NovelToon NovelToon

The Love Story' Of Single Parents

Bab 1. Kecurigaan

Halo Readers terkasih, ini adalah karya keduaku, setelah NCJ

Dalam kisah ini Author tidak pernah bermaksud untuk menyinggung siapapun atau mendiskreditkan pihak manapun.

Apabila ada kejadian, nama dan juga alur cerita yang bisa dikatakan mirip. Itu hanyalah kebetulan semata.

Karya ini murni rekaan belaka dan hasil dari kehaluan Author.

Terimakasih buat para readers yang mendukung mommy untuk terus berkarya 🙏

.

.

.

Bab 1

Kecurigaan

.

.

.

...🍁🍁🍁...

Andhira Avanti, adalah seorang istri sekaligus seorang ibu yang waktu dan hari-harinya tercurah untuk suami dan anaknya.

Ia terlalu sibuk mengurus Rumah Tangganya sebaik mungkin, sampai dirinya tak sempat mengurus dirinya sendiri.

Paras cantik dan tubuh yang indah itu ,kini tertutup oleh kesibukan. Pagi buta ia harus bangun guna menyiapkan sarapan untuk suaminya dan Raka. Dan segala keperluannya.

Raka, anak satu-satunya hasil dari pernikahannya dengan Indra.

Indra Tanaya, Suami sah Andhira. Pria matang berusia 42 Tahun yang bekerja di sebuah Bank Swasta besar di kota itu.

Pagi ini seperti pagi biasanya, tiap Kamis Dhira selalu menyiapkan bekal untuk Raka. Karena dihari itu, putra semata wayangnya itu akan mengikuti latihan bola voli. Cabang olahraga yang sudah ia geluti semenjak sekolah dasar.

"Nak sarapan dulu!" ucap Dhira saat melihat Raka yang sudah berseragam lengkap.

"Mau nasi goreng apa roti?" tawar Dhira.

"Roti aja ma" Raka mulai kehilangan selera makannya demi mengingat kejadian semalam.

...Flashback On...

"Kamu tiap hari pulang telat terus mas, kamu juga makin jarang balas WA dari aku" Dhira mencecar suaminya dengan pertanyaan yang sudah ia tahan sedari tadi.

"Pulang pulang bukannya di sambut malah di curigai kayak gitu. Aku kan udah bilang, semenjak naik jabatan aku juga makin sibuk" Indra memarahi Dhira.

"Aku kan cuma tanya loh mas, kenapa harus marah-marah begitu ? sebagai istri wajar dong kalau aku khawatir"

"Kamu itu!!!!!!, dah aku capek siapin air sana, aku mau mandi" Indra meninggalkan Dhira tanpa peduli.

Seketika mata Dhira tergenang oleh cairan bening, sejurus kemudian meluncur membasahi pipinya, ini bukan kali pertamanya suaminya memberikan kata kata tak menyenangkan untuk dirinya. Ia seolah telah kehilangan Indra yang dulu.

"Kamu berubah mas, kamu bukan mas Indra yan aku kenal" ia membatin, kemudian menangis seorang diri di kursi ruang tamu itu. Hatinya rapuh serta menahan sesak saat ini. Ia terisak , seraya menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.

Raka yang kebetulan baru saja mengambil minum dari dapur tanpa sengaja mendengar pertengkaran kecil kedua orangtuanya.

Mendadak ia kehilangan rasa hausnya.

Ini juga bukan kali pertamanya Raka melihat mamanya menangis. Tanpa sengaja, benih- benih kebencian kepada figur sang ayah, tumbuh di hati remaja 13 tahun itu.

...Flashback Off...

"Nanti jadi latihan?" Dhira menemani putranya yang tengah sarapan di meja makan.

Raka mengangguk seraya tersenyum.

"Nanti biar di jemput papa ya" Dhira menatap wajah putranya yang kini sudah terlihat tanda-tanda baligh.

"Aku gak bisa jemput, nanti aku ada rapat evaluasi" jawab Indra yang membenahi dasinya, dan sejurus kemudian menarik kursi untuk ikut bergabung sarapan.

Raka hanya diam, memasang wajah datar. Ia merasa papanya memang telah berubah.Dhira menghembuskan nafasnya berat.

"Kalau begitu biar di jemput om Bastian aja ya, nanti biar mama WA om kamu" ucap Dhira.

"Terserah mama" jawab Raka masih datar. Mau bagaimana lagi.

Setelah suami dan anaknya berangkat ke tempat tujuan masing-masing, ia kembali melanjutkan aktivitasnya.

Membereskan meja yang berantakan, menyimpan sisa lauk tadi, merendam pakaian kotor untuk di cuci nanti. Ia bahkan tak sempat untuk sekedar pergi ke salon layaknya perempuan lainnya.

Menyapu, mengepel, membersihkan seluruh bagian rumah tanpa terkecuali sudah menjadi santapan sehari-hari.

Sudah begitu masih mengira jika seorang ibu rumah tangga adalah seorang pengangguran, padahal pekerjaan yang dilakukan mulai dari membuka mata di pagi hari, hingga menutup mata kembali untuk beristirahat di malam hari.

