Bab 20. Permintaan Oma
.
.
.
...🍁🍁🍁...
"Tak ada satupun perut yang kuat menahan lapar, sekalipun dengan dalih memperbaiki ekonomi".
Hari minggu, adalah hari untuk semua libur.
Kebetulan hari ini Dhira juga tidak terlalu banyak orderan, hanya beberapa kotak nasi yang bisa di atasi oleh Bu Kartika.
Bastian berniat mengajak kakaknya untuk survey lokasi, yang rencananya Senin depan besok akan di mulai pembangunan.
"Aku gak usah ikut ya ma, mau latihan fisik aja nanti lari lari sama anak- anak sebelah" tolak Raka saat mamanya ingin mengajaknya untuk turut serta.
Jelas menandakan keseriusan bocah itu, dalam persiapan jelang pertandingan bulan depan.
Sekitar jam 9, mereka berdua melesat ke daerah Silasonana, tempat dimana Bastian sudah membeli sebidang tanah.
Tempat yang strategis, lantaran berada di dekat perempatan dan merupakan jalan utama menuju kota besar.
Terlihat seorang pria bernama pak Darmono, yang notabene adalah seorang tukang bangunan. Sengaja di datangkan untuk bisa di ajak berbincang-bincang mengenai progres dan rencana pembangunan.
"Selamat pagi pak" ucap Bastian menjabat tangan pria itu, disusul Dhira melakukan hal yang sama.
Sertifikat juga bukti pembayaran sudah Bastian kantongi, ia bahkan menguras habis seluruh tabungannya, demi terwujudnya tempat kakaknya itu.
"Uang bisa di cari, tapi kesempatan membantu belum tentu bisa aku lakukan lagi" ucapnya yang membuat Dhira akhirnya mau merima pertolongan adiknya itu.
Mereka melihat lihat , akhirnya memutuskan berteduh di sebuah kursi kayu, terletak di bawah pohon asam besar yang berada di sebelah kanan tanah itu.
Tanah seluas 8 meter, dengan panjang keseluruhan (termasuk bagian luar) 15 meter. Bagian luar ruko dengan lebar minimal 4 meter cukup ideal untuk tempat parkir pelanggan.
Akhirnya mereka mulai membicarakan tentang rencana pembangunan, namun Dhira meminta untuk membicarakan hal ini dengan ibunya.
Sebagai keturunan orang Jawa bagian Timur, membuat pondasi tempat toko ataupun rumah adalah hal yang harus dicarikan hari baik.
Sebagai anak, ia tentu tak mau mengulang kesalahan dengan tidak melibatkan orang tuanya.
Toh toko dan usaha itu nanti juga akan ia lakukan berdua bersama ibunya.
...🍁🍁🍁...
Waktu semalaman rupanya belum cukup bagi trio sultan itu, mereka bertiga kini kembali bersama menikmati akhir pekan.
"Kita mau kemana?" Danan bertanya sambil masih berasyik ria, berselancar di media sosial.
"Tidak punya tujuan" jawan Wisang.
"Apa, kalian sudah gila? kita sudah di jalan tapi tidak tahu akan kemana" Danan melayangkan protes dari kursi belakang.
Namun saat masih di perjalanan, ponsel Abimanyu berdering.
Ia merogoh saku celananya, mengambil benda pipih yang terus saja menggelepar itu.
"Bim, kamu dimana?"
"Dijalan Oma, kenapa"
"Baguslah, pumpung kamu diluar tolong kamu minta orang tuannya temannya Jodhi, untuk datang kerumah besok"
"Hari Selasa Oma ada arisan, katakan bila aku akan membayar lima kali lipat untuk pekerjaan mereka"
"Sekarang?" Abimanyu bertanya kepada neneknya.
"Tahun depan, ya sekarang lah"
Tut
Abimanyu menggelengkan kepalanya, titah Oma adalah seperti perintah mutlak yang harus ia laksanakan.
"Ada apa?" Wisang bertanya di depan kemudinya.
"Kita balik arah"
.
.
Tiga orang tampan itu tengah duduk di sofa ruang tamu Bu Kartika, Danan terlihat masih sibuk dengan ponselnya, Wisang yang terlihat mengidentifikasi setiap inci rumah sederhana itu, sementara Abimanyu duduk dengan perasaan aneh.
"Tak ada satupun foto pernikahan disini" Abimanyu membatin.
Lagi lagi ia berharap bisa bertemu dengan wanita itu.
Namun ia tak ada keberanian untuk sekedar menanyakan keberadaannya.
Lamunannya seketika menguap, tatkala seorang wanita datang kepada mereka, dengan membawa tiga cangkir kopi.
