Bab 7. Pertolongan
.
.
.
...🍁🍁🍁...
Hari ini sesuai rencana Rania yang di temani Abimanyu datang ke sekolah SMP TUNAS BANGSA, guna mendaftarkan Jodhi.
Keluarga Abimanyu sudah tak asing lagi di telinga kepala sekolah SMP terbaik di kota itu, jelas keluarga Aryasatya adalah salah satu donatur tetap untuk sekolah tersebut.
"Jadi kapan anak saya bisa masuk Bu" tanya Rania setelah semua administrasi di serahkan, termasuk uang pembayaran.
"Besok ananda Jodhi sudah bisa memulai ikut pelajaran nona" ucap Bu Retno, selaku kepala sekolah SMP TUNAS BANGSA.
"Nanti saya akan masukkan nomer ibu ke group wali murid, semua sudah di koordinir Bu Winda, selaki wali kelas 7A" ucapnya kembali menerangkan.
"Pastikan tidak ada bullying disini" ucap Abimanyu.
Bukan tanpa alasan, rekam jejak Jodhi di sekolah lamanya dulu jelas membuat dirinya khawatir.
Ia juga tidak tahu, apa sebenarnya yang membentuk sikap dingin, cuek dan kaku yang membuat Jodhi tak memiliki teman.
.
.
Hari berlalu dengan cepat, hari ini juga setelah mengantar Jodhi ke sekolah barunya, Rania akan bertolak ke Singapura untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan, sebelum dia akan berpindah ke Indonesia kembali.
"Mama setelah ini langsung ke Airport, kamu baik baik ya sayang"
"Ada ayah Abi juga Oma Buyut, mama cuma sebentar disana"
Jodhi hanya diam tak peduli, sungguh kembali atau tidak, tetap saja tidak ada bedanya.
Selama ini dia sendiri, selalu sendiri.
Rania memeluk Jodhi, menciumnya penuh cinta dan kasih sayang serta mengusap pucuk kepala anaknya itu penuh kasih.
Ia lantas menyerahkan putra satu-satunya itu kepada Bu Retno.
"Saya titip Jodhi ya Bu" ucap Rania kepada Bu Retno, yang di balas dengan senyuman ramah.
Di Kelas 7A
.
.
Riuh suara ribut siswa siswi yang berlarian kesana kemari, seketika hening tatkala ibu kepala sekolah terlihat memasuki kelas mereka.
Tatapan semua siswa dengan seragam baju putih berbawahan biru di kelas itu, juga ikut terfokus kepada seseorang yang berada di belakang Bu Retno.
Seorang anak yang mengenakan jaket mahal, dengan tas ransel bermerek kenamaan, sepatu yang terlihat mahal, jelas menandakan dia bukan dari kalangan biasa.
"Anak baru tu"
"Eh siapa tu"
"Pindahan dari mana dia"
"Anak orang tajir tu"
Suara kasak kusuk yang terdengar di sana sini, membuat Raka menghentikan kegiatannya, yang tengah menulis sesuatu.
"Selamat pagi anak anak"
"Pagi Bu" ucap semua siswa, sekitar 40 anak di dalam satu kelas itu, menjawab ucapan Bu Retno.
"Mulai hari ini kalian kedatangan teman baru,Jodhi tolong kenalkan diri kamu" ucap Bu Retno kepada Jodhi.
"Halo semua, kenalkan namaku Jodhi, Jodhistira" ia memperkenalkan dirinya dengan. wajah datar, singkat dan cenderung tak berminat bicara.
Krik krik krik
Suasana hening, nyaris seolah tidak ada kehidupan disana.
Perkenalan yang buruk, payah.
"Dia Jodhi, pindahan dari Singapura. Ibu berharap kalian semua bisa segera berbaur dengan Jodhi. Mengerti?" ucap Bu Retno memecah keheningan.
"Mengerti Bu" koor semua siswa siswi di dalam kelas itu.
Semua siswi disana merasa senang, karena wajah Jodhi yang memiliki ketampanan khas cowok Asia.
Namun berbeda dengan Chiko, bocah raja bully itu menatap tak suka kepada Jodhi.
"Jodhi, kamu bisa duduk di sebelah Raka" tunjuk Bu Retno ke arah bangku kosong, di samping bocah seusia dirinya itu.