Menjelang siang semua pekerjaannya baru beres, kini ia tinggal mandi dan sarapan.

Sudah hal biasa jika seorang ibu adalah orang yang selalu memprioritaskan anak dan suaminya untuk makan, sementara untuk dirinya sendiri, entahlah.

Dia mendudukkan dirinya di sofa ruang keluarga, sejenak beristirahat sambil menyaksikan berita di televisi.

"Pemirsa, seorang wanita tega membunuh suaminya. Aksi ini disinyalir dipicu oleh kecemburuan dan kemarahan sang istri, yang memergoki suaminya tengah berselingkuh"

"Korban mengalami luka yang cukup parah di bagian perut dan juga leher, korban meninggal saat akan dibawa menuju rumah sakit"

" Dari tangan pelaku, Polisi berhasil menyita barang bukti berupa sebilah pisau, yang ia gunakan untuk menusuk korban"

Ia bergidik ngeri menyaksikan berita tersebut, ia menjadi kasihan dengan wanita tersebut.

Dia memang salah, namun jika tak di latar belakangi penghianatan sang suami. Tidak mungkin dia melakukan hal itu.

"Huft, banyak banget orang orang jahat di sekeliling kita" gumamnya sambil mengganti channel TV ke acara musik.

"Kau dulu pernah bilang

Aku ratu di hatimu, sayang

Dan aku ratu di istanamu

Dan dulu pernah kau pun bilang

Takkan pernah tinggalkanku sumpah

Mungkin kau lupa....

( Tata Janeeta "Sang penggoda")

Lagu itu terputar di salah satu channel musik yang tak sengaja ia tekan.Membuat hatinya baper, liriknya begitu membuatnya mengharu biru.

Ia menatap foto pernikahan dirinya dengan Indra 13 tahun yang lalu. Foto dimana Indra sangat memujanya, dan foto itu juga mengingatkan dirinya akan titik balik putusnya hubungan dirinya dengan sang Ibunda.

Tak terasa ia menitikan air matanya, suaminya itu kini telah banyak berubah. Kata kata manis, perlakuan hangat sudah sangat jarang ia dapatkan. Lebih menyesakkan lagi, ia merasa suaminya jarang sekali menyentuhnya.

Bahkan nafkah batin dari suaminya, juga amat jarang diberikan. Ia adalah wanita normal, yang menginginkan kasih sayang, sentuhan, cinta dan juga belaian hangat dari suaminya.

Sebisa mungkin dia bersikap tak berubah meski suaminya kini berubah, ia selalu menanamkan pikiran mungkin saja suaminya itu lelah, mungkin saja suaminya itu banyak pikiran.

Satu tahun terakhir ini suaminya bahkan sering terlambat pulang dengan berbagai alasan, mulai dari meeting, tugas keluar kota, dan hal hal yang tidak Dhira ketahui lainnya.

Ia dulu pernah bekerja di Airport sebagai customer service, namun karena setelah menikah lalu hamil, ia lantas mengundurkan diri.Memilih concern merawat buah hatinya, Raka.

Ia mematikan televisi sambil menyusut hidung yang basah, karena tak terasa air matanya juga sudah menganak sungai, membasahi wajah cantiknya.

.

.

"Huft capek banget" ia memegang ototnya yang pegal, karena sehari hari ia melakukan pekerjaan yang nyaris tak pernah ada habisnya.

Ia menuju ruang khusus baju, ia menarik tumpukan baju bersih namun kusut yang berada di keranjangnya warna magenta itu.

Mulai memanaskan setrika listrik.

Ia menggosok pakaian suami dan anaknya, memberikan cinta kasih yang tulus lewat perbuatannya. Sungguh ia sangat berharap keluarganya bisa langgeng hingga maut memisahkan. Mengingat dia sudah mengorbankan hubungan baiknya dengan sang Ibu, demi Indra.

Namun saat mengambil celana kerja suaminya, ia merasa ada sesuatu di saku celana Indra. Dengan tanpa curiga, ia merogoh benda itu.

"Apa ini" ia mencoba menganalisis benda yang berada di dalam saku celana abu abu itu.

Ia terkejut demi melihat sebuah alat kontrasepsi pria yang masih utuh, namun bungkusnya sudah sedikit ringsek.Mungkin akibat tak sengaja ikut tercuci di mesin cuci.

"Astagfirullahhaladzim" hati Dhira begitu sakit, ia masih mencoba menenangkan dirinya.

mencoba berfikir positif.

Tapi dirinya menjadi gemetar, ia menjadi tak bersemangat mengerjakan pekerjaannya. Apa yang kamu lakukan diluar sana mas?.

Ingatannya tentang perubahan sikap Indra yang signifikan, serta dirinya yang jarang sekali di sentuh itupun membuat dirinya kembali menangis. Dan mengapa relevansi juga terjadi saat ia menemukan benda itu.

Kali ini lebih dalam, bahkan terisak. Hatinya nyeri. Pikiran yang tidak- tidak mulai meracuni.

Sakit, perih. Tapi, apa benar? bukankah dia harus mencari tahu dulu, Bisa saja itu bukan milik suaminya. Ia masih berusaha menekan laju kecurigaan yang mencoba mendesak.

