ch 04

Pertemuan singkat dengan kakak Ara satu bulan lalu membuatku resah. Dia tidak banyak terlihat di kampus karena tidak ada lagi mata kuliah, datang sesekali hanya untuk mengurus wisuda atau mengantar Ara.

Tanpa pilihan aku mendekati Ara dan berteman baik dengannya, walaupun kebanyakan soal menyelesaikan tugas kuliah atau belajar bersama jika akan ada kuis.

Aku berubah menjadi stalker, segala macam informasi dan kegiatannya aku awasi. Meski sering sakit hati karena banyaknya wanita yang kutahu ternyata pernah dekat dengannya, dan parahnya nggak ada yang diseriusin. Astaga naga!

Sekarang Risa dan Lucia merupakan dua perempuan yang sedang dekat dengannya, menurut Ara mereka tidak berpacaran. Tapi menurutku kakak Ara yang bernama Alaric itu memang bukan type yang suka komitmen, tapi lebih suka hubungan tanpa status yang jelas.

Tipe cowok breng*sek yang maunya dekat-dekat tapi tidak mau terikat.

Tentu saja aku marah, tapi aku juga merasa perlu bersaing untuk mendapatkannya. Aku merasa tidak terima kalau aku yang lugu dan manis ini adalah bagian dari tulang rusuknya! Unbelivable.

Dan lagi ada nama Wulan dalam daftar favoritnya. Ara bilang dia sedang naksir Wulan. Cewek cantik satu angkatan yang jadi primadona kampus itu. Nggak heran sih, mahasiswa mana yang nggak suka sama Wulan? Dia punya mata penyihir, mata yang meluluhkan pria agar bertekuk lutut padanya.

Tapi dia sudah punya pacar. Cowok keren yang setiap hari menjemputnya itu adalah pemilik hatinya, diam-diam aku bersyukur. Apalagi Wulan juga terlihat tidak pernah bergaul dengan teman-teman, kegiatannya sangat terbatas di kampus. Sepertinya dia dikendalikan penuh oleh pacarnya.

Jadi apa yang harus aku lakukan? Diam saja tidak akan membuat aku bisa dekat dengan kakak Ara. Mungkin aku harus sedikit agresif saat bertemu dengannya.

Aku melihat Ara sedang mengobrol dengan Wulan, membiarkan kakaknya hanya mengamati dari belakangnya. Kesempatan tidak akan datang dua kali, jadi aku menghampirinya dengan senyum paling manis yang bisa aku bentuk dari bibirku yang kata orang-orang sangat menggoda.

"Pagi, Kak!" Ini adalah pertama kali aku mengajaknya mengobrol. Aku harus ramah dan tampak seperti malaikat biarpun terlihat sok akrab.

Dengan senyum tipis dia menjawab, "Pagi."

"Tumben kelihatan di kampus?"

Dia mengangkat alis dan menunjuk Ara sebagai alasannya. Matanya yang hitam itu sesekali melirik Wulan. Huh… aku ini kelihatan apa nggak sih sama dia?

"Ada kegiatan apa di Mapala, Kak?"

"Nggak tau juga, belum kesana buat update," jawabnya ramah. "Suka sama kegiatan alam terbuka?"

"Selia takut ketinggian, Kak!"

"Kan ada saya…" gombalnya seraya tertawa. Baru sadar kalau bibirnya yang tipis itu pandai bicara juga. Aku rasa merayu wanita jadi salah satu keahliannya.

"Trus kalau nggak ada kegiatan di kampus, Kak Al sibuk apa?"

"Cari kerja…"

"Bukannya udah kerja?"

"Kata Ara?"

"..." Aku hanya nyengir seraya melihat wajahnya yang sepertinya tanpa dosa.

Setelah ngobrol ringan yang terasa membosankan karena fokusnya hanya melihat Wulan, aku menyambung kata dengan sebuah penawaran.

"Malming kita nonton yuk, Kak!" Ajakku menyimpan sejuta malu di bawah sepatu.

"Berdua?" Rautnya sedikit kaget, tapi terlihat menggemaskan bagiku.

"Ya iyalah, Kak. Masak sekampung?" Aku menjawabnya dengan tertawa geli. Berusaha bercanda dan menggoda.

Dia melihatku sedikit intens sebelum menolaknya dengan halus, "Nggak janji bisa ya, kayaknya aku ada acara."

"Trus kakak bisanya kapan?" Aku kecewa, tapi kepalaku tetap berpikir untuk mendapatkan kesempatan itu. "Bertiga sama Ara juga nggak apa-apa deh," sambungku terdengar memaksa ditelingaku. Apalagi di telinganya, jangan-jangan dia langsung ilfeel, oh tidak…

"Eh…" Dia belum sempat menjawab ketika Ara dan Wulan datang bergabung denganku.