Dengan langkah malas Jodhi duduk di samping Raka, tanpa menoleh ia menaruh tasnya di laci bangku barunya.
Kemudian melepas jaket yang dia kenakan, guna menutupi seragam lamanya.Tentu saja, ia masih belum mendapatkan seragam barunya.
Mereka saling diam, tak berminat untuk saling sapa walau hanya sekedar basa basi.
Saat jam istirahat tiba, Raka membuka bekalnya di kelas. Hal yang selalu dia lakukan saat ini, jarang jajan diluar karena mamanya selalu membawakan dirinya makanan lezat dan bergizi.
Definisi berhemat.
Jodhi pergi meninggalkan Raka yang akan menyantap bekalnya itu, ia menuju kantin sendirian, meskipun tak satupun anak di sekolah tersebut yang dia kenal.
"Jaman begini masih ada yang bawa bekal" batin Jodhi melirik bocah di sampingnya, yang mengeluarkan sebotol air mineral juga sebuah kotak plastik merk terkenal.
Hasil dari kredit Andhira, ke temannya yang menjadi reseller barang itu.
Dia tak peduli, tak ada bedanya ia berada di Singapura atau di Indonesia. Sama sama tak memiliki teman.
...🍁🍁🍁...
"Devan apa agendaku hari ini?" Abimanyu berbicara kepada assistennya itu melalui sambungan interkom di ruangannya.
"Hari ini kosong Tuan, rapat bersama PT. Flaminggo di tunda Minggu depan" terang Devan kepada bos-nya itu.
"Baiklah terimakasih" ia menutup sambungan telponnya.
"Kalau begitu aku bisa jemput Jodhi nanti"ia berucap dalam hati.
.
.
Abimanyu sudah berada di sekolah Jodhi saat ini, ia juga sudah mengirimkan pesan kepada keponakannya itu, bila dirinya akan menjemputnya.
Meskipun tidak ada balasan, namun ia telah berniat untuk melakukan hal itu.Ia memarkirkan mobilnya di halaman sekolah itu.
Ia harus memulainya bukan, berharap bisa membuat sikap bocah itu menjadi lebih baik kepadanya.
Abimanyu memilih menunggu keponakannya itu didalam mobil, bisa di bayangkan seorang Direktur utama Delta Group ,tengah bersusah payah berada di sekolahan yang panas dan gerah.
Demi kebaikan keponakannya itu.
"CK, mana dia ya" ia bolak balik melihat jam di tangannya, demi memburu waktu.
...🍁🍁🍁...
"Dhir, tolong kau antarkan risoles ini ke rumah Bu camat ya.
"Baik Bu, aku akan membawanya sekalian jemput Raka" ucap Dhira yang sudah mengenakan helm.
" Sama sekalian, tolong beli ini" ucap Bu Kartika menyerahkan selembar kertas, berisi catatan belanjaan bahan bahan kue.
Ya, selain menerima pesanan untuk membuat aneka makanan, mereka juga menerima orderan aneka kue basah dan kering.
Talenta yang dimiliki Bu Kartika nampaknya diwarisi juga oleh Dhira. Apapun mereka kerjakan, asal halal.
Ia memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang, sudah menjadi hal biasa dirinya menjadi supir untuk Raka. Bastian akhir akhir ini sibuk, ia tak enak jika harus merepotkan adiknya itu terus menerus.
Ia membawa serta satu buah kardus penuh berisi Risoles lezat.
Dhira memarkirkan kendaraannya di bawah pohon yang rindang, membantunya agar terhindar dari sengatan matahari yang terik.
" Tumben belum keluar" ucap Dhira yang duduk di kursi panjang, yang berada di samping pohon itu.
Ia mengedarkan pandangannya ke area sekolah yang luas itu, telah banyak mobil berjejer rapi dengan tujuan yang sama dengan dirinya. Menjemput anak mereka.
Namun ada pula orang tua yang menggunakan motor seperti dirinya, mungkin se kasta. Begitu pikir Dhira.
Ya benar, sekolah itu adalah sekolah elite dan terbilang mahal, namun karena prestasi Raka ia berhasil masuk ke sekolah itu lewat jalur prestasi.