...🍁🍁🍁...

Bastian segera membalas pesan dari kakaknya itu, Ok nanti aku yang jemput, tenang aja.

"Huft, sampai kapan kak hidup kamu begitu" gumamnya sambil meletakkan ponsel di meja samping komputernya.

Bastian Bagaspati, lelaki berusia 30 tahun. Adik dari Andhira, ia bekerja di sebuah perusahaan Manufacturing milik keluarga Aryasatya.

Pria lajang yang menjadi tulang punggung untuk ibunya sejak usianya yang masih terbilang muda.

Di tinggal pergi Ayahnya untuk selama lamanya, membuat dirinya harus mengikat pinggangnya lebih kencang lagi.Karena ibunya kini menjadi tanggung jawabnya.

Hubungan Andhira dengan Ibunya tidak harmonis, semua terjadi karena Dhira nekat menikah dengan Indra tanpa restu dari ibunya.

Sampai saat ini, hubungan mereka merenggang.Bu Kartika pernah mengingatkan kakaknya itu, tapi Andhira yang di butakan oleh cinta saat itu, lebih memilih Indra dan hidup bersama hingga saat ini.

Bastian lah yang masih menjalin hubungan baik dengan Andhira, meski Indra dengan dirinya tidak begitu dekat. Melindungi Dhira sebisanya.

Tapi persetan untuk itu, baginya yang terpenting kakaknya bahagia dan tidak terjadi sesuatu.

.

.

.

Ia menepikan mobil sejuta umat warna silver miliknya di bawah pohon yang berada di depan sekolah, mobil dari hasil kredit yang akan lunas tiga bulan lagi.

Suatu kebanggaan bisa memiliki sesuatunya, hasil dari kerja keras halalnya.

...SMP TUNAS BANGSA...

Itulah nama sekolah Raka, sekolah favorit yang berhasil ia tempati saat ini. Sekolah yang terbilang mahal, namun menjadi rebutan para siswa.

Raka adalah anak yang cerdas, juga berprestasi di bidang non akademik. Pembawaannya yang tenang adalah berasal dari gen mamanya.

Dia mahir di cabang olahraga Bola Voli, ia bahkan sempat beberapa kali menjuarai lomba dan juga kejuaraan bergengsi lainnya.Suatu pencapaian yang luar biasa di usianya yang masih belia.

"Hay bro!!" Sapa Bastian kepada keponakannya.

"Om udah disini" jawab Raka yang datang menghampiri Om nya itu, dengan peluh yang terpampang di dahinya.

Bajunya pun basah dan lengket akibat serapan keringat, rambutnya pun jangan di tanya. Sudah sangat lepek.

Definisi dari anak olahraga banget.

"Yuk kita kemon" Ajak Bastian yang membukakan pintu mobilnya untuk Raka.

Dalam mobil Bastian mencoba berinteraksi, "Gak pingin mampir dulu kemana gitu? Om habis gajian nih"

"Gak usah Om, langsung pulang aja. Kasihan mama sendirian"

Bastian menangkap wajah sedih dari keponakannya itu, ya sudah kita beli makanan di depan situ ya buat mama.

Raka mengangguk.

Sekitar jam 16.19 mobil Bastian telah sampai di rumah Dhira. Rumah yang tak terlalu besar, namun juga tak terlalu kecil.

Rumah yang lumayan bagus, dengan fasilitas yang terbilang komplit.

"Ma aku pulang" ucap Raka membuka pintu rumahnya.

"Sudah pulang nak, kamu mandi sana dulu terus makan, mama masak pindang koyong kesukaan kamu" ucap Dhira setelah menyambut anaknya itu.

"Ini untukmu kak" Bastian menyerahkan sekotak donat kentang lezat.

"Terimakasih banyak selalu membantu, maaf terus terusan merepotkanmu" ucap Dhira tak enak hati pada adiknya.

"Jangan begitu, Raka kan juga anakku"

"Ibu apa kabar?" pertanyaan yang selalu di ucapkan oleh Dhira kepada Bastian, karena terus terang saja hanya melalui Bastian lah dia bisa mengetahui kabar sang Ibu.

"Ibu baik, dia masih tidak mau disuruh diam. Masih nekat jualan lauk kak"

"Tunggu sebentar ya" pamit Dhira membuatkan minum untuk Bastian.

"Ini minumlah selagi hangat, setelah ini ikutlah makan bersama Raka"

"Aku tidak bisa lama lama, setelah ini ada acara kak" tolak Bastian.

Bastian menatap wajah kakaknya, tubuhnya tetap seperti saat dia masih gadis dulu, hanya saja wajahnya nampak sayu dan matanya bengkak seperti orang habis menangis.

Ia juga nampak pucat dan tak mengenakan make-up atau riasan wajah apapun.

"Kakak baik baik saja kan" tanya Bastian.

"Aku baik baik saja, kenapa?" tanya Dhira.

"Kau terlihat tidak sehat" Bastian bertanya dengan wajah muram.

" Mungkin karena aku tidak memakai make up saja" Dhira mencoba menutupi kegelisahannya.

"Ya sudah aku pulang dulu" Bastian pamit.

