ch 03

Setelah makan malam aku masuk ke kamar, besok ada kuis. Meskipun sudah ada kisi-kisi dari Mister Abraham, tapi dengan materi sebanyak ini rasanya aku ingin menyerah saja.

Satu bab aku sama sekali tidak memiliki catatan, kok bisa? Aku baru ingat kalau dua minggu lalu aku tidak masuk kelas si Mister karena nganter Ibunda ke rumah sakit. Check up rutin kesehatan.

Aku mencari nama Lina dan menulis pesan kalau aku akan kesana untuk meminjam catatannya. Lama tak dapat balasan aku menelponnya.

"Aku sekarang lagi di luar beb, nanti malem kalau udah pulang aku fotoin ya!" Dia sengaja menyampingkan kamera agar aku tidak melihat dia sedang pergi dengan siapa. Pasti gebetan barunya.

Huh, kencan melulu ni anak. "Siapa lagi tuh?"

Lina cekikikan dan berbisik mendekatkan wajahnya ke layar, "Besok aku ceritain! Dah ya beb, kamu ganggu orang dating aja deh…" sambungnya dengan nada manja.

Aku mengangkat alis dan mematikan panggilan videoku. Malam jam berapa dia pulang? Bisa-bisa nggak sempet baca materinya nanti.

Akhirnya aku menemukan nama Tiara setelah mengingat teman wanita yang ambil kelas yang sama mata kuliah itu. Akupun menelponnya segera.

"Ra, pinjem catatan dua minggu lalu dong!" Aku menyebutkan tanggal kapan aku tidak masuk.

"Mau difotoin?" Ara menawarkan kebaikannya.

"Boleh deh."

"Atau kamu ke rumahku aja? Kita belajar bersama, rumit juga nih materinya." Suara Ara terdengar mengecil dari seberang telepon karena dia sedang sibuk mencari materi yang aku minta.

Waktu menunjukkan pukul 19.20. Aku memakai sweater dan meminta izin ayah yang sedang sendirian menonton televisi untuk keluar ke rumah Tiara. Dan motor maticku dengan cepat membelah kota Surabaya selama 20 menit.

Tiara langsung membawaku ke kamarnya, kertas berserakan dimana-mana. Ini cewek nggak rapi banget.

"Itu materinya…" tunjuknya padaku.

Aku membaca dan akhirnya serius mendiskusikannya dengan Ara. Idenya untuk belajar bersama ternyata jauh lebih masuk akal, karena kami sama-sama mengerti dan memahami kisi-kisi kuis dengan lebih baik.

Entah mengapa aku tiba-tiba berdebar. Tanpa sebab dan tanpa alasan yang jelas.

"Sel…" Ara memanggil dan menepuk bahuku pelan. Bagaimana bisa aku kehilangan fokus dan kehilangan diri barusan?

Aku mengerjap beberapa kali untuk memastikan debaran aneh yang sesaat lalu menghampiriku. "Iya, Ra?"

"Kamu kenapa?"

"Aku juga nggak tau, Ra."

"Kamu aneh, tiba-tiba diem kayak orang nggak sadar. Bikin takut aja," gumam Ara seraya memperhatikanku dengan lebih seksama.

Hawa aneh yang tidak bisa dijelaskan, mendebarkan dan membuatku panas dingin dengan tiba-tiba. Masak iya rumah Ara ada hantunya?

Kami menyudahi belajar ketika jam menunjukkan hampir jam sepuluh.

"Aku pulang Ara, udah malem banget."

"Udah nginep aja!"

"Nggak ah, tadi bilang pulang sama ayah. Nanti ditungguin." Belum pernah seumur hidup aku menginap di rumah orang. Terlebih rumah ini membuatku merasa aneh.

"Mau hujan itu loh, apalagi kamu naik motor…" protes Ara karena aku keras kepala.

"Ngebut, Ra. Cuma 20 menit ini." Aku nggak mau Ara tau kalau ada perasaan tak nyaman di rumahnya.

"Gila kamu ya?"

"Waras, Ra." Aku memakai sweater dan helm. Nekat meski gerimis mulai turun.

"Aku antar dah! Motormu masukin aja…" paksanya dengan wajah ditekuk. Ternyata teman yang tidak kukenal dekat ini baik juga.

"Kak… ayo temani Ara nganterin temen pulang!" Suara Ara terdengar menggema di ruangan tamu. Dan selanjutnya suara gedoran pada pintu. Mungkin kamar kakaknya. Dia tidak pernah cerita kalau punya kakak.

