Bab 18. Ayahnya Raka?
.
.
.
...🍁🍁🍁...
"Jika tidak tahu kapan akan kaya, jangan siakan kesederhanaan yang ada".
"Jo, om gak mampir, langsung pulang"
"Udah mau magrib ni" ucap Bastian yang menurunkan bocah itu di depan gerbang rumah besarnya.
"Wookey om"
"Makasih ya om, mi ayamnya. Sering sering ya om" Jodhi merasa menemukan arti hidup setelah bertemu dengan Raka dan keluarganya.
Setelah saling melambaikan tangan Jodhi bergegas masuk ke dalam rumah itu.
Jodhi merasa senang kali ini, setelah puas melampiaskan luapan emosi di dadanya bersama sahabatnya itu.
Ia merasa memiliki seorang saudara.
"Oma Buyut aku pulang" ucap Jodhi begitu memasuki rumah itu.
"Loh Jo, Bagus tadi ke sekolahan jemput kamu. Kamu dari mana aja"
.
.
.
"Kamu tahu kalau temen kamu itu anak orang kaya Ka" tanya Bastian seraya fokus di kemudinya.
"Awalnya aku gak tahu Om, tapi dari tampilannya jelas dia bukan anak singkong kayak aku"
"Jaket sama sepatunya aja barang barang branded yang ori semua om" ujar Raka antusias.
"Cuma dia sering diem, aku jadi kasihan"
"Kamu harus pandai membawa diri Ka" ucap Bastian.
"Dia itu keponakan dari yang punya perusahaan tempat om bekerja" ucap Bastia kagum.
"Jadi om yang kemaren ketemu kita di mall itu, bos-nya om?"
"Benar"
...🍁🍁🍁...
Malam hari mereka semua berkumpul di ruang tengah, Raka terlihat tenggelam dalam pusaran media sosial, membaca artikel seputar Bola Voli.
Bu Kartika sibuk melipat baju baju kering hasil dari jemurannya siang tadi.
Sementara Bastian tengah menonton televisi yang menyiarkan berita nasional.
Lalu Andhira yang sibuk mencatat, sekaligus merekap pesanan orang orang di ke dalam buku.
"Buk, tepung ketan kita masih?"
"Tinggal setengah kilo aja kayaknya, kenapa Dhir?" ucap Bu Kartika seraya melipat baju milik Raka.
"Ini ada yang pesan kue Mendut lagi. Kalau gitu musti belanja lagi besok buk"
"Auwww" rintih Dhira yang merasa bagian tangannya masih nyeri karena tak sengaja menyenggol pegangan kursi itu, luka di lengannya masih basah, tentu saja.
"Kakak kenapa?" Bastian yang tidak mengetahui kejadian itu kini bertanya.
Baik Andhira maupun Bu Kartika juga tidak bercerita kepada Bastian tentang kejadian kemaren siang.
"Loh Bas, kamu belum tahu kalau kakakmu habis melakukan aksi heroik yang membuat dirinya dalam bahaya?" ucap Bu Kartika yang masih tidak senang dengan tindakan nekat Putrinya.
"Aksi heroik apa?" Bastian makin penasaran.
Bu Kartika menjelaskan ceritanya, tentu saja versi dirinya yang kurang setuju akan tindakan Dhira yang begitu beresiko membahayakan nyawanya.
"Benar kak?" Bastian kini tak memandang televisi itu lagi, kini ia tengah sibuk mengorek cerita.
Perhatiannya beralih kepada kakaknya.
Dhira mengangguk," Kasihan orang tua".
Bastian menghembuskan nafasnya," coba sini aku lihat"
Bastian melihat lengan kakaknya yang sudah terbalut kain kasa itu.
"Kakakmu menolak di beri uang, malah dapat kartu nama, tu" Bu Kartika menunjuk sebuah kartu, yang berada di atas bufet kayu jati di rumah tersebut, menggunakan dagunya.
Sejurus kemudian ia pergi dengan membawa tumpukan baju, yang baru saja ia lipat.
"Kartu nama?" Bastian kembali bertanya.
"Ibu tua itu bilang, kalau butuh sesuatu suruh datang ke perusahaan itu" aku gak enak mau nolak untuk keduakalinya, jadi aku simpan saja.
Dhira mencoba menjelaskan.
"Sebenarnya aku tidak memerlukannya"
Bastian segera menuju ke arah bufet, karena penasaran dengan kartu itu.
