Bab 8. Berkelahi
.
.
.
...🍁🍁🍁...
" Kalah jadi abu, menang jadi arang!
.
.
Jodhi
Ia tetap dalam mode diamnya sekalipun Abimanyu mengajaknya berbicara.
"Sudah"
"Iya"
"Enggak"
Jawaban singkat dan seperlunya yang terus ia lontarkan, tatkala Abimanyu mencoba berinteraksi dengan dirinya. Ingatannya kembali kepada seorang wanita yang memeluk teman sebangkunya itu.
Sepertinya ibunya.
Ia tak tahu dan tidak mau tahu juga, mengapa mereka terlibat pertengkaran kecil bersama ayah Abi nya tadi.
"Langsung pulang atau mau kemana dulu?" entah pertanyaan ke berapakah ini, Abimanyu selalu membangun kedekatan dengan Jodhi.
"Langsung pulang aja" ketus Jodhi.
Dan masih tetap seperti itu hasilnya, try again try again.
.
.
Raka
Ia melihat kepada seorang Pria tinggi tegap, serta memiliki wajah tampan itu tatkala seorang bocah memanggilnya dengan sebutan ayah.
"Jadi itu ayahnya" detik itu juga, ia bermonolog dalam hatinya.
Pantas saja tampilan anak baru itu kece abis, jelas dia bukan orang bisa seperti dirinya.
Jas mewah yang melekat di tubuh ayahnya, serta mobil yang mereka naiki sewaktu pulang tadi , juga merupakan suatu bukti bahwa mereka merupakan golongan orang tak biasa.
Tapi harus ia akui, dia berhutang budi kepada pria itu. Pria yang menolong mamanya dari serangan papanya.
Ia berjanji akan menyapa bocah yang menjadi teman sebangkunya itu, besok.
...🍁🍁🍁...
"Assalamualaikum" ucap Raka yang barusaja turun dari motor, segera masuk kedalam rumah.
"Walaikumsalam" jawab Bu Kartika, menghampiri mereka keluar.
Saat menatap Dhira yang melepas helmnya, Bu Kartika heran mengapa kardus itu kembali kerumahnya, dengan posisi masih ada di motor Dhira.
"Loh Dhir, ada apa. Gak jadi ke Bu Camat?" ucap Bu Kartika seraya menyongsong putrinya.
"Kacau buk" ucapnya lalu masuk ke dalam, mendudukkan dirinya seraya memijat keningnya yang terasa pening.
"Kacau bagaimana?" Bu Kartika menjawab seraya tutur mendudukkan dirinya di samping Dhira.
Dhira lantas menceritakan kejadian barusan, tanpa tanggung-tanggung. Ia bahkan geram bukan main.
"Ini sudah kelewatan" ucap Bu Kartika yang jelas tak terima anaknya di perlakukan seperti itu.
"Siapa yang nolongin kamu tadi Dhir?"
"Entahlah buk, aku tak sempat bertanya siapa namanya"
"Dia keburu pergi, dia juga jemput anaknya"
"Sebaiknya kita ganti risoles yang rusak" ucap Dhira bangkit, kemudian menuju dapur.
Untung saja tadi sisa tepung dan isian risoles yang tersisa, sudah di goreng semua sama Bu Kartika.
Risoles yang jatuh tadi ia pisahkan, memudahkan dirinya untuk menggantikan jumlah yang rusak.
Akhirnya dia mengantarkan sendiri pesanan Bu Camat, tak lupa dia juga meminta maaf atas keterlambatan waktu pengantarnya kepada istri orang nomer satu di kecamatan itu.
.
.
.
"Lagi ngapain Ka" ucap Bastian kepada keponakannya, yang terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Ini om, lihat lihat" ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya ke layar ponsel.
"Pingin sepatu?" ucap Bastian yang kini duduk di samping Raka, mencoba bergabung dengan hal yang menjadi pusat perhatian keponakannya itu.
"Lihat lihat dulu Om, soalnya sekolahan terpilih buat ikut partisipasi pekan olah raga Provinsi"
"Wow, kamu kepilih?" Bastian takjub.
"Iya, aku kan udah masuk tim voli putra" bangga Raka seraya menjawab.
"Hebat!!" sahut Bastian.
Gelaran acara olahraga terbesar di provinsi itupun akan di hadiri oleh seluruh sekolah SMP yang berada di provinsi itu.