"Apaan sih, Ra. Udah malem, suruh nginep aja! Aku capek baru pulang…" jawab suara cowok setelah terdengar pintu terbuka.

"Nggak mau... anaknya ngeyel mau pulang hujan-hujanan. Ayolah, Kak!"

"Duh kamu ini kalau nggak merepotkan orang kenapa sih?"

"Nggak bisa, udah takdir kalau kakak itu wajib bantu adiknya. Kakak tega Ara ngenterin sendiri malam-malam begini?"

"Iya… iya… dah sana, berisik!"

Aku masih sibuk membahas materi dan kisi-kisi kuis besok dengan Ara di dalam mobil. Dan kakaknya itu hanya diam tanpa suara sedikitpun. Ekspresinya pun datar saja saat pandangan kami bertemu sekilas sebelum berangkat tadi.

Konsentrasiku sedikit buyar dan kadang nggak nyambung hingga Ara beberapa kali protes dan membenarkan pokok bahasan kami. Apa lagi penyebabnya kalau bukan kakaknya?

Cowok yang tingginya mungkin hampir 180 cm dan sedang mengemudi ini sangat menggangguku. Aku Mengamati wajah Ara demi membandingkan dengan kakaknya, karena mereka memang mirip.

Alasan lainnya sebenarnya aku ingin melihat wajah kakaknya tapi aku malu dan tak berani mencuri pandang. Sehingga melihat Ara adalah cara teraman membingkai wajah tampan yang ada di depan layaknya supir taksi online itu.

"Ada yang aneh di mukaku?" Tanya Ara penuh selidik.

Aku menggeleng dan nyengir tanpa merasa bersalah sudah mengamati wajah Ara, "Nggak ada."

"Kok gitu amat ngeliatnya? Kamu jadi aneh tau nggak sih…" Ara menempelkan telapak tangannya di dahiku.

Aku tertawa kecil, apa dikira aku hilang ingatan atau sedang demam? "Aku baik-baik saja, Ara."

"Besok kamu ke kampus naik apa? Motormu kan di rumahku!"

Aku nyengir senang karena ada alasan untuk datang lagi ke rumah Ara. "Ojek online, pulang dari kampus baru aku ambil. Nggak apa-apa kan, Ra?"

"Ya nggak apa-apa, atau besok bareng aku aja! Kita kan kuis pagi bersama, jadi berangkatnya aku jemput."

"Nggak ah, merepotkan kamu aja. Santai aja kali, Ra!" Ehm sebenarnya ngarep sih dibarengi Ara ke kampus. Ngarep lagi kalau Ara ke kampusnya dianterin supir ganteng yang dari tadi diam aja.

"Bisa kan kak besok kita lewat rumah Selia pas berangkat?" Tanya Ara pada kakaknya. Aku jadi deg-degan ingin dengar suaranya.

"Hm…"

Astaga, cuma gitu doang tanggapannya? Irit banget bicaranya, lagi sakit gigi apa lagi sariawan ya dia?

"Nggak usah, Ra. Serius ini…" aku masih saja menolak kebaikan Ara. Terlebih jawaban kakaknya yang singkat itu, bikin kesel hatiku secara tiba-tiba.

Setelah berdebat sebentar dengan Ara, akhirnya dia setuju kalau aku besok berangkat sendiri saja.

Aku mengucap terima kasih pada Ara, dan mengangguk sopan pada kakaknya.

Bagaimana aku merasa langsung tertusuk hanya dengan pandangan singkatnya? Senyuman tipis seraya mengangguk menjawab ucapan terima kasihku itu sungguh mendebarkan.

Hati, diamlah!

Dengan linglung aku masuk ke dalam. Ada yang hilang saat Ara dan kakaknya pergi meninggalkanku di depan rumah. Perasaan ini tidak pernah ada sebelumnya, aku yakin tidak pernah mendapat getaran ini saat berdekatan dengan siapapun.

Bukankah peramal itu mengatakan aku akan mengenalinya jika bertemu dengannya? Apakah ini pertanda kalau dia adalah sang belahan jiwa?

***

Terpopuler

Comments

Nur Bahagia

Nur Bahagia

Tiaraa 😭

2024-03-24

0

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

maybe yess 😅😅

2022-12-14

0

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

jngn jngn ini nih ksatria selia

2022-12-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!