Membuat Danan menghentikan kesibukannya dengan ponselnya.
"Silahkan nak" ucap Bu Kartika seraya menghidangkan satu persatu kopi khas Banyuwangi.
"Jadi merepotkan Bu" ucap Abimanyu tersenyum.
"Ibu hanya punya kopi" jawab Bu Kartika tersenyum.
"Jadi, ibu bisa bantu apa nak?" tanya Bu Kartika sesaat setelah ia mendudukkan dirinya.
"Ibu masih ingat saya?"
"Ayahnya temannya Raka kan?" tebak Bu Kartika.
Wisang dan Danan menatap ,serta seolah minta penjelasan kepada Abimanyu. Mereka tentu saja terkejut, istri saja tidak punya bagiamana bisa dia punya anak.
Abimanyu memberi tatapan yang mengisyaratkan mereka untuk diam dulu.
"Perkenalan saya Abimanyu, ini rekan saya Wisang dan itu Danan"
"Tujuan saya kemari menyampaikan amanah nenek saya, untuk meminta ibu membuat kue"
"Kebetulan, lusa ada acara arisan dirumah kami"
"Kue lapis dari ibu tempo hari, membuat nenek saya tertarik untuk meminta ibu membuatkan dalam jumlah banyak"
Bu Kartika nampak senang, itu artinya ia akan mendapatkan pesanan banyak.
"Jadi saya harus buat berapa banyak nak"
"Oh bukan itu Bu, maksud kami nenek meminta ibu untuk membuatnya di rumah kami"
.
.
Sore hari semua anggota keluarga Bu Kartika tengah berada di rumah, sebagian besar usai melangsungkan tidur siang.
Hanya Bu Kartika saja yang tengah sibuk mengangkat jemuran yang telah kering.
"Dhir, ibu mau ngomong sebentar" ucap Bu Kartika yang tengah lewat di depan Dhira.
"Ya Buk" Dhira mengikuti langkah ibunya, yang terlihat menuju meja makan.
"Besok siang kita kerumah temannya Raka" ucap Bu Kartika yang turut menarik kursi di sebelah Dhira.
"Untuk apa Buk?" Dhira mengernyit.
"Tadi ayahnya teman Raka, siapa namanya?"
"Jodhi?" ucap Dhira.
"Ayahnya Jodhi tadi datang kemari" ucap Bu Kartika meralat ucapannya.
"Neneknya meminta kita untuk buat kue disana, mau ada acara arisan katanya"
"Yang benar Buk?, mereka kan orang kaya. Gak salah nyuruh kita?"
"Lapis yang ibu bawakan untuk mereka kapan hari membuat neneknya suka, bilangnya gitu"
Entah mengapa Dhira merasa tak percaya diri untuk menemui keluarga Jodhi, dan tentu saja ia merasa tak enak dengan tatapan yang di berikan ayah dari teman anaknya itu.
Tapi ia kesana dengan ibunya bukan, tidak ada yang perlu di khawatirkan.
.
.
Jelang subuh Dhira sudah melakukan tugasnya dengan baik, ia membangunkan Raka dengan pelan untuk melaksanakan kewajibannya.
"Nak, bangun dulu. Shalat" ia menepuk pelan lengan anaknya itu.
Matahari pun berangsur memancarkan sorotnya, geliat dirumah itu kian terasa.
"Raka, kamu punya nomer ponsel atau WA punya Jodhi?" Dhira bertanya seraya menyiapkan sarapan untuk anaknya.
Mengambilkan nasi, sayur juga lauknya.
"Ada ma" jawabnya singkat.
"Kamu tolong tanyakan, mama perlu bawa bahan apa disana sudah beli semuanya?"
"Maksudnya mama nanti akan ke rumah Jodhi, neneknya meminta mama untuk buat kue disana"
Raka tak terkejut meski ia belum tahu bila mamanya akan menuju kerumah temannya itu nanti sore, ia memasang wajah biasa aja.
Ia mengetik sebuah tulisan sesuai dengan yang di ucapkan oleh mamanya, kemudian meletakkan benda pipih itu untuk melanjutkan sarapan.
Selang beberapa detik, Jodhi telah membalas pesannya.
Raka membaca sekilas kemudian menutup kembali ponselnya," udah ada semua disana ma, nanti mama di jemput mas Bagus katanya begitu"
"Di jemput?"
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Sofia Pontoh
Wooow..omax gaul abiss..😁🤩..
2022-11-06
0
erna erfiana
semakin penasaran,tambah seru
2022-09-24
0
hìķàwäþî
oma gaul..
2022-08-12
0