"Raka om mau pulang, kesini dulu" Bastian meminta keponakannya itu, untuk kembali ke ruang tamu.

Raka yang baru saja mandi, dan kini sudah terlihat segar itu datang menghampiri Bastian.Meraih tangannya dan menciumnya takzim.

"Nih, buat yang saku ke sekolah. Ga usah minta mama besok ya" ucap Bastian menyerahkan dua lembar berwarna merah bergambar Proklamator, kemudian mengacak rambut lurus Raka.

"Terimakasih banyak om" ucap Raka yang kegirangan, mendapatkan uang saku yang lumayan.

"Kamu ini selalu saja memanjakan Raka Bas" Andhira menjadi tak enak hati, adiknya itu selalu saja memberi untuk Raka.

"Habis gajian, kalau enggak gak bakalan ku kasih. Kalah sama cicilan" ia tersenyum, kemudian pamit kepada Andhira.

Ada rasa tak tega kepada kakaknya itu saat Bastian pulang. Ia merasa ada yang tidak beres.

Tapi ia juga tak berani untuk ikut campur terlalu dalam, yang penting ia melihat kakaknya sehat sehat saja, that's more than enough.

.

.

.

.

.

.

.

Bab 2. Mencium Aroma Penghianatan

Bab. 2 Mencium Aroma Penghianatan

.

.

.

...🍁🍁🍁...

" Tak banyak inginku, jangan kau ulangi! menyakiti aku sesuka kelakuanmu!"

( Diambil dari lirik lagu Geisha ~ Jika Cinta Dia)

.

.

Dhira sudah menguap beberapa kali dengan mata terkantuk kantuk, menunggu suaminya pulang.

Ia melihat jam dinding menunjukkan pukul 23.17, terlalu malam untuk orang yang bekerja di kantor.

Di menit ke 32, terdengar deru mesin mobil. Jelas itu mobil suaminya.

Ceklek

Bunyi pintu yang di buka oleh Indra.

"Dari mana saja mas, kenapa bisa sampai selarut ini" Dhira tentu saja khawatir, mengingat ini sudah larut malam, bahkan menjelang dini hari.

"Aku kan sudah bilang ada rapat evaluasi" ucapnya kesal.

"Rapat apa jam segini mas, aku tahu aku tidak bekerja. Tapi aku masih tahu jika se lembur - lemburnya rapat tidak akan sampai jam segini"

Dhira mulai meluapkan kekesalannya, ia berhak tahu bukan. Dia istrinya.

"Jadi kamu menuduhku, hah!!" Indra mencengkeram pipi Dhira, membuat bibirnya mengerucut.

Sejurus kemudian ia melepaskan cengkramannya.

"Aku ini capek, pulang kerja selalu saja begini. Minggir!!" Indra menyenggol tubuh Dhira kasar, membuat tubuh wanita itu terhuyung kebelakang.

Dhira lagi lagi mengucurkan air matanya, selama ini tidak ada tempat mengadu untuknya.

Ia pendam semuanya sendirian, ia pergi ke kamar mandi yang berada di belakang.Mencuci kaki dan tangannya, serta membasuh wajahnya.

Menangis disana, untuk mengurangi sesak di dadanya.

Hatinya dipenuhi kesedihan, lagi lagi kejadian malam ini terekam jelas di memori Raka yang mengintip dari balik pintu kamarnya.

Raka beringsut ke lantai, ia menangis. Menyaksikan kedua orang tua yang selalu bertengkar, apalagi saat melihat mamanya menangis, ingin rasanya ia memeluk tubuh mamanya.

Namun selama ini, mamanya selalu bersikap seolah tidak terjadi sesuatu di keluarganya, bahkan masih bersikap baik kepada papanya.

.

.

Andhira membuka pintu kamarnya, menampilkan Indra yang belum tidur dan tengah sibuk dengan ponselnya.Tersenyum senyum sendiri, sambil jarinya asik mengetik huruf demi huruf.

"Belum tidur mas, malam malam begini masih balas email?" tanya Dhira yang tentu saja ingin tahu, siapakah malam malam begini yang menghubungi suaminya.

"Si Reno, anak baru. Minta ijin besok libur" jawabnya singkat kemudian menaruh ponselnya di nakas samping ranjang tempat tidurnya.

"Udah aku capek mau tidur" ia menarik selimut dan berbaring miring membelakangi Dhira.

Hati Dhira begitu sakit, sudah satu bulan ini suaminya tidak menyentuhnya sama sekali. Dia adalah wanita normal yang membutuhkan sentuhan dari suaminya, ia mencoba memejamkan matanya.

Berharap semua ini akan berakhir.

...🍁🍁🍁...

"Sarapan dulu mas" ucap Dhira yang menuangkan segelas susu kepada Indra.

"Aku gak sarapan, udah di tunggu pimpinan" jawab Indra seraya membenarkan letak dasinya.

"Dan aku nanti bakal lembur lagi, yang kemaren belum selesai. Laporannya udah di tungguin"

"Terus aku sama siapa pa?" Raka tentu saja bertanya, karena setiap hari dia selalu bersama papanya jika berangkat sekolah.

"Kamu naik ojol aja dulu, atau nebeng temen kamu bisa kan" Indra berucap dengan santainya.