Di tambah prestasi di cabang olahraga Voli, membuat putra semata wayangnya itu melenggang dengan gampang ke SMP TUNAS BANGSA.
Sekuat dan semampunya, Dhira berusaha menghasilkan pundi pundi rupiah untuk sekolah anaknya itu.
"Mobil mas Indra, untuk apa dia kemari" Dhira mulai diliputi kepanikan tatkala melihat mobil mantan suaminya, turut memasuki area sekolah itu.
Disaat bersamaan pula, terlihat murid yang berhamburan keluar. Mencari orang tua mereka masing masing yang telah standby menjemput mereka.
Ada pula yang naik kendaraan umum, ada pula yang keluar berjalan kaki.
Namun hingga hamburan siswa itu berakhir dan sekolah itu menjadi sepi, batang hidup Raka tak terlihat juga.
Dari tempatnya duduk, ia melihat Indra yang menarik tangan Raka. Mereka berada di depan aula sekolahan itu. Tentu saja ia tak bisa tinggal diam. Secepat kilat dia berlari, menuju keberadaan putranya.
"Sebentar saja Raka, papa ingin mengajakmu" terdengar ucapan Indra halus kepada Raka, yang terlihat memberontak melepas cekalan tangan Indra.
"Lepas mas!!" ucap Dhira yang datang, melepas cekalan tangan mantan suaminya itu,namun tidak berhasil.
Indra tak memperdulikan ucapan mantan istrinya itu, ia fokus kepada anaknya yang masih memberontak. Ia lalu menyeret Raka dengan posisi tangan yang masih menggandeng jari jari putranya itu.
Akhirnya Raka berhasil melepaskan paksaan Indra, tepat saat mereka telah sampai di samping motor mamanya.
"Aku gak mau sama papa!!" Raka akhirnya berucap. Ia bahkan tak mau bertemu lagi dengan Indra.
"Lihat!!, ini pasti karena kamu mencuci otak Raka" mereka saling tunjuk, adu mulut pun tak terelakkan.
Untung saja keadaan sudah sepi, hanya beberapa mobil saja di sebelah barat.
"Aku?" Dhira menunjuk dirinya sendiri.
"Tanya Raka mas, apa aku pernah berbicara begitu pada Raka? tanya ke dia sendiri" Dhira sudah tak tahan lagi untuk tak menjawabnya.
"Aaaarrrrrrghhhh" Indra menendang motor Dhira dengan keras, membuat isi kardus tersebut berhamburan keluar.
"Mulut kamu itu kurang aj..." Indra berniat melayangkan tamparan, namun di cekal oleh tangan kekar seseorang.
"Aaaaaaaaaa" jerit Dhira.
Dhira yang tahu akan mendapat perlakuan buruk dari Indra itupun, memeluk Raka dengan posisi memalingkan wajah, berusaha menghindar.
.
.
Abimanyu
Saat di dalam mobil ia yang tengah menunggu Jodhi, tanpa sengaja ia melihat seorang pria yang menarik paksa tangan seorang anak laki-laki.
Ada apa itu
Lambat laun terlihat juga perempuan yang terlibat disana. Ia tak mendengar apapun dari dalam mobil itu. Namun hatinya tergerak untuk turun dari mobil itu. Ia turut geram tatkala melihat pria itu makin gencar menyeret bocah laki laki seusia keponakannya itu.
Entah atas dorongan apa ia kini telah berada di dekat mereka, mendengar cek cok yang saling bersahutan. Jelas hal itu tak bisa dibiarkan, seorang wanita dan anaknya dalam bahaya.
Begitu pikirnya.
Atas dasar rasa kemanusiaan, ia kemudian berniat melerai pertikaian tersebut. Ia juga tak mengenal salah satu dari mereka.
Ia juga terhenyak tatkala melihat sebuah motor di tendang oleh lelaki itu, membuat isi sebuah kardus yang ia ketahui makanan itu menghambur ke tanah.
Untung saja ia datang di saat yang tepat saat tangan lelaki itu sudah melayang ke udara, hendak menempeleng perempuan itu.
"Aaaaaaaaaa" wanita itu menjerit, dengan reflek dia mencekal tangan lelaki itu.
"Hey !" Gertak Abimanyu saat berhasil menahan tangan pria itu.
"Maaf, ini tempat umum. Dan apa yang anda lakukan" suara berat Abimanyu membuat aksi Indra terhenti.