"Hah, kakak bener di kasih ini?" tanya Bastian di depan bufet, menunjukkan kartu berwarna navy itu ke arah kakaknya yang tengah duduk.
Dhira hanya mengangguk.
"Ini nama perusahaan tempat aku kerja kak"
...🍁🍁🍁...
Jumat pagi ini seperti biasa Dhira mengantar Raka menuju sekolah, berniat sekalian belanja bahan bahan untuk membuat pesanan kue.
Namun nasib sial lagi lagi menghinggapi dirinya.
Ban motornya terkena paku dan bocor, untung saja Raka sudah masuk ke sekolahnya.
Dia mendorong motor matic itu hingga bermeter meter, mencari keberadaan tukang tambal.
Ia berhenti sejenak, rupanya mendorong motor benar benar membuatnya gerah dan letih.
Ia menemukan lapak tukang tambal ban sekitar 20 meter dari tempat ia beristirahat.
"Kenapa mbak" ucap bapak dengan uban yang mendominasi kepalanya.
"Bocor pak"
"Yang belakang ya"
"Iya pak"
"Monggo di tunggu dulu mbak, ini ban tubles jadi gak lama"
Dhira duduk di kursi usang yang berasa di ujung, memperhatikan kelihaian tukang tambal ban, yang ia taksir berusia setengah abad lebih.
Ia mengedarkan pandangannya ke jalan raya, melihat lali lalang kendaraan yang seolah tiada henti.
Namun perhatiannya tertuju ke arah sebuah minimarket di seberang jalan, ia melihat mantan suaminya tengah bersama wanita.
Wanita yang sama, yang membuat rumah tangga mereka hancur.
Mereka terlihat saling tertawa ,seolah dunia hanya milik mereka berdua.
"Bahkan kamu terlihat sebahagia itu mas usai bercerai dariku" batinnya berbicara.
Entah mengapa, hati Dhira masih merasa sakit melihat pemandangan itu. Ia kembali merasa lemah saat ini, merasa di permainkan oleh takdir.
"Sudah beres mbak, cuma kena paku satu tadi" ucap tukang tambal itu seraya memindahkan posisi motor tersebut.
Membuat Dhira menghentikan lamunan bertajuk kesedihan itu.
"Berapa pak?" ucap Dhira.
Setelah selesai menyerahkan selembar rupiah berwarna ungu, bergambar tokoh pahlawan Frans Kaisiepo, Dhira melanjutkan perjalanan menuju toko bahan kue.
Berusaha sekuat dan sebisa mungkin untuk tak memikirkan apa yang barusan ia lihat, hidupnya adalah Raka. Itu sudah pasti.
.
.
.
"Tolong yang biasa bikin laporan suruh ke ruangan saya" ucap Rania kepada Farhan.
10 menit kemudian terlihat Bastian dan Satrio duduk di depan meja kerja Rania.
"Kamu Bastian?" ucap Rania.
"Benar Bu, saya Bastian"
"Kamu tolong buat laporan baru dan susun semua di ordner yang baru ini"
"Saya mau semua file rapi, saya lihat ada beberapa yang hilang di bulan lalu"
"Saya mau semua di benahi"
.
.
"Muke gile bener, bisa sampai keriput kita kalau mulai dari awal" gerutu Satrio yang benar benar tak terima dengan keputusan atasan barunya.
"Cantik sih cantik, tapi aduh" Satrio menggelengkan kepalanya.
"Ya trima aja, ikut orang memang begini" jawab Bastian seraya mendudukkan tubuhnya lemas.
"Enak Bang Togar kalau begini" ucap Satrio.
"Besok dia dapat bagiannya" ucap Bastian yang segera ingin memulai pekerjaannya.
Bastian
Lembur adalah tambahan jam kerja dari porsi biasanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum tuntas, atas keinginan diri sendiri maupun perusahaan.
Dan untuk hari ini, ia memilih lembur atas keinginannya.
"Udah gak kuat gue, lu gak cabut?" ucap Satrio.
"Gue selesaikan hari ini juga, besok gue musti survei lokasi buat toko kakak gue" ucap Bastia tanpa mengalihkan pandangannya ke layar komputer.
Ia sengaja meminta ijin di hari sabtu, karena ia ingin segera mewujudkan keinginannya.
Toko untuk kakaknya.