Andhira sudah sangat tak bisa mengerti jalan pikiran suaminya, pekerjaan macam apa yang membuat waktunya habis.

Saat dia masih bekerja dulu, tidak se sibuk ini. Dimana mana pasti ada time frame untuk bekerja, bukan tanpa aturan seperti ini.

"Kamu bareng om ya, buat mama telepon dulu"

Sebenarnya ada motor di garasi, sebuah motor matic.Namun Dhira tak mengijinkan putranya untuk berkendara sendiri, namun kunci motor juga disimpan oleh Indra.

Membuatnya tak bisa berbuat banyak.

Pukul 06.30 Bastian sampai dirumah Dhira.

"Maaf merepotkanmu lagi" ucap Dhira saat membuka pintu rumahnya.

"Sudah kubilang Raka ini anakku juga kan kak" Bastian tersenyum.

"Yuk Ka kita berangkat" ajak Bastian kepada keponakannya itu.

Setelah mencium tangan bundanya takzim, ia berangkat ke sekolah bersama Om Bastian.

Entah apa jadinya bila tidak ada Om Bastian, sudah tak terhitung berapa kali ia dibantu oleh Om nya itu.

.

.

Saat hendak membereskan kamar tidur, Dhira menemukan sebuah benda di bawah kolong.

Ia mengambilnya," Benda apa ini" ia berbicara sambil membolak-balikkan benda berwarna hitam itu.

Ia terkejut saat membaca merk benda tersebut.

"Tissue Magic Black Parade"

Lebih terkejut lagi saat membaca deskripsi yang tertera di balik kemasan benda itu.

antiseptik yang digunakan untuk membantu meningkatkan stamina pria, membersihkan kulit di sekitar area Mr. P agar tetap higenis ketika berhubungan, serta mengurangi terjadinya disfungsi ******l.

Kali ini Dhira yakin, jika benda ini adalah milik suaminya.Tapi untuk apa dia membeli benda ini, mengingat jika dia jarang berhubungan suami istri dengan Indra.

Pikiran yang tidak tidak makin menumpuk di kepala Dhira, ia menyimpan benda itu di lemarinya.Berniat akan menanyakannya nanti ketika suaminya pulang.

Ia menuju dapur, membuka lemari es ukuran sedang.

Terlihat banyak yang sudah habis, sudah tiga bulan ini dia begitu hemat. Bahkan ia tak sempat membeli make up dan keperluan pribadinya, lantaran Indra memberinya uang yang tidak sama seperti saat dulu dulu.

"Gajiku kepotong"

"Kamu hemat dulu, aku perlu uangnya buat perbaikan mobil"

"Aturan baru telat absen gaji kepotong"

Alasan alasan itu yang terus di kemukakan tiap Indra memberikan dirinya uang belanja.Bahkan kadang dia meminjam uang ke Bastian, lantaran dia memang tak bekerja. Hanya mengandalkan pemberian suami.

Indra pun tak memberi ijin Dhira untuk bekerja, dengan alasan Raka yang lebih penting. Sebagai Istri yang baik ia tentu harus menurut dan taat bukan. Namun agaknya semua itu tak sejalan dengan segala pengorbanannya.

.

.

.

Malam harinya badan Raka panas, ia demam semenjak pulang sekolah tadi. Rupanya dia terkena spike bola voli yang keras dari temannya, yang latihan tadi pagi sewaktu pelajaran olahraga.

Namun Andhira makin panik karena tubuh Raka yang makin menggigil, dan panasnya begitu tinggi. Ia berkali-kali menghubungi suaminya, berniat mengabari dan bisa segera membawa Raka ke Dokter.

Namun nihil, ponsel suaminya malah tak dapat di hubungi.

Ia kembali mengambil air untuk mengompres kening Raka, menyeka ketiaknya, membuka bajunya. Berharap demamnya segera turun.

...🍁🍁🍁...

Apartemen Grand City

Dinginnya AC tak berpengaruh pada dunia manusia yang terlibat gelora panas itu. Ya, dia adalah Indra Tanaya. Suami Andhira.

Tengah bermain api dengan rekan kerjanya yang baru, wanita muda bernama Renata. Wanita yang telah menjadi orang ketiga di biduk rumah tangganya bersama Dhira.

"Ahhhhhh" ucap Indra yang baru saja mencapai ******* dari kegiatannya itu. Mereka saling berpelukan, melepas buncahan gelora bersama.

Menikmati rasa paling memabukkan yang pernah ada, tak peduli itu suami orang atau bukan. Sikat saja!!!

"Mas, aku perlu uang buat suntik collagen. Kamu seneng kan kalau aku cantik" Renata mengusap dada polos Indra.

"Kan kemaren sudah aku kasih 5 juta buat perawatan" Indra membelai rambut gundiknya itu.

"Iya tapi kan kemaren buat rambut sama kuku aja, nanti badanku gimana" Renata memanyunkan bibirnya.

"Kan buat kamu juga mas" ia menempelkan kepalanya di dada Indra.

"Iya besok aku kasih ya, sekarang aku pulang dulu. Udah malam, kemaren Dhira udah curiga sama aku" Indra mencium bibir Renata sekilas.

