sekarang. Tuh kayak si Rafa!”
“Sialan lo!”
Kemal hanya cekikikan mendapat lemparan kertas dari Rafa.
“Tugas numpuk gini mana mikir buat pacaran. Belum lagi semester depan kita sudah mulai PKL, tambah nggak ada waktu deh.”
“Mending kalau cewek kita ngerti. Nah kalau dia nggak ngerti. Ribet, malah bikin pusing.”
“Nah, gue setuju sama Robi.”
“Untung cewekku pengertian.”
“Bukannya pengertian, tapi cewek lo tuh di kampung. Lo selingkuh saja dia nggak tahu.”
“Lo punya cewek dua, Tir?”
“Yoi,” Mantir mengangkat alis matanya bangga.
“Yang satu nggak dihitung, Fa. Ceweknya kepakas, dijodohin nyokapnya.”
“Bilang saja ikau (kau) nih iri, ngejar Rahma satu saja nggak dapat-dapat.”
“Hahaha.”
“Susah, Bro, kalau lo mau sama Rahma. Selain harus kaya, lo juga harus khatam dan hafal Al – Qur’an.”
“Nah ikau, jangankan khatam Al – Qur’an, iqro satu aja ikau tak tamat.”
“Hahahaha.”
“Sialan!”
“Ckk, sekarang ini jangan mikir dulu ngejar cewek. Pikirin kita PKL dimana? Cewek mah gampang … nanti kalau kita sudah kerja di perusahaan bagus, mapan, sukses, kita yang dikejar-kejar mereka.”
“Macam debt collector saja tuh cewek pakai ngejar-ngejar kita segala.”
“Hahaha, lo doang kali, Pi, yang dikejar-kejar debt collector. Gue sih dari sekarang dikejar-kejar cewek.”
“Kampret!”
Oka hanya tertawa mendapat pukulan di lengan dari Wempi, diiringi derai tawa yang lainnya sebelum akhirnya satu persatu dari mereka pergi untuk masuk kelas dan sebagian lagi pulang. Oka sendiri sudah tak memiliki kelas lain, dia hanya sedang menunggu kelas Arunika selesai sambil mengerjakan tugasnya.
“Abang!”
Oka tersentak menatap ke samping dimana Arunika telah duduk dengan senyum lebar menatapnya.
“Kok ke sini? kenapa tidak ngabarin kalau sudah selesai?”
“Hehehe, tadi ada teman yang mau ke FT juga jadi sekalian nebeng.”
Oka mengangguk sebelum kembali menatap laptopnya.
“Sebentar ya. Sedikit lagi, tanggung.”
Arunika mengangguk sambil memerhatikan Oka yang kembali serius mengerjakan tugas dinamika struktur beton.
Asoka Danubrata, pria yang membuat seorang Arunika Gantari jatuh cinta pada pandangan pertama. Awalnya wajahnyalah yang membuat Arunika jatuh cinta, lagian siapa yang tidak menyukai perempuan cantik atau lelaki tampan kan? Bohong kalau ada orang yang bilang jatuh cinta pada pandangan pertama karena sifatnya.
Oh, ayolah! Namanya juga pandangan pertama, jadi pasti akibat dari apa yang dilihat lalu turun ke hati. Tidak mungkin juga kan baru kenal sudah tahu sifatnya? Bahkan orang yang sudah mengenal bertahun-tahun pun belum tentu sudah kenal sifat orang lain dengan baik kan?
Nah! Begitu juga bagi Arunika. Awalnya dia menyukai Oka yang tampan ditambah tubuh tingginya, dan gayanya yang cuek. Setelah itu dia mengetahui kepintarannya. Bagi Arunika lelaki berotak terlihat lebih seksi daripada lelaki berotot. Melihat Oka yang serius memecahkan soal matematika, membaca buku atau seperti sekarang serius di depan leptop mengerjakan tugasnya selalu membuat jantung Arunika berdetak dua kali lebih cepat.
Dan yang semakin membuat Arunika menyukai Oka adalah karena tak mudah untuk membuat Oka bisa menerima dirinya.
Arunika Gantari, putri bungsu dari seorang politisi ternama yang dua periode ini berkantor di Senayan dan digadang-gadang menjadi kandidat kuat di bursa pemilihan DKI 1 dalam pilkada tahun depan. Selama ini dia tak pernah kekurangan apapun termasuk jajaran pria yang mengejarnya, selain karena latar belakang keluarga, paras cantiknya juga menjadi daya tarik tersendiri.