"Sini coba lihat" Bastian mengambil alih ponselnya.
Ia menscroll layar pipih itu naik turun, harganya memang tak murah.
"Kapan tandingnya?" Bastian kini bertanya, seraya mengembalikan ponsel keponakannya.
"Dua bulan lagi" jawab Raka singkat.
"Masih lama, bisalah kebeli nanti" Bastian mengusap pucuk kepala keponakannya, sambil tersenyum.
Tanpa mereka sadari Dhira mendengar percakapan adik dan anaknya itu. Air matanya lolos begitu saja saat melihat interaksi keduanya.
Harusnya ada sosok papa yang bisa memberikan dukungan bagi putranya itu, harusnya segala keperluan Raka bisa ia penuhi.
Tapi keadaan punya kenyataan, ia kini harus berusaha keras menabung untuk biaya sekolah Raka.
Indra bahkan tak pernah memberikan nafkah untuk Raka, harusnya Raka masih menjadi tanggung jawabnya bukan?.
Usianya yang sudah masuk kepala empat itupun, sulit untuk masuk kembali ke instansi yang memberikan persyaratan batas usia di bawahnya, saat memberikan kriteria kebutuhan lowongan pekerjaan.
...🍁🍁🍁...
Hari hari berlalu dengan cepat, Raka mengurungkan niatnya untuk menyapa Jodhi karena bocah itu sungguh bersikap dingin. Membuatnya ciut nyali.
Namun ia merasa kasihan tatkala melihat Jodhi selalu seorang diri, apalagi sempat mengetahui bila Jodhi bersitegang dengan Chiko, berandal kelasnya.
Alasannya karena Lintang, siswi tercantik di kelasnya itu selalu terkagum kagum kepada Jodhi.
.
.
Hari Kamis ini seperti biasanya, Raka akan mengikuti latihan rutin bersama Tim nya. Persiapan pekan olahraga tingkat SMP se Provinsi itu, jelas akan menyita kesibukannya beberapa waktu kedepan.
"Ma, bungkusan bekal dua ya"pinta Raka kepada mamanya.
"Tumben nak" ucap Dhira yang kemudian mengambil satu lagi kotak makan warna tosca.
"Buat temen" jawabnya singkat.
Dhira kemudian menata nasi beserta lauk pauknya di dalam kotak itu, tak lupa ia mengikut sertakan susu kotak dan air mineral ke dalam tas bekal itu.
"Memangnya gak repot bawanya?"
"Enggak, tenang aja"
Di dalam kelas rupanya Jodhi sudah datang lebih dulu. Duduk sibuk dengan ponselnya, dengan muka datar. Seperti biasanya. Tak ramah dan terkesan sombong.
Raka yang baru saja datang, segera meletakkan bekal dan tasnya ke laci bangkunya. Saat akan membuka mulutnya untuk berbicara, ia dikejutkan dengan rombongan Chiko, Genta dan Adip yang datang menyatroni Jodhi.
"Heh, gak usah sok jagoan Lo anak baru" Chiko menggebrak meja duduknya.
Raka melirik sekilas, sementara Jodhi hanya memasang wajah datar dan tak terkejut.
"Aku gak ada urusan sama kamu" ucap Jodhi menatap sekilas wajah Chiko, kemudian kembali ke layar datarnya.
"Gak usah belagu lo" Chiko mencengkeram kerah baju seragam Jodhi, membuat Raka tak bisa tinggal diam.
"Heh apa apaan ini" ucap Raka.
"Gak usah ikut campur Lo!!! bocah gak ber bapak" ucap Genta, yang menyahut.
Ucapan Genta baru saja terang membuat jiwa lelakinya bangkit, ia melompat dari atas bangku itu dan menghantam wajah Genta, hingga membuat bocah gendut itu beringsut menabrak deretan bangku di belakangnya.
Jodhi kemudian menaruh ponselnya, sejurus kemudian dia mendorong tubuh Chiko.
"Bough, Bhough" mereka terlibat perkelahian di kelas, membuat salah satu siswi segera menuju kantor guna melaporkan kejadian itu.
"Bu ada yang berkelahi" ucap seorang siswi kepada guru yang berada di kantor, tengah bersiap memulai jam mengajar.
Bu Winda, Bu Retno dan pak Jajat terkejut melihat pertikaian para muridnya di dalam kelas 7A itu.
"Berhenti kalian semua!!" ucap pak Jajat.