"Ya udah deh, besok kesini lagi ya mas. Besok kamu libur kan"

.

.

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Dhira tertidur di kasur anaknya, memeluk anaknya penuh cinta.

Ia terbangun karena mendengar langkah kaki, semenjak menjadi seorang ibu, pendengarannya menjadi sensitif.

"Dari mana saja kamu mas, aku telpon gak bisa. Kamu ini kerja atau kemana sih heh?" ia berhak tahu bukan.

"Kamu ini kenapa sih, tiap aku pulang kerja selalu aja ngomel ngomel. Kamu gak percaya kalau aku kerja?" Indra memarahi Dhira seolah wanita itu yang salah.

"Raka sakit mas, dia demam. Aku gak ada kendaraan dirumah, uangku habis. Kamu belum kasih aku uang belanja, gimana aku gak bingung mas"

Indra hanya diam, uang belanja yang harus dia berikan kepada Dhira sudah lenyap ia berikan kepada Renata. Kekasih gelapnya.

Ia hanya diam, kali ini Dhira benar.

"Gimana Raka sekarang" kali ini ia menurunkan tensi suaranya.

"Kamu lihat sendiri sana" Dhira masih mengatur nafas yang naik turun karena kesal. Ia benar-benar tak bisa menahan emosinya jika sudah menyangkut soal Raka.

Indra membuka kamar Raka, terlihat putranya itu tengah tidur. Ia menempelkan punggung tangannya ke dahi Raka.

Masih panas, dan wajah anaknya pucat.

"Dia kena spike keras tadi pas di sekolah" Dhira berdiri di ambang pintu.

"Saking kerasnya dia jadi demam" ucap Dhira yang menyusul Indra ke kamar Raka.

"Besok kita bawa dia periksa, aku capek banget mau istirahat dulu" Indra berlalu dari hadapan Dhira

Dhira hanya bisa memejamkan matanya sambil menarik nafasnya dalam, ia ingin marah. Cairan bening itu lolos begitu saja tanpa seijin darinya.

Bagaimana bisa, suaminya tidak khawatir sama sekali kepada anaknya.

"Kamu istirahat ya nak, besok kita ke Dokter" Dhira mencium kening panas putranya, kemudian menutup pintu kamarnya.

Raka menitikan air matanya, ia mendengar semua percakapan papa mamanya, ia tak bisa tidur karena sekujur badannya nyeri.

Namun ia tak mau terlalu mengeluh, ia kasihan kepada mamanya.

.

.

Dikamar

Indra terlihat mencari cari sesuatu di bawah ranjangnya, ia sudah terlihat segar karena sudah mandi.

"Kami cari ini mas?" Dhira menunjukkan sebuah kotak hitam, alias tissue magic yang ia temukan tadi pagi.

Indra membelalakkan matanya," Kamu yang menemukannya?"

"Untuk apa kamu menyimpan barang itu mas" Dhira menatap tajam Indra.

"Aku ..aku" ia menjadi belingsatan.

"Jawab" kali ini Dhira menaikkan oktaf suaranya.

"Ya untuk kita lah" Indra menjawab spontan.

"Untuk kita?, aku bahkan lupa kapan terakhir kamu menyentuhku mas!" kali ini ia berderai air mata.

Bendungan jebol, membuat air matanya menganak sungai.

"Kami ngaku sekarang, ngaku mas!!! untuk apa kamu beli itu!!!" Dhira sudah sampai pada titik kesabarannya malam itu.

Dhira memukul badan suaminya, meluapkan emosi. Indra seketika memeluk tubuh istrinya yang di kuasai emosi, berharap bisa menenangkan istrinya.

Mengingat ini hampir pagi, tak enak bila para tetangga mendengar keributan mereka. Indra sangat ceroboh, bagaimana bisa barang tersebut tidak dia simpan dengan baik.

.

.

.

.

Bab 3. Tabir Gelap yang Terungkap

Bab 3.Tabir Gelap yang Terungkap

.

.

.

...🍁🍁🍁...

" Sebab orang yang mendua hati tidak akan pernah tenang hidupnya!"

.

.

Pagi itu sesuai janji Indra membawa Raka periksa, hari ini adalah hari sabtu. Hari libur untuk para pekerja kantoran seperti Indra.

Tubuh Raka mengalami trauma karena benturan, menyebabkan dia demam. Namun itu bukanlah hal serius, itu semua adalah reaksi umum.

Setelah di beri obat dan suntikan, mereka pulang. Tak lupa Indra membawa Dhira ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah.

"Ini uang untuk sebulan ini" Indra menyerahkan amplop coklat berisi lembaran rupiah.

"Kamu harus lebih hemat, uang ini harus bisa sampai bulan depan" ucap Indra yang terlihat hendak bersiap untuk pergi.

"Mau kemana lagi kamu mas" Dhira menautkan kedua alisnya.

"Aku mau survei pelanggan, diajak si Boni" tukas Indra santai.

"Ini hari libur loh mas, kamu kayak gak ada hari lain aja" Dhira merasa curiga sekali.

"Kamu jangan cerewet, kalau dapat duit larinya ke kamu juga" ia meninggikan nada bicaranya.