Wajahnya mungil bermata bulat, hidungnya tak begitu mancung tapi sangat pas dengan wajah mungilnya, bibirnya merah walau tanpa pewarna bibir. Tubuhnya tak terlalu tinggi hanya sekitar 160 cm, tapi tubuhnya terbentuk sempurna, rambutnya hitam sedikit bergelombang terlihat kontras dengan kulitnya yang putih. Paras rupawan dengan latar keluarga pejabat, siapa yang tak tergiur dengan itu? Bahkan tak jarang para pejabat pemerintahan, pengusaha-pengusaha ternama meminta Arunika menjadi menantu mereka.
Oka berbeda, dia terlihat biasa saja mengetahui latar Arunika, bahkan seolah tak peduli. Dia hanya fokus mengajarinya, tak peduli dengan segala manufer yang gadis itu lakukan untuk mendekatinya. Pesannya tak pernah terbalas selain hal-hal yang dianggap penting saja. Tidak terang-terangan membencinya, tidak juga memujanya, hanya … biasa saja. Oka tak pernah menolaknya dengan kasar, atau memberi perhatian berlebihan … hanya, secukupnya saja. Entah kenapa hal itu justru semakin membuat Arunika menyukainya.
Namun akhir-akhir ini Oka berbeda, dia menjadi lebih perhatian. Kalau boleh dibilang perhatian … Oka akan menanyakan jadwal kuliahnya, dan sebisa mungkin dia akan mengantar – pulang Arunika. Kalaupun Oka ada kuliah pagi sedangkan Arunika siang, sebisa mungkin Oka akan menunggunya sampai Arunika selesai kuliah. Seperti hari ini.
Jujur saja Arunika tak tahu alasan perubahan sikap Oka yang tiba-tiba ini. Oka tak pernah mengungkap perasaannya, perhatiannya pun tak berlebihan seperti seorang kekasih. Oka hanya akan menjemput dan mengantarnya pulang, terkadang mereka makan bersama, atau hanya berkeliling dengan si merah ketika Arunika menolak pulang cepat.
Tapi apapun alasan dari perubahan sikap Oka, Arunika menyukainya, karena untuk saat ini Arunika ingin memiliki seseorang yang berada di sampingnya, tanpa melihat latar keluarganya.
Keluarga …
“Huuufffttt.” Arunika menghala napas panjang.
“Kenapa?” Oka menyimpan file tugasnya kemudian menatap Arunika yang dari tadi terdiam dan hanya terdengar helaan napasnya. “Lagi ada masalah?”
Mereka saling tatap beberapa saat sebelum akhirnya Arunika mengangguk.
“Iya. Abang ganteng banget kalau lagi serius ngerjain tugas gitu. Bikin deg-degan.”
Arunika memegang dada kirinya dengan senyum lebar, tapi Oka hanya terdiam menatap gadis itu menyelidik cukup lama hingga membuat senyum Arunika perlahan hilang, dan mulai serba salah ditatap seperti itu.
“Kalau ada masalah jangan dipendam sendiri. Cerita. Aku mungkin tak akan bisa membantu banyak, tapi setidaknya aku akan menjadi pendengar yang baik.” Arunika terdiam, matanya menatap mata Oka yang teduh. “Itu juga kalau kamu percaya.” Oka menutup laptopnya kemudian memasukkannya ke dalam ransel.
Mata Arunika masih menatap Oka yang sudah bersiap untuk pergi. Ingin rasanya dia menceritakan semuanya. Jujur saja dia butuh seseorang untuknya bercerita mengeluarkan semua yang terasa menghimpit dada, tapi … bukan Arunika tak memercayai Oka, hanya saja dia takut. Takut kalau sikap Oka yang baru membuka diri untuknya kembali akan menjaga jarak dan menjauhinya. Dia belum siap kalau harus kehilangan Oka.
“Ayo!” Oka berdiri dengan ransel tersampir di bahunya menatap Arunika yang masih terdiam menatapnya.
“Aku …”
Mereka berdiri berhadapan, mata mereka saling menatap.
“Aku…”
Mulutnya ingin bercerita, tapi logika menyuruhnya untuk diam kalau tak ingin ditinggalkan, membuat keraguan terpancar jelas di mata Arunika, dan itu disadari Oka.
“Kalau tidak ingin bercerita. Tidak perlu dipaksakan.”
