The Love Story' Of Single Parents
Halo Readers terkasih, ini adalah karya keduaku, setelah NCJ
Dalam kisah ini Author tidak pernah bermaksud untuk menyinggung siapapun atau mendiskreditkan pihak manapun.
Apabila ada kejadian, nama dan juga alur cerita yang bisa dikatakan mirip. Itu hanyalah kebetulan semata.
Karya ini murni rekaan belaka dan hasil dari kehaluan Author.
Terimakasih buat para readers yang mendukung mommy untuk terus berkarya 🙏
.
.
.
Bab 1
Kecurigaan
.
.
.
...🍁🍁🍁...
Andhira Avanti, adalah seorang istri sekaligus seorang ibu yang waktu dan hari-harinya tercurah untuk suami dan anaknya.
Ia terlalu sibuk mengurus Rumah Tangganya sebaik mungkin, sampai dirinya tak sempat mengurus dirinya sendiri.
Paras cantik dan tubuh yang indah itu ,kini tertutup oleh kesibukan. Pagi buta ia harus bangun guna menyiapkan sarapan untuk suaminya dan Raka. Dan segala keperluannya.
Raka, anak satu-satunya hasil dari pernikahannya dengan Indra.
Indra Tanaya, Suami sah Andhira. Pria matang berusia 42 Tahun yang bekerja di sebuah Bank Swasta besar di kota itu.
Pagi ini seperti pagi biasanya, tiap Kamis Dhira selalu menyiapkan bekal untuk Raka. Karena dihari itu, putra semata wayangnya itu akan mengikuti latihan bola voli. Cabang olahraga yang sudah ia geluti semenjak sekolah dasar.
"Nak sarapan dulu!" ucap Dhira saat melihat Raka yang sudah berseragam lengkap.
"Mau nasi goreng apa roti?" tawar Dhira.
"Roti aja ma" Raka mulai kehilangan selera makannya demi mengingat kejadian semalam.
...Flashback On...
"Kamu tiap hari pulang telat terus mas, kamu juga makin jarang balas WA dari aku" Dhira mencecar suaminya dengan pertanyaan yang sudah ia tahan sedari tadi.
"Pulang pulang bukannya di sambut malah di curigai kayak gitu. Aku kan udah bilang, semenjak naik jabatan aku juga makin sibuk" Indra memarahi Dhira.
"Aku kan cuma tanya loh mas, kenapa harus marah-marah begitu ? sebagai istri wajar dong kalau aku khawatir"
"Kamu itu!!!!!!, dah aku capek siapin air sana, aku mau mandi" Indra meninggalkan Dhira tanpa peduli.
Seketika mata Dhira tergenang oleh cairan bening, sejurus kemudian meluncur membasahi pipinya, ini bukan kali pertamanya suaminya memberikan kata kata tak menyenangkan untuk dirinya. Ia seolah telah kehilangan Indra yang dulu.
"Kamu berubah mas, kamu bukan mas Indra yan aku kenal" ia membatin, kemudian menangis seorang diri di kursi ruang tamu itu. Hatinya rapuh serta menahan sesak saat ini. Ia terisak , seraya menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
Raka yang kebetulan baru saja mengambil minum dari dapur tanpa sengaja mendengar pertengkaran kecil kedua orangtuanya.
Mendadak ia kehilangan rasa hausnya.
Ini juga bukan kali pertamanya Raka melihat mamanya menangis. Tanpa sengaja, benih- benih kebencian kepada figur sang ayah, tumbuh di hati remaja 13 tahun itu.
...Flashback Off...
"Nanti jadi latihan?" Dhira menemani putranya yang tengah sarapan di meja makan.
Raka mengangguk seraya tersenyum.
"Nanti biar di jemput papa ya" Dhira menatap wajah putranya yang kini sudah terlihat tanda-tanda baligh.
"Aku gak bisa jemput, nanti aku ada rapat evaluasi" jawab Indra yang membenahi dasinya, dan sejurus kemudian menarik kursi untuk ikut bergabung sarapan.
Raka hanya diam, memasang wajah datar. Ia merasa papanya memang telah berubah.Dhira menghembuskan nafasnya berat.
"Kalau begitu biar di jemput om Bastian aja ya, nanti biar mama WA om kamu" ucap Dhira.