Sejurus kemudian ia pergi meninggalkan Dhira, hanya tangis yang bisa ia ciptakan. Apa maunya Indra sebenarnya.

"Ya Allah kuatkan aku" lirihnya dengan suara bergetar.

.

.

Indra telah janjian bertemu dengan Renata di sebuah hotel.

"Mas aku kangen banget" ucap Renata yang memeluk Indra saat dia baru saja membuka pintu kamar hotel itu.

"Baru juga kemaren ketemu" Indra meremas bokong Renata.

" Kamu lama banget sih" ucap Renata memanyunkan bibirnya.

"Raka sakit, tadi aku bawa dia dulu ke Dokter" Indra menangkup wajah Renata lalu mengecupnya.

Renata tak menanggapi obrolan seputar anak Indra itu, ia memilih mencium bibir Indra penuh gairah.

"Nanti dulu, kita sarapan dulu yuk" Ia sengaja tak sarapan masakan Dhira, ia mengajak Renata makan di hotel tersebut.

"Makan yang banyak mas, biar kuat" ia tersenyum penuh goda.

Mereka sudah lupa daratan, mereka tidak sadar jika perbuatan mereka saat ini pasti akan membawa mereka kedalam jurang kehancuran. Kebahagiaan sesaat yang justru akan membuat hidupnya menuju petaka besar.

Kini mereka tengah berada di dalam kamar, Mereka saling berbalas cium, menciptakan kissmark disana sini. Tubuh mereka sama sama polos, Indra menghentakkan tubuhnya, berusaha memasuki celah yang sudah tidak tersegel itu.

Sama sama terbawa di arus kenikmatan, mereka sudah lupa segalanya. Indra bahkan tak memberikan kesempatan Renata untuk beristirahat.

Sama sama memproduksi peluh secara bergantian, sampai akhirnya mereka melayang bersama menembus arus paling memabukkan.

Namun belum selesai aksi penyatuan haram itu, mereka dikejutkan dengan dobrakan pintu.

Braaaaak

Nampak disana Andhira yang berdiri di ambang pintu, juga Bastian dan Ayah Indra.

"Maaaaas" Andhira berteriak histeris.

Secepat kilat mereka berdua turun dari ranjang, karena telah tertangkap basah.

Oh ****!!!

Andhira berlari menuju ranjang putih itu, hendak menyerang Renata.

Namun Renata berhasil mundur dan menutup tubuh polosnya dengan selimut tebal, sementara dengan secepat kilat Indra menyambar ****** ***** miliknya yang terhambur di atas ranjang.

"Kurang ajar kamu Indra!!"" Pak Joko selaku ayah mertua Andhira berang, ia marah besar mendapati anaknya berzinah dengan orang lain saat dirinya masih berstatus seorang suami dan juga papa.

"Ayah dengar dulu, tolong"

"Bough"

" Ayah tolong...!"

" Bough"

kali ini Bastian sudah tidak tahan lagi, ia ingin menghabisi kakak iparnya saat itu juga.

Tak memberikan kesempatan bagi Indra untuk sekedar memberi penjelasan. Apa yang mereka lihat sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan situasi yang ada.

"Kemari kau wanita sialan!!" Bastian hendak meraih tubuh Renata, namun Indra tiba tiba menendang kaki Bastian.

Membuat Bastian terjatuh ke lantai.

...Flashback ...

Bastian yang mengetahui keponakannya sakit karena info dari kakaknya, hari itu mengunjungi rumah Andhira, kebetulan hari itu jadwal liburnya.

"Kakak kenapa?" Bastian panik, melihat Andhira yang menangis dengan sesenggukan di ruang tamunya.

Akhirnya Dhira menceritakan semua hal yang ia pendam, tentang perilaku Indra setahun terakhir, tentang dirinya yang tak sengaja menemukan alat kontrasepsi dan juga tissue magic.

Serta puncaknya, semalam dan pagi ini dia yang kelewatan meninggalkan dirinya saat Raka sakit.

Bahkan Indra hanya memberikan uang sebesar 500 ribu, untuk keperluan satu bulan.

Padahal biasanya ia memberikan uang sebesar 3 juta, mengingat keperluan Raka yang makin kompleks.

Itupun Indra masih memintanya untuk berhemat.

Benar benar diluar nalar.

Tanpa mereka sadari Pak Joko dan Bu Novi yang notabene adalah ayah dan ibu mertuanya, datang berkunjung tanpa memberitahu Andhira terlebih dahulu.

Mereka mendengar semua cerita Dhira, mama Novi bahkan mau pingsan. Tak mengira jika rumah tangga anaknya selama ini dirundung persoalan.

Lambung kapal rumah tangga anaknya telah berlubang.

Mereka berdiri mematung di ambang pintu selama Andhira bercerita kepada Bastian. Tentu saja kedua orang tua itu syok bukan main.

"Aku tadi melihat mobil kak Indra di hotel Aston, kukira bukan dia. Karena ini hari libur"

Ucap Bastian yang baru saja mengantarkan tamu keluarga tetangganya, yang meminta bantuannya untuk mengantarkan ke hotel.

"Pergilah, cari mereka. Biar Bunda yang menunggu Raka" ucap Bu Novi kepada Andhira.