Ia tak ingin acara besok terganggu, untuk itu hari lebih baik dia lembur dari pada besok.
"Gue cabut duluan" pamit Satrio.
Makin besar pohon, makin kencang pula angin yang menggoyangkannya.
Seperti saat ini, jabatannya sudah lebih baik dari setahun yang lalu. Tapi resikonya juga sama besarnya, tanggungjawabnya besar pula.
Sudah lewat jam 7 malam, ia bergegas menuju pantry untuk menyeduh kopi.
Saat berada di pantry ia bertemu dengan cleaning servis, juga beberapa satpam yang saling lepas sift.
"Mas kok dereng kundur ( mas kok belum pulang)" ucap Joko, salah satu cleaning servis.
"Lembur Ko, kamu belum balik?"
"Kan saya nunggu semua pulang dulu mas" ucap Joko seraya memasukkan sampah sampah ke dalam plastik disposal besar, yang ia bawa.
Bastian lupa, ternyata keputusannya untuk lembur berpengaruh juga terhadap lini lain, yakni cleaning servis.
"Ngopi Ko" tawarnya kepada anak muda itu.
"Mboten ( tidak) mas, saya kembung kalau ngopi" tolak Joko.
Ia membawa cangkir kopi itu menuju ruangannya, namun saat ia hendak berbelok ia masih mendengar suara atasannya.
"Bu Rania belum pulang?" gumamnya.
Ia mendengar atasannya itu, tengah melakukan panggilan di luar ruangan.
.
.
Rania
Ia harus memberitahu Omanya terkait keterlambatannya malam ini. Ia memang selalu saja menjadi pribadi yang workaholic.
Hal inilah yang membuat Jodhi, kerap sendirian bersama neni nya sewaktu di Singapura.
Selepas memberitahu neneknya, ia segera kembali ke ruangannya.
Namun tak di nyana, ia melihat pria yang ia tugaskan untuk memperbaiki semua file atas perintahnya, tengah berdiri menatapnya.
"Loh kamu lembur" ucap Rania.
"Iya Bu"
"Tidak keburu juga kok, kamu bisa pulang dulu" ucap Rania kepada pria itu.
"Saya akan segera membereskannya, lebih cepat lebih baik"
Mereka sama sama diam.
"Ibu mau kopi?" tawar pria itu.
"Boleh, bawakan ke ruangan ya".
.
.
Dengan hati hati Bastian membawa secangkir kopi diatas nampan, ia tak menyuruh Joko lantaran kasihan.
Joko tertidur di kursi panjang yang terletak di sebelah pantry.
Dengan mulut setengah terbuka, menandakan tubuh anak itu amat letih.
"Bu kopinya" ucap Bastian.
"Terimakasih banyak"
Bastian meletakkan kopi itu dengan hati hati, ia melihat sekilas wanita cantik yang mejadi atasannya itu.
"Memang benar benar cantik" gumamnya dalam hati.
Anaknya begitu akrab dengan dirinya, namun ibunya menjadi menakutkan untuknya.
Bisa jadi wanita itu belum tahu bila dia adalah Om dari teman anaknya.
Tapi peduli setan lah, dia bukan siapa siapa juga. Tak perlu memproklamirkan siapa dirinya.
"Duduklah, atau pekerjaanmu masih banyak?" dimalam sunyi bertepatan dengan turunnya hujan, membuat Rania menanggalkan atribut kepemimpinannya.
Ia juga butuh teman mengobrol, dan Bastian bukan pilihan yang buruk.
Bastian kikuk, namun duduk sebentar dia rasa tak mengapa.
"Kau tahu, aku seperti pernah melihatmu" ucap Rania seraya menyeruput kopi buatan Bastian.
"Benarkah" Bastian sengaja menanggapi perkataan atasannya itu.
"Heem, tapi lupa. Atau mungkin kau hanya mirip seseorang" ucapnya.
"Mall Grand city, toko buku Gramedia" ucap Bastian santai.
Rania nampak membelalakkan matanya.
"Ayahnya Raka?"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Lia Kiftia Usman
sampai sini thor...like n kopi nya...saya baca ulang u ke3 kali nya...suka karya mu
2024-06-07
1
Rizka Yulistiana
wkwkwk...
lagian sih pda sok tahu🤣😂
jdi salah paham kan semua??
2022-08-31
1
Nazka Aditya
padahal kayaknya jodoh kamu itu bas....😁😁😁
2022-08-20
0