"Terserah mama" jawab Raka masih datar. Mau bagaimana lagi.
Setelah suami dan anaknya berangkat ke tempat tujuan masing-masing, ia kembali melanjutkan aktivitasnya.
Membereskan meja yang berantakan, menyimpan sisa lauk tadi, merendam pakaian kotor untuk di cuci nanti. Ia bahkan tak sempat untuk sekedar pergi ke salon layaknya perempuan lainnya.
Menyapu, mengepel, membersihkan seluruh bagian rumah tanpa terkecuali sudah menjadi santapan sehari-hari.
Sudah begitu masih mengira jika seorang ibu rumah tangga adalah seorang pengangguran, padahal pekerjaan yang dilakukan mulai dari membuka mata di pagi hari, hingga menutup mata kembali untuk beristirahat di malam hari.
Menjelang siang semua pekerjaannya baru beres, kini ia tinggal mandi dan sarapan.
Sudah hal biasa jika seorang ibu adalah orang yang selalu memprioritaskan anak dan suaminya untuk makan, sementara untuk dirinya sendiri, entahlah.
Dia mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga, sejenak beristirahat sambil menyaksikan berita di televisi.
"Pemirsa, seorang wanita tega membunuh suaminya. Aksi ini disinyalir dipicu oleh kecemburuan dan kemarahan sang istri, yang memergoki suaminya tengah berselingkuh"
"Korban mengalami luka yang cukup parah di bagian perut dan juga leher, korban meninggal saat akan dibawa menuju rumah sakit"
" Dari tangan pelaku, Polisi berhasil menyita barang bukti berupa sebilah pisau, yang ia gunakan untuk menusuk korban"
Ia bergidik ngeri menyaksikan berita tersebut, ia menjadi kasihan dengan wanita tersebut.
Dia memang salah, namun jika tak di latar belakangi penghianatan sang suami. Tidak mungkin dia melakukan hal itu.
"Huft, banyak banget orang orang jahat di sekeliling kita" gumamnya sambil mengganti channel TV ke acara musik.
"Kau dulu pernah bilang
Aku ratu di hatimu, sayang
Dan aku ratu di istanamu
Dan dulu pernah kau pun bilang
Takkan pernah tinggalkanku sumpah
Mungkin kau lupa....
( Tata Janeeta "Sang penggoda")
Lagu itu terputar di salah satu channel musik yang tak sengaja ia tekan.Membuat hatinya baper, liriknya begitu membuatnya mengharu biru.
Ia menatap foto pernikahan dirinya dengan Indra 13 tahun yang lalu. Foto dimana Indra sangat memujanya, dan foto itu juga mengingatkan dirinya akan titik balik putusnya hubungan dirinya dengan sang Ibunda.
Tak terasa ia menitikan air matanya, suaminya itu kini telah banyak berubah. Kata kata manis, perlakuan hangat sudah sangat jarang ia dapatkan. Lebih menyesakkan lagi, ia merasa suaminya jarang sekali menyentuhnya.
Bahkan nafkah batin dari suaminya, juga amat jarang diberikan. Ia adalah wanita normal, yang menginginkan kasih sayang, sentuhan, cinta dan juga belaian hangat dari suaminya.
Sebisa mungkin dia bersikap tak berubah meski suaminya kini berubah, ia selalu menanamkan pikiran mungkin saja suaminya itu lelah, mungkin saja suaminya itu banyak pikiran.
Satu tahun terakhir ini suaminya bahkan sering terlambat pulang dengan berbagai alasan, mulai dari meeting, tugas keluar kota, dan hal hal yang tidak Dhira ketahui lainnya.
Ia dulu pernah bekerja di Airport sebagai customer service, namun karena setelah menikah lalu hamil, ia lantas mengundurkan diri.Memilih concern merawat buah hatinya, Raka.
Ia mematikan televisi sambil menyusut hidung yang basah, karena tak terasa air matanya juga sudah menganak sungai, membasahi wajah cantiknya.
.
.
"Huft capek banget" ia memegang ototnya yang pegal, karena sehari hari ia melakukan pekerjaan yang nyaris tak pernah ada habisnya.
