ch 13

Seminggu sudah berlalu, tapi Kalingga masih saja mengekoriku tanpa kenal malu. Aku sudah minta tolong Al untuk menetralisir efek mantra yang aku bacakan. Tapi dia hanya senyum-senyum saja saat mengiyakan, aku jadi tidak yakin jika permohonanku sudah dikabulkan.

Faktanya Kalingga tidak berhenti ada di sekitarku. Aku jadi seperti punya pengawal pribadi yang selalu waspada mengamankan dan memperhatikanku dengan sangat gila, mulai dari keluar rumah sampai aku kembali ke rumah setiap harinya. Ini sudah tidak lucu dan tidak menyenangkan. Yang ada cuma tekanan batin.

Ara bilang kakaknya akan menjemputku selesai kuliah hari ini, aku sudah tidak berminat dengan kejutan. Aku sedang marah sama dia karena membiarkan aku selama seminggu tanpa kabarnya. Dia benar-benar senang menyiksaku.

Kalau saja dia bukan pemuda yang diramalkan itu mungkin aku lebih baik patah hati dan tidak lagi mengharapkannya. Sikapnya kalau sedang jauh dariku sangat mengecewakan, aku tidak pernah dianggap pacarnya. Nggak usah pacar deh, ketinggian. Anggap saja aku semacam teman juga aku terima. Bukan seseorang yang nggak ada dalam pikirannya sama sekali.

"Beb …," sapanya dengan wajah seperti bayi yang sedang diajak bercanda ibunya. Tawa cerah tanpa beban dosa. Apalagi tangannya dengan lihai mengecup jariku yang langsung di raihnya saat tiba.

Akupun tersenyum sangat manis membalasnya, "I miss you so bad."

Astaga, kemana itu tadi perasaan marah dan terluka yang ingin aku lampiaskan padanya?

Huh, lagi-lagi aku terlarut dengan ajaran Ibunda, tata krama yang harus dikuasai wanita. Aku kesal sendiri karena selalu bersikap lembut seperti itu.

"Pandai-pandailah menyimpan perasaan marahmu, Diajeng. Sampaikan kalau sudah tepat waktunya, saat suasana hatinya sedang bagus dan pada saat paling romantis yang sedang diciptakannya, layani dulu semua kemauannya, nanti kamu akan didengarnya dengan penuh cinta."

Tapi saat romantis yang dimaksud itukan di tempat tidur? Kalau aku ajak ke tempat tidur sekarang enak di Al nggak enak di aku dong! Ehh… sama-sama enak sih, tapi jelas dia yang untung aku yang rugi. Kok malah bahasanya kayak sedang transaksi jual beli!

Pikiranku mulai berkelana nakal, membayangkan hal erotis yang kami lakukan dengan panas di ranjang, dan setelah selesai baru aku mulai bicara, mengungkapkan betapa kesalnya hariku padanya.

Ya, mungkin nanti seperti itu cara menyelesaikan masalah paling efektif. Makanya orang dulu selalu bilang semua urusan rumah tangga akan selesai dengan sendirinya di dalam kamar. Ehm … aku merinding membayangkannya.

Al mengernyitkan dahi dan menyelidik mengulum tawa, "Kamu mikirin apa, Beb?"

Rasanya mukaku sedang disiram air mendidih, panas dan pasti memerah karena ketauan memikirkannya.

"Kamu … kita … ehm … nggak mikir apa-apa." Aku nyengir bodoh demi menutupi rasa malu.

"Cantik .…"

"Maksudnya? Siapa yang cantik?" Cercaku cepat.

"Kamu cantik kalau merona seperti itu, kayak udang goreng. Bikin laper .…"

Ehh … tapi bukan berarti dia mau makan aku kan? Mataku mengerjap dan meneliti ekspresi mesumnya.

"Aku juga laper," ujarku mengikuti jalan pikirannya.

"Ayo kita makan seafood, aku tau tempat yang enak," ajaknya menggandeng tanganku.

Kenapa dia punya banyak pengetahuan tempat makan romantis sih? Keliatan banget sering ngajak cewek makan di luar, kalau begini aku kan jadi cemburu.

Aku hanya mengangguk mengikutinya hingga parkiran dan duduk manis di sebelahnya.

"Aku pasang sendiri aja!" Ucapku cepat saat dia mendekat akan memasang safety belt untukku.

Jujur aku sangat suka perhatiannya, tapi aku tidak bisa membiarkannya terlalu dekat. Dia seorang pemangsa dan entah mengapa aku tidak bisa menolak apapun yang dilakukannya. Aku jelas sedang bermain-main dengan bahaya dan pasti aku sudah kena pelet terampuh miliknya.

Dia mengangkat daguku dengan jari telunjuknya, "Takut kalau aku mengambil kesempatan?"

Dengan salah tingkah aku menggeleng pelan, mungkin aku salah menilainya. Karena aku akui sikapnya berubah-ubah meskipun tetap manis. Akhirnya aku tersenyum kikuk, "Maaf, bukan begitu maksudku."

"Jadi apa maksudmu?"

"Aku hanya .…" Aku tidak punya alasan. Semua hilang begitu saja, aku tersiksa hanya dengan tatapan lembut dan bau maskulinnya. Sungguh bagai racun yang mengalir cepat dalam aliran darah, menggerogoti kesadaranku dan mengambil kendali saraf normalku. Aku menggigit bibir bawahku.