Dengan tega Ara menarikku meninggalkan mereka setelah mengenalkan Wulan. Aku tau jam kuliahku memang akan segera dimulai, tapi meninggalkan mereka mengobrol berdua membuatku kesal setengah mati.

Ara sepertinya menyadari yang sedang terjadi padaku, "Kamu kenapa, Selia?"

"Nggak apa-apa." Aku berbohong dan melihat ke arah lain menghindari penyelidikan Ara.

"Kamu suka dia?" tanya Ara tanpa basa-basi. Mengerling singkat pada kakaknya.

"..." Aku hanya diam tak berani menjawab.

"Kamu suka kakakku? Alaric?"

"Salah ya kalau aku suka kakakmu, Ra?" Aku sudah nggak bisa menyimpan rahasia ini lagi dari Ara. Aku menyampaikannya dengan wajah kesal dan mungkin juga marah. Aku cemburu dengan keberadaan Wulan.

"Muka kamu itu lucu kalau lagi cemburu," ujar Ara terkikik. "Kamu pasti sudah tau bagaimana breng*seknya kakakku kan?"

Aku mengangguk membenarkan ungkapan Ara. Tapi aku harus berjuang untuk masa depanku, Ra! Kata hatiku menjerit penuh drama.

"Terserah kamu kalau tetap ingin bersamanya, mengejarnya dan siap bersaing dengan wanitanya."

"Aku tau, Ra. Ada Lucia dan Risa, sekarang ketambahan Wulan," lirihku dengan sesak nafas.

Ara menepuk bahuku, "Sementara ini Wulan ada di urutan pertama hatinya. Soal Lucia dan Risa kamu mungkin bisa menyingkirkan mereka jika kamu banyak berusaha."

"Astaga, Ara…"

"Jiahhh belum-belum udah putus asa. Nggak seru ah!"

"..." Mikir gimana cara dekatinnya. Apa perlu aku pulang ke Yogya dan minta Mbah Joyo untuk memasang guna-guna?

Aku tersenyum konyol, dengan aura seperti itu dia pasti akan menolaknya dengan mudah. Yang ada, bukannya suka tapi dia malah akan benci padaku. Lupakan cara itu, Selia!

"Malming nginep di rumahku ya, sekalian bikin tugas." Ajak Ara dengan nada mengejek.

"Ra…" Aku keberatan sekaligus senang dengan dukungannya. "Apa kamu juga dekat dengan Risa dan Lucia?"

"Dengan Lucia lumayan dekat, kalau Risa biasa aja."

"Mereka sering ke rumahmu ya?"

"Kalau Risa dari dulu, karena mereka kan teman satu angkatan. Dan mereka berteman cukup dekat kurasa. Lucia baru-baru ini saja sering banget ke rumah." Terang Ara blak-blakan soal dua orang yang dekat dengan kakaknya.

Aku sesak nafas lagi mendengarnya, masak iya aku harus sering ke rumah Ara? Apa aku juga harus merendahkan harga diriku untuk sebuah ramalan yang belum jelas benar tidaknya. Aku dalam dilema.

"Berat ya, Ra?"

Ara tertawa jenaka, "Al itu cowok softboy, kamu bisa mendapatkan perhatiannya dengan mudah. Yang sulit itu untuk mendapatkan cinta dan komitmen darinya. Apalagi ada Wulan yang sedang membuatnya penasaran hatinya…."

Aku ikut tertawa garing dan terpaksa ikut melucu, "Kalau daftar jadi selirnya bisa nggak Ra? Selir kesayangannya gitu?"

"Coba aja!" Jawab Ara singkat mengusap air mata karena tawanya yang melebar.

Selir? Tidak ada dalam kamusku.

"Baiklah aku akan mencoba keberuntunganku, Ra. Siapa yang tau kalau kita nantinya akan jadi saudara kan? Malming aku akan nginep di rumahmu." Aku menjawab dengan kemantapan hati.

"Nah gitu dong… dan lagi jodoh itu kan ketentuan yang sudah tergaris, mungkin sekarang ada Wulan, bukan mustahil besok ada kamu di kehidupannya…" ujar Ara dengan bahasa lembut seorang ibu.

Aku terhenyak mendengar kalimat Ara, seperti sebuah firasat yang dibisikkan dengan sengaja lewat bibirnya.

"Ya Allah kalau memang kakak Ara adalah pemuda yang diramalkan mendampingi hidup saya, maka mudahkanlah! Jika bukan… saya memaksa ya Allah."

Baiklah, aku siap berjuang sekarang dan nanti. Urusan bakal sakit hati, dipikir belakang hari.

***

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

abdi ge sarua Al, cwek soft boy☺️

2023-05-18

0

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

ai mata nu hideung eta nu gmna?

2023-05-18

0

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

huaaaaa stalker yak sel?
abdi ge prnh kek gitu
sakiiiiiit tauk

2023-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!