Ia menuju ruang khusus baju, ia menarik tumpukan baju bersih namun kusut yang berada di keranjangnya warna magenta itu.
Mulai memanaskan setrika listrik.
Ia menggosok pakaian suami dan anaknya, memberikan cinta kasih yang tulus lewat perbuatannya. Sungguh ia sangat berharap keluarganya bisa langgeng hingga maut memisahkan. Mengingat dia sudah mengorbankan hubungan baiknya dengan sang Ibu, demi Indra.
Namun saat mengambil celana kerja suaminya, ia merasa ada sesuatu di saku celana Indra. Dengan tanpa curiga, ia merogoh benda itu.
"Apa ini" ia mencoba menganalisis benda yang berada di dalam saku celana abu abu itu.
Ia terkejut demi melihat sebuah alat kontrasepsi pria yang masih utuh, namun bungkusnya sudah sedikit ringsek.Mungkin akibat tak sengaja ikut tercuci di mesin cuci.
"Astagfirullahhaladzim" hati Dhira begitu sakit, ia masih mencoba menenangkan dirinya.
mencoba berfikir positif.
Tapi dirinya menjadi gemetar, ia menjadi tak bersemangat mengerjakan pekerjaannya. Apa yang kamu lakukan diluar sana mas?.
Ingatannya tentang perubahan sikap Indra yang signifikan, serta dirinya yang jarang sekali di sentuh itupun membuat dirinya kembali menangis. Dan mengapa relevansi juga terjadi saat ia menemukan benda itu.
Kali ini lebih dalam, bahkan terisak. Hatinya nyeri. Pikiran yang tidak- tidak mulai meracuni.
Sakit, perih. Tapi, apa benar? bukankah dia harus mencari tahu dulu, Bisa saja itu bukan milik suaminya. Ia masih berusaha menekan laju kecurigaan yang mencoba mendesak.
...🍁🍁🍁...
Bastian segera membalas pesan dari kakaknya itu, Ok nanti aku yang jemput, tenang aja.
"Huft, sampai kapan kak hidup kamu begitu" gumamnya sambil meletakkan ponsel di meja samping komputernya.
Bastian Bagaspati, lelaki berusia 30 tahun. Adik dari Andhira, ia bekerja di sebuah perusahaan Manufacturing milik keluarga Aryasatya.
Pria lajang yang menjadi tulang punggung untuk ibunya sejak usianya yang masih terbilang muda.
Di tinggal pergi Ayahnya untuk selama lamanya, membuat dirinya harus mengikat pinggangnya lebih kencang lagi.Karena ibunya kini menjadi tanggung jawabnya.
Hubungan Andhira dengan Ibunya tidak harmonis, semua terjadi karena Dhira nekat menikah dengan Indra tanpa restu dari ibunya.
Sampai saat ini, hubungan mereka merenggang.Bu Kartika pernah mengingatkan kakaknya itu, tapi Andhira yang di butakan oleh cinta saat itu, lebih memilih Indra dan hidup bersama hingga saat ini.
Bastian lah yang masih menjalin hubungan baik dengan Andhira, meski Indra dengan dirinya tidak begitu dekat. Melindungi Dhira sebisanya.
Tapi persetan untuk itu, baginya yang terpenting kakaknya bahagia dan tidak terjadi sesuatu.
.
.
.
Ia menepikan mobil sejuta umat warna silver miliknya di bawah pohon yang berada di depan sekolah, mobil dari hasil kredit yang akan lunas tiga bulan lagi.
Suatu kebanggaan bisa memiliki sesuatunya, hasil dari kerja keras halalnya.
...SMP TUNAS BANGSA...
Itulah nama sekolah Raka, sekolah favorit yang berhasil ia tempati saat ini. Sekolah yang terbilang mahal, namun menjadi rebutan para siswa.
Raka adalah anak yang cerdas, juga berprestasi di bidang non akademik. Pembawaannya yang tenang adalah berasal dari gen mamanya.
Dia mahir di cabang olahraga Bola Voli, ia bahkan sempat beberapa kali menjuarai lomba dan juga kejuaraan bergengsi lainnya.Suatu pencapaian yang luar biasa di usianya yang masih belia.
"Hay bro!!" Sapa Bastian kepada keponakannya.