Tak ada sedikitpun kemarahan atau kekecewaan di mata Oka, bibirnya tersenyum seolah memberitahu Arunika kalau tidak apa-apa kalau tidak ingin bercerita, dia akan menunggu sampai gadis itu siap.
“Kita pulang sekarang?” Arunika masih terdiam menatapnya. “Atau … kamu tidak mau langsung pulang?”
Arunika tersenyum. “Laper, belum makan.”
Oka mengangguk sambil berjalan diikuti oleh Arunika yang berjalan di sampingnya menuju tempat parkir motor.
“Kita makan bakso yuk, Bang? Di sana katanya ada bakso yang enak. Kita coba ya, Bang, yaaaa …”
“Terserah.”
“Atau kita coba café baru yang di daerah Margonda itu, Bang?”
“Terserah.”
“Atau kita …”
“Pilih satu, kita mau ke mana? Makan bakso atau ke café?”
Oka menyerahkan helm kepada Arunika, dia sendiri sudah duduk manis di atas si merah.
“Abang maunya makan apa?”
“Terserah.”
“Jangan terserah dong, Bang, pusing aku kalau Abang bilang terserah. Soalnya belum ada restoran yang bikin menu terserah. Abang boleh jawab terserah kalau aku tanya … Abang mau nggak jadi pacar aku? Kalau Abang jawab terserah, aku langsung anggap itu iya lho, Bang.”
“Ter …” Oka menghela napas menyadari dia hampir saja masuk perangkap Arunika yang kini tersenyum lebar menatapnya. “Naik!”
“Abang tadi mau bilang apa? Ko nggak dilanjut?”
“Naik atau aku tinggal.”
Dengan senyum masih lebar Arunika naik di belakang Oka.
“Iiih, Abang kalau ngambek gini lucu deh. Imut, jadi tambah suka deh … jadi, terserah ya, Bang, ya. Kita pacarana ya, Bang, yaaa.”
“Enggak!”
“Ckkk! Giliran itu, tegas banget jawabnya.”
Si merah melaju meninggalkan pelataran parkir FT dengan Arunika yang mendumel, sebelum akhirnya bercerita ini itu tak jelas seperti biasanya, terkadang Oka akan menanggapinya dengan singkat, sesekali gadis itu akan menggodanya yang hanya membuat Oka menggelengkan kepala atau menghela napas. Sudah kebal dengan segala bujuk rayunya.
Awalnya Oka hanya mengenal Arunika sebagai sosok gadis kaya yang manja, tapi kedekatan mereka akhir-akhir ini membuat Oka menyadari sosok lain dari seorang Arunika. Dia dewasa dengan caranya sendiri. Sejujurnya Oka tak perlu mengkhawatirkan ketakutan Bentari kalau Arunika akan terjerumus seperti dirinya dulu. Arunika cukup tahu pergaulan mana yang harus dia hindari.
Akhir-akhir ini Oka melihat banyak orang yang mencoba menarik Arunika ke dalam lingkaran pertemanan mereka. Dari mulai golongan eksekutif kampus yang aktif di BEM, sampai dengan golongan atas yang datang ke kampus dengan mobil sport keluaran terbaru, dan segala sesuatu yang melekat pada tubuh mereka adalah barang-barang nomer satu. Ada juga golongan yang mencoba naik kelas sosial dengan memanfaatkan pertemanan mereka.
Oka memerhatikan bagaimana Arunika mengatasi itu. Sama seperti Oka, Arunika juga berteman dengan mereka semua, tapi dalam tingkatan wajar. Arunika seolah memiliki garis dimana tidak semua orang bisa melewati garis itu, termasuk Oka.
Oka mungkin sudah mendekati garis itu bahkan mungkin sudah berdiri tepat di depan garis hanya tinggal selangkah untuk memasukinya, tapi Arunika belum memberinya izin untuk masuk. Mereka hanya berdiri berhadapan di depan garis itu. Dekat … tapi sulit di raih.
Entah Oka yang akan lebih dulu melangkah melewati garis itu, atau Arunika? Yang pasti hanya tinggal menunggu waktu untuk keduanya saling melangkah melewati garis yang mereka berdua lukis.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
sakura🇵🇸
aku tp khawatir oka berpaling,padahal arunika sepertinya tulus g sekedar terobsesi
2023-11-20
0
Dewa Rana
kan oka yg bikin garis, bukan arunika
2023-05-14
0
✨Susanti✨
nexttt...
2023-03-01
0