ch 08

Faktanya malah Ara yang mengatur jadwal kencanku dengan kakaknya. Alih-alih ngajak ke coffee shop, sebenarnya cuma mau nemuin aku dengan kakaknya. Kok jadi Ara yang niat banget biar kakaknya itu berjodoh denganku.

Setelah menghabiskan es krim dan setengah kopinya, dia berdiri dan siap pergi gitu aja.

"Ra, mau kemana?"

"Ya pulanglah, ntar kamu malu kalau mau ngapa-ngapain sama dia…" ujarnya cuek menyebut kakaknya dengan dia.

Aku mendelik keberatan dengan sikap Ara. Tapi Al justru santai dan bahagia, "Biar aja, udah gede ini."

"Tapi kak…"

"Beb, kalau cuma berdua panggil aku Al. Aku bukan kakakmu!"

"Nggak mau!"

"Panggil aku sayang kalau gitu!"

Astaga, ngeselin banget makhluk satu ini. Untung aku suka, kalau nggak... mungkin aku udah muntah di depannya.

"Kamu masih mau di sini?"

"Iya, ngabisin kopi. Mau nambah es krim atau makanan lagi?"

"Kenyang, Al." Bohong, aku bukan kenyang tapi hilang selera makan kalau di depannya. Gimana mau makan dengan enak kalau matanya terus ngamati kayak macan mau nerkam rusa.

"Mau ke toko buku mana abis gini?"

"Toko buku?" Aku mengulangi pertanyaannya dan langsung menyadari kalau Ara membuat alasan untukku agar kakaknya mengantarku ke toko buku.

"Terserah aja, cuma mau cari bacaan santai kok. Cari yang arah jalan pulang aja biar simpel, nggak kena macet."

"Ok beb, trus kemana lagi? Aku supir pribadimu hari ini."

"Supir?"

"Iya supir. Aku akan membawamu kemanapun sesuai keinginanmu. Termasuk ke pelaminan!" Dia kalau ngomong kadang terdengar asal aja walaupun tampangnya serius.

Aku mules denger gombalannya, atau mungkin juga karena jantungku pindah ke ginjal? Debarannya sampai pinggang.

"Cuma toko buku aja, Al."

"Yakin?"

"Iya, lagian kamu malam ini mau jalan kan?" Entah ide bicara dari mana tiba-tiba muncul pertanyaan seperti itu.

Dia sedikit kaget tapi segera menguasai keadaanku, "Iya, aku mau keluar sama Lucia nanti."

See? Kadang apa yang terpikir begitu saja itu sebuah bisikan.

"Kemana?"

"Ngopi?"

"Cuma ngopi?"

Dia tertawa melihatku cemburu dan memberondongnya dengan banyak pertanyaan cepat. "Iya cuma ngopi."

"Ara bilang kalian mau ke acara pameran," ucapku menghindari matanya.

Tangannya langsung menepuk punggung tanganku dan menyelipkan jarinya di sela-selanya. "Yuk ke toko buku sekarang!"

Dasar licik, dia tidak menjawab pertanyaanku. Menghindar dengan mengajak jalan sekarang. Awas saja aku juga bakal keluar sama cowok lain. Tinggal telepon Andrian, dia akan dengan senang hati menemaniku nonton dan juga lainnya.

"Don't you dare, Beb!" Ucapnya serius.

Aku meliriknya sengit, "Apa?"

"Pergi sama yang lain selama aku keluar sama Lucia! Aku cuma ngopi nanti. Besok baru ke pameran!"

"Hah?" Bagaimana dia bisa membaca pikiranku? Gawat, aku tidak boleh berpikir macam-macam saat bersamanya.

"Stay at home, kamu denger aku kan? Aku nggak bolehin kamu keluar sama siapapun yang sedang kamu pikirkan itu!"

"Kamu nggak adil sama aku," gerutuku kesal.

"Ini bukan masalah adil atau nggak. Ara udah bilang kan sama kamu alasannya apa? Aku nggak bisa mengabaikan firasat Ara kalau kamu ingin tau lebih jelasnya!"

Aku hanya diam, wanita tidak boleh berdebat dengan pria. Terlebih itu suaminya. Tapi… Al belum jadi suamiku!

"Tapi kamu kan suka sama Wulan," akhirnya kalimat yang kutahan dari tadi keluar juga.

Dan aku yakin dia tidak akan menjawabnya. Diam kan sekarang? Ngaku nggak kamu?

"Aku suka sama kamu, Selia."

"Iya, tapi kamu juga suka sama Lucia dan Risa." Kataku dengan menyesal karena terdengar sarkastik. Aku ingin meralat kata-kataku, aku takut dengan matanya yang memaku pandanganku.

Dan tidak bisa protes lagi tentu saja, bibirnya sudah mendiamkanku agar tidak lebih banyak bicara. Mobilnya jadi saksi kedua kalinya dia mengambil hak ciuman tanpa memberikan kewajiban apapun, bahkan walaupun itu hanya sekedar sikap setianya.

Mungkin lebih baik aku diam menikmati ciumannya yang terasa gusar. Membiarkan Alaric menyelesaikan apa yang menjadi sumber masalah di kepalanya. Membiarkan dia menyalurkan hasrat dan emosi untuk mengobati rasa gusarnya, karena itu salah satu cara mengakhiri kekesalan pria pada kita yang terlalu banyak membantahnya. Itu ajaran Ibunda.