"Om udah disini" jawab Raka yang datang menghampiri Om nya itu, dengan peluh yang terpampang di dahinya.
Bajunya pun basah dan lengket akibat serapan keringat, rambutnya pun jangan di tanya. Sudah sangat lepek.
Definisi dari anak olahraga banget.
"Yuk kita kemon" Ajak Bastian yang membukakan pintu mobilnya untuk Raka.
Dalam mobil Bastian mencoba berinteraksi, "Gak pingin mampir dulu kemana gitu? Om habis gajian nih"
"Gak usah Om, langsung pulang aja. Kasihan mama sendirian"
Bastian menangkap wajah sedih dari keponakannya itu, ya sudah kita beli makanan di depan situ ya buat mama.
Raka mengangguk.
Sekitar jam 16.19 mobil Bastian telah sampai di rumah Dhira. Rumah yang tak terlalu besar, namun juga tak terlalu kecil.
Rumah yang lumayan bagus, dengan fasilitas yang terbilang komplit.
"Ma aku pulang" ucap Raka membuka pintu rumahnya.
"Sudah pulang nak, kamu mandi sana dulu terus makan, mama masak pindang koyong kesukaan kamu" ucap Dhira setelah menyambut anaknya itu.
"Ini untukmu kak" Bastian menyerahkan sekotak donat kentang lezat.
"Terimakasih banyak selalu membantu, maaf terus terusan merepotkanmu" ucap Dhira tak enak hati pada adiknya.
"Jangan begitu, Raka kan juga anakku"
"Ibu apa kabar?" pertanyaan yang selalu di ucapkan oleh Dhira kepada Bastian, karena terus terang saja hanya melalui Bastian lah dia bisa mengetahui kabar sang Ibu.
"Ibu baik, dia masih tidak mau disuruh diam. Masih nekat jualan lauk kak"
"Tunggu sebentar ya" pamit Dhira membuatkan minum untuk Bastian.
"Ini minumlah selagi hangat, setelah ini ikutlah makan bersama Raka"
"Aku tidak bisa lama lama, setelah ini ada acara kak" tolak Bastian.
Bastian menatap wajah kakaknya, tubuhnya tetap seperti saat dia masih gadis dulu, hanya saja wajahnya nampak sayu dan matanya bengkak seperti orang habis menangis.
Ia juga nampak pucat dan tak mengenakan make-up atau riasan wajah apapun.
"Kakak baik baik saja kan" tanya Bastian.
"Aku baik baik saja, kenapa?" tanya Dhira.
"Kau terlihat tidak sehat" Bastian bertanya dengan wajah muram.
" Mungkin karena aku tidak memakai make up saja" Dhira mencoba menutupi kegelisahannya.
"Ya sudah aku pulang dulu" Bastian pamit.
"Raka om mau pulang, kesini dulu" Bastian meminta keponakannya itu, untuk kembali ke ruang tamu.
Raka yang baru saja mandi, dan kini sudah terlihat segar itu datang menghampiri Bastian.Meraih tangannya dan menciumnya takzim.
"Nih, buat yang saku ke sekolah. Ga usah minta mama besok ya" ucap Bastian menyerahkan dua lembar berwarna merah bergambar Proklamator, kemudian mengacak rambut lurus Raka.
"Terimakasih banyak om" ucap Raka yang kegirangan, mendapatkan uang saku yang lumayan.
"Kamu ini selalu saja memanjakan Raka Bas" Andhira menjadi tak enak hati, adiknya itu selalu saja memberi untuk Raka.
"Habis gajian, kalau enggak gak bakalan ku kasih. Kalah sama cicilan" ia tersenyum, kemudian pamit kepada Andhira.
Ada rasa tak tega kepada kakaknya itu saat Bastian pulang. Ia merasa ada yang tidak beres.
Tapi ia juga tak berani untuk ikut campur terlalu dalam, yang penting ia melihat kakaknya sehat sehat saja, that's more than enough.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Fia Azril Aby
baca lagi
2024-09-12
0
mama Al
aku mampir kak bacanya pelan-pelan.
2023-09-25
0
Diana Susanti
Alhamdulillah aku berdoa semoga
diberi keberkahan dalam berumah tangga aamiin
h
2023-08-12
0