Dhira juga Raka kini terbengong-bengong karena melihat mantan suami dan papanya itu, terlibat aksi tikai dengan orang yang tak mereka kenal.
"Siapa kamu, jangan ikut campur!!" ucap Indra menarik tangannya paksa.
"Saya bukan siapa siapa, tapi melihat anda berbuat kekerasan kepada seorang anak dan perempuan, jelas ini membuat saya untuk ikut campur"
"Anda seorang lelaki, dan lihat..." tunjuk Abimanyu kepada Dhira yang berdiri memeluk putranya dengan wajah ketakutan.
"Anda terlihat seperti orang yang tak berpendidikan, harusnya perbuatan seperti ini tidak terjadi" ucapnya tajam menatap manik mata Indra.
"Dengar, saya bisa membawa anda ke ranah hukum tuan. Ini area sekolah, dan lihat yang anda lakukan" ucap Abimanyu menunjukkan ponselnya, seolah baru saja merekam semua kejadian yang dilakukan oleh Indra.
Indra yang merasa dirinya telah mendapatkan penghinaan, seketika enyah dari hadapan mereka. Ia juga takut, kalau yang di ucapkan Abimanyu itu adalah kebenaran.
Indra menatap tajam Dhira yang sudah berwajah pias. Sejurus kemudian ia pergi tanpa mengucap sepatah katapun.
Ia berjalan dengan dada bergemuruh, " siapa dia memangnya, ikut campur" ucap Indra saat berada di dalam mobil.
.
.
Andhira
Ia merasa lega karena dirinya tak jadi mendapatkan tamparan dari mantan suaminya itu. Hatinya sudah deg-degan. Indra benar-benar kasar.
"Terimakasih banyak tuan" Dhira menatap Abimanyu dengan wajah basahnya ,karena air matanya telah menganak sungai. Wajahnya pias, keringat dingin juga bertengger di keningnya.
Pria di depannya itu hanya mengulum senyum. Sejurus kemudian, ia memunguti risoles yang berserakan. Tidak semua sih hanya beberapa.
" Sepertinya ini..." Abimanyu iba melihat Dhira yang berwajah sedih sembari memunguti jajannya yang rusak itu.
Namun Dhira berniat untuk menggantinya dengan yang baru, lagipula keadaanya saat ini kacau. Tak mungkin ia berkunjung ke rumah Bu camat untuk mengantarkan kue ini dalam keadaan seperti itu.
" Saya akan bawa pulang tuan. Saya ganti yang baru. Ini pesanan orang!" ucap Dhira seraya mengelap keringan di dahinya.
Abimanyu tertegun menatap wanita di depannya itu. Kasihan sekali pikirnya.Ia menatap wajah ayu wanita itu, wajah yang tanpa polesan make up tebal namun begitu sedap di pandang. Abimanyu melamun.
"Ayah" ucap Jodhi yang membuat lamunan Abimanyu buyar seketika, membuat dua orang disana turut menoleh ke sumber suara.
"Hay boy, sudah selesai?" ucap Abimanyu itu menghampiri bocah seusia Raka.
Jodhi mengangguk.
"Saya duluan" ucap pria itu kepada dirinya, setelah melihat semua risoles itu kembali ke tempatnya.
"Terimakasih banyak tuan" ucap Dhira penuh hormat.
Pria tampan itu mengangguk, seraya memberikan senyuman. Seolah mewakilkan ucapan "sama sama".
Bocah laki laki itu memandang ke arah Raka, kemudian menatap dirinya. Ia hanya berusaha memberikan senyuman meski tak mendapat balasan.
Ia menatap punggung kedua laki laki beda usia itu, yang menghilang di balik deretan mobil yang terparkir.
Terimakasih karena menolong Tuan.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
erna erfiana
sangat senang kalo Nemu novel yg apik, setelah membaca karya2 teh Shanti, sephinasera dan beberapa novelis dg karya amazing lainnya.diantara begitu banyak novel dg ranking bagus,tp membuat jenuh membacanya.
2022-09-23
0
Lina ciello
duh gustii risolese e kui pie... ancen indra kurang ajarrr kok 😡
2022-09-09
0
Lina Rahma
tupperware ☺
2022-09-01
0