"Hanya apa?" Kejarnya masih dengan mata yang intens menelanjangi wajahku yang mulai panas. Matanya turun saat bertanya, "Boleh aku ikut menggigit bibirmu? Aku akan melakukannya dengan lembut, tidak akan sakit. Aku janji!"

Astaga, nggak usah diterangin juga kali Al. Kamu beneran bikin orang malu untuk sekedar membalas ucapanmu walaupun kamu memintanya dengan sopan. Aku tidak mengangguk sebagai tanda setuju, tapi secara reflek aku menutup mata dan merenggangkan kedua bibirku. Aku siap untuk dibuatnya tersesat.

Dan detik berikutnya aku sudah merasakan hembusan nafasnya sangat dekat, aku sudah terbuai dalam kelembutan dan manisnya kecupan yang seminggu ini sangat aku rindukan. Terlena dengan permainan hangat bibirnya yang begitu mesra dan menggoda. Bolehkan aku mulai belajar membalasnya?

Al … you make me desire!

Dengan berat hati aku menghentikan aktifitasnya karena nafasku cepat sekali habis dan tak beraturan. Kepalaku pusing dan jantungku berdetak terlalu cepat seolah hendak meledak. Begini rasanya terbakar na*fsu.

Fiuhhh ... sungguh nikmat yang tak tertahankan.

"Bi-sa kita makan sekarang?" Tanyaku terbata karena dia masih juga belum menjauhkan wajahnya.

"Baiklah …" jawabnya seraya mengusap bibir bawahku dengan ibu jarinya. Hal yang menurutku tidak perlu, karena yah … itu membuatku ngilu menahan mau.

Aku bernafas lega saat mobil mulai berjalan, menikmati penyejuk udara dan alunan lagu Shaggydog yang diputarnya. Aku rindu Yogya jadinya.

"Boleh aku curhat?"

Dia langsung menoleh cepat padaku, "Hm ... ada apa?"

"Jauhkan Kalingga dariku, please …!"

"Kamu yang membuat ikatannya, kamu sendiri yang harus mengurainya. Aku akan mengajarimu caranya!"

"Kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin kalau aku sendiri yang harus bertindak?" Pekikku skeptis. Sial betul.

"Kamu nggak nanya."

"Tapi aku kan udah minta tolong."

"Aku lupa mau bilang kalau nggak bisa."

"Aku tau kamu bisa, cuma kamu nggak mau aja."

"Ya kan ada untungnya juga, kamu jadi punya penjaga. Jadi aku nggak terlalu khawatir kamu kenapa-kenapa."

Aku hampir saja menjerit mendengar penuturannya, "Al … aku serius!"

"Iya aku tau kamu serius, aku juga nggak lagi bercanda. Aku serius juga .…"

"Maksud kamu apa sih?"

"Ya biar kamu aman. Jadi aku bisa menyelesaikan urusanku dengan tenang."

"Aku nggak paham."

"Kan aku nggak nyuruh kamu paham," lirihnya dengan senyum penuh arti. Sayangnya hanya dia sendiri yang mengerti.

"Al … rasanya aku nggak mau pakai ilmu ini. Rasanya aku nggak cocok membawa ilmu seperti kamu. Boleh aku mengembalikannya Al?"

"Sayangnya nggak bisa, Beb!"

"Trus?"

"Mantra yang aku ajarkan ke kamu itu satu paket, harus dipelajari semua. Isinya ada empat," terangnya datar tanpa memberikan kesempatan untukku memaparkan alasan lainnya.

"Tapi Al .…"

"Nggak ada tapi, Beb. Kamu yang minta, jadi kamu juga harus siap menerimanya."

"Kalau aku tetap nggak mau gimana?"

"Ya kamu akan lelah dikejar Kalingga, aku nggak akan bantu menjauhkannya darimu," ujarnya licik.

"Al … kenapa kamu itu selalu nggak ngasih penjelasan di depan sih?"

"Kalau didepan namanya pendaftaran." Dia tertawa dengan sangat menyebalkan.

"Aku marah nih .…" rajukku sarkas.

Lagian kenapa juga marah aja aku harus bilang, apa karena aku selalu lembut saat bicara?

"Cuma tiga mantra lagi, nggak berat itu. Nanti belinya aku bantuin kayak kemarin."

Enteng sekali dia bilang begitu. Masa nggak ngerti juga kalau aku ini awam. Dan jelas aku ini juga penakut.

"Apa aja yang tiga itu?" Akhirnya aku bertanya karena penasaran.

"Pengasihan untuk makhluk halus, pengasihan untuk roh pusaka, sama mantra penangkalnya atau disebut juga dengan mantra pengobatan."

Mataku terpaku skeptis pada bibir yang sedang bicara itu, "Apa aku memang butuh semua itu?"

"Of course yes, Dear."

"What the hell?"

"Means?"

"Jelasin dulu semuanya!"

"Ok deal. Sesuai yang kamu inginkan, tapi jelasinnya sambil pacaran ya? Biar nggak tegang!" Ujarnya santai dengan seringai menjengkelkan.

Aku akui Al, selain tampan dan flamboyan kamu itu pandai mencuri kesempatan. Nakal.

***

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

please tolong diartikan yg bca lgi mode malez liat kamus😁

2023-05-21

1

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

cemburu gk hrs ada alasan yak sell

2023-05-21

1

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

udang goreng selain bikin laper bikin kolesterol juga Al

2023-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!