Mereka menuju Hotel dimana Bastian sempat melihat mobil silver milik Indra.

"Benar, itu mobilnya" ucap Dhira yang sudah berlinang air mata, dengan jantung yang seolah ingin meledak.

"Kita tanya ke resepsionis"

"Maaf mbak, apakah ada tamu atas nama Indra Tanaya" ucap pak Joko.

"Maaf tuan, kami tidak bisa sembarangan memberikan informasi kepada orang lain"

"Kami keluarganya, ada masalah yang harus di selesaikan!"

"Kasus perselingkuhan!!! kau dengar tidak" ucap Bastian yang sudah tidak bisa bersabar lagi.

"Pak Joko menunjukkan sebuah foto, foto Indra dan foto KTP Indra di layar ponselnya"

"Saya orang tuanya, jika anda masih keberatan panggilkan satpam untuk mengawal kami" ucap pak Joko.

Petugas resepsionis dengan name tag Santi itupun merasa iba kepada wanita yang tengah menangis di hadapannya itu.

Hati kecilnya tergerak untuk menolong atas nama sesama wanita, ia melepaskan atribut karyawannya saat ini. Ia lebih menuruti nuraninya.

Ia memberikan kunci second setelah berkoordinasi dengan manager hotel tersebut, mendapat pengawalan juga dari satuan pengamanan di hotel tersebut.

Kamar 46

Setelah kunci terbuka, Bastian menendang pintu kamar itu, hingga menimbulkan suara yang keras.

"Braaaaak"

...Flashback Off...

Kali ini Andhira yang maju, ia berhasil menarik selimut tebal yang menutupi tubuh polos Renata.

Sementara Indra sudah dihajar oleh Pak Joko juga Bastian. Benar-benar meluapkan emosi yang membuncah.

Andhira menjambak rambut dan mencakar wajah Renata, melampiaskan kemarahannya.

"Wanita kurang ajar!!!"

"Wanita biadab!!"

Umpatnya berkali kali kepada Renata.

"Kau gila ya!!" Renata mendorong tubuh Andhira dengan keadaan polos.

Benar benar tidak tahu malu.

"Pantas saja mas Indra tak tertarik kepadamu, kau sangat jelek dan kasar"

"Wanita bo doh!!" ejek Renata pada Andhira.

Satpam yang melihat keadaan mulai tidak kondusif, mencoba memanggil personel lainnya.Kemudian melerai pertikaian itu.

Andhira yang emosinya memuncak akhirnya menjadi lemas dan tak sadarkan diri. Pandangannya gelap dan limbung seketika.

Ia pingsan saking tak kuasanya dalam menahan luapan emosi, membuat dirinya tak sadarkan diri.

Bastian yang melihat kakaknya ambruk dalam sekejap dengan segera meraih tubuh Andhira. Kakaknya lebih penting saat ini dari pada manusia brengsek seperti Indra.

"Kita selesaikan ini dirumah!!" ucap pak Joko penuh emosi, menunjuk ke wajah anaknya, yang tengah mengelap sudut bibirnya yang berdarah.

...🍁🍁🍁...

Bu Novi hanya menangis di samping Andhira yang masih belum sadarkan diri. Raka yang baru bangun dari tidurnya itu, bingung dengan apa yang terjadi.

Kenapa Uti dan Kakungnya juga tiba tiba ada dirumahnya.

Om Bastian juga.

Ia kini terkejut melihat mamanya yang terbaring di sampingnya," mama, mama kenapa Ti?" tanya Raka kepada Bu Novi.

Bu Novi tak kuat menjawab, ia malah memeluk tubuh Raka yang masih berbaring itu. Sementara Bastian terlihat memasuki kamar dan memanggil pak Joko.

"Kak Indra sudah datang!"

.

.

Plaaaaaakkkk

Tamparan keras melayang di pipi yang sudah terpahat luka di sana sini itu. Terasa berdenyut dan pedih.

Bu Novi melampiaskan kekecewaannya, kekesalannya dan kemarahannya kepada anaknya itu.

Wajah Indra sudah penuh luka disana sini, akibat bogem mentah yang di layangkan Bastian tadi.

"Apa kau sudah tidak waras!!"

" Apa otakmu sudah rusak, hah?"

"Apa yang kamu pikirkan Indra!!"

"Anak kamu sakit, istri kamu menderita dirumah"

"Dan kamu justru main gila dengan perempuan itu!!!"

Pak Joko kini meluapkan emosinya.

Indra hanya terpekur menatap meja putih di depannya. Sungguh otaknya tak bisa berpikir taktis.

"Kamu ini sudah seperti binatang saja!!"

"Ayah sama bunda malu punya anak seperti kamu, apa kamu lupa? Andhira bahkan mengorbankan hubungan baiknya dengan ibunya, demi kamu!"

"Demi menikah dengan bajingan seperti kamu Indra!!!"

Suara Pak Joko bahkan menggema di ruangan itu. Membuat kesemuanya diam membisu.

"Sekarang ayah sama bunda tidak akan bisa mencegah lagi, jika Andhira ingin berpisah, maka hal itu akan terjadi!"

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!