Aku hanya pasrah ketika tangannya menyusup ke dalam rambut dan mengunci tengkukku agar tidak menghindar, memperdalam ciumannya hingga aku kehabisan nafas. Menjeda sebentar dan melanjutkan lagi hingga semua terkumpul dalam satu titik fokus, yaitu hanya ada aku dan dia.

Melupakan sebentar apa yang barusan kami ributkan dengan membagi perasaan yang tersimpan, kalau sebenarnya kami saling sayang.

Kemarahannya dan juga perasaannya diberikan secara utuh padaku, disampaikan dengan cukup lama lewat kemesraan dan kelembutan pada bibirku. Tidak ada ekspansi ke leher atau kebawah lagi, tidak ada area lain yang terjamah. Dengan sombongnya dia masih memegang kendali penuh saat memberikan kecupan kecil untuk mengakhiri apa yang sudah dibakar dengan panas tadi.

"Maaf ya, Beb…" Matanya masih saja gelap menakutkan.

Aku mengeluh, otakku kotor dan tubuhku bereaksi terlalu cepat hanya dengan sentuhan ringan yang dilakukannya pada tangan, padahal hanya mengusap dan mengecup jari-jariku perlahan.

Permintaan maaf yang sangat manis, melemahkan seluruh syaraf dan membuatku mengangguk dengan mudah.

Dasar tukang sihir…!

Tapi bagaimana aku harus menilai setelahnya? Tetap saja aku masih dilanda cemburu karena cintanya tidak sedang menuju ke arahku.

Yeah, semua butuh waktu. Seperti apa yang sudah diramalkan, aku akan mengenalinya jika waktunya tiba. Mungkin bukan sekarang, mungkin nanti.

Yang jelas, aku benar-benar telah jatuh dalam pelukan dan pesona serigalanya.

"Masih marah?" Bisiknya lirih di telingaku.

"Masih." Kataku menghindari hembusan nafasnya yang hangat dipipiku. Padahal entah kemana perginya rasa tidak nyaman dan kesal itu. Karena nyatanya aku tersenyum malu dan tak berani membalas tatapannya yang terasa syahdu.

"Sini aku peluk biar ilang marahnya!"

"Ehh… nggak mau, jangan!" Aku panik melihat tangannya menarik lenganku dan memintaku untuk bergeser padanya. No… aku masih waras dengan tidak berbuat lebih mesum di parkiran coffee shop ini.

Seringai jenakanya muncul saat melepasku dan mulai menjalankan mobilnya, "Gitu aja takut!"

Ya ampun, aku ini perawan lugu yang nggak pernah kenal pacaran. Apa perlu aku jelasin bagaimana kehidupanku yang mengenaskan? Dijauhkan dari yang namanya pria dengan berbagai alasan!

Aku hanya nyengir beralasan, "Siapa yang takut? Itu namanya mengendalikan diri dari aktivitas ilmu pelet kamu!"

"Apa? Ulangi…!"

"Pe-let, apalagi memangnya?"

Dia terbahak, "Nggak perlu pake itu buat dapetin kamu, Beb! Kamu udah tergila-gila sama aku."

"Kalau aku mau belajar sama kamu boleh?" Tanyaku dengan ragu plus ingin tau.

"Belajar apa? Kan udah aku ajarin caranya ciuman barusan," jawabnya dengan mengulum senyum mesumnya.

"Pengasihan, Al sayang…! Mesum banget sih kamu," pekikku keras hampir berteriak.

"Buat apa?"

"Buat asistennya Mister Abraham," jawabku ketus.

"Kamu naksir dia?"

Gimana sih nih cowok? Udah jelas-jelas aku naksir dia, cinta malahan. Kok bisa masih punya pikiran aku suka asisten sialan itu.

"Bukan, itu asdos ngeselin banget. Capek ngulang kuis, belum lagi tugas bikin makalah…" ungkapku dengan kesal mengingat asdos tengil bernama Kalingga.

"Itu mantra bisa meluluhkan dia kan? Biar bisa bantu aku nggak banyak urusan sama dia. Ngadi-ngadi anaknya, sengaja biar terus ada dan berhubungan sama aku melalui tugasku yang katanya nggak ada benernya."

Dia hanya melirikku sesaat sebelum menjawab, "Ya kan enak, diajarin dan dibimbing sampai bisa. Kata Ara susah dapet nilai A di mata kuliah dosen itu."

Dasar cowok nggak peka! Nggak ada cemburu-cemburunya aku didekati Kalingga. Punya hati nggak sih dia?

"Mau ngajarin nggak itu mantra pengasihannya? Kalau nggak ya bilang aja, nggak usah diperpanjang lagi dakwahnya…" cibirku ketus tapi dengan nada halus.

Setelah mengambil parkiran di sebuah toko buku, dia mengangguk setuju.

"Mau yang permanen apa yang sementara?"

"Keduanya!" Seringai licikku keluar. Yang sementara buat si asdos. Yang permanen buat kamu, Al!

Dia nyengir dengan penuh pesona, melihatku dengan jarak hanya sejengkal dari wajahku. "Kamu mau pake pengasihan yang permanen buat mengikat aku?"

"..."

Bisa nggak sih dia nggak baca pikiranku?

***

...Chapter ini khusus...

...Al persembahkan spesial buat...

...IRVA...

Terpopuler

Comments

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

😄 ini nih bab yg prnh bikin abdi pns ubun2

2023-05-18

0

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

ihhhhh yg jones mojokk heula dehh

2023-05-18

0

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

𝕃α²¹ᴸ🍾⃝sͩᴇᷞɴͧᴏᷠʀᷧɪᴛᴀ🇦🇪

stay at home

jargon lgi zaman copid tuh

2023-05-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!