Namun mereka masih melakukan aksi saling balas, saling tinju seolah ingin menghabisi satu sama lain.
"Berhentiiii!!!!" pak Jajat sudah berada di ambang batas kesabarannya.
Membuat lima bocah ingusan itu menghentikan aksinya, dengan nafas memburu juga wajah yang babak belur, saling menatap penuh kebencian.
"Ikut semua ke kantor" ucap Bu Retno kepada mereka yang terlibat.
Lintang , seorang siswi teman Raka yang baru saja datang itupun memandangi satu persatu wajah teman sekelasnya yang babak belur itu.
"Ada apa?" tanya lintang kepada Cindy, teman sekelasnya.
"Ga tau, serem banget si Jodhi sama Raka tiba tiba mukul Chiko and the geng" jelasnya.
.
.
.
Abimanyu
Ia mendapat panggilan saat dirinya tengah memimpin rapat evaluasi dengan para SPV di perusahaannya.
Panggilan ketiga yang terpaksa membuat dia meraih benda pipih, yang menggelepar di saku celananya itu.
Rania calling
"Rania?" ucapnya menatap layar ponsel yang berkedip itu.
"Van, kau lanjutkan. Aku permisi sebentar" ucap Abimanyu kepada Devan.
"Baik tuan"
Secepat kilat dia keluar ruangan, dan mengangkat sambungan telepon dari adiknya itu.
"Hallo"
"Kak, tolong ke sokolahan Jodhi sekarang juga. Dia dia berkelahi. Wali murid suruh datang kesana" ucap Rania dengan nada panik.
"Berkelahi?" ucapnya dalam hati.
"Hallo, kak"ucap Rania yang tak mendapat jawaban dari kakaknya.
"Baiklah, aku kesana sekarang"
Ia bahkan harus menunda rapat tersebut, ia mengajak serta Devan menuju sekolah TUNAS BANGSA.
.
.
.
Andhira tergopoh-gopoh saat menuju ruang yang di infokan melalui sambungan telepon tadi.
...Ruang BP...
Begitulah tulisan yang tercetak pada papan kayu berbentuk persegi panjang, yang berada di atas pintu berwarna coklat itu.
Saat ia masuk ruangan itu, dia mendapati putranya tengah duduk di kursi panjang, sederet dengan 4 anak laki laki lain, dengan wajah babak belur.
"Astaga Raka!!?!" ia memegangi dadanya.
"Ada ini Bu" ucap Dhira spontan, kepada kepala sekolah dan seorang guru laki laki yang duduk di kursi kayu itu.
"Silahkan duduk dulu Bu, sembari menunggu yang lain" ucap kepala sekolah.
Dhira menatap wajah putranya yang terus tertunduk. Raka tak pernah seperti itu sebelumnya.
Sekolah ini belum pernah mengalami kejadian seperti ini, ini adalah kali pertamanya sekolah itu mendapati muridnya terlibat perkelahian di kelas.
Jelas sebuah tindakan yang tak di benarkan. Dhira menatap wajah anaknya yang terus menunduk. Wajah Raka mengisyaratkan penyesalan saat ia tahu bila mamanya sudah datang.
Ada rasa marah, kecewa, sedih, kasihan campur jadi satu. Apa yang sebenarnya terjadi.
Beberapa menit kemudian satu persatu orang tua dari murid yang lain telah datang. Dia terkejut saat melihat orang terakhir yang masuk di barisan paling belakang.
Pria berjas hitam, dengan wajah tampan penuh kewibawaan yang kini duduk berhadapan dengan dirinya.
"Loh, bukannya dia " ucap Dhira dalam hati, mengingat kembali pria tersebut.
Ia langsung mengidentifikasi satu persatu siswa laki laki yang duduk di samping anaknya, dan benar. Itu adalah pria yang menolongnya kapan hari itu.
"Baik bapak ibu, karena semua sudah hadir saya akan memulai pertemuan ini" ucap seorag pria yang kini duduk di meja kebesarannya.
...Jajat Nata Prawira...
...Guru BP...
Itulah nama yang tercetak di papan kayu, yang berada di atas meja dekat dengan tumpukan buku buku.
"Saya sangat menyesalkan kejadian pagi ini Putra Bapak Ibu sekalian terlibat perkelahian pagi ini"
Ucapan guru itu tak pelak membuat semua wali murid syok.
Masalah ini harus segera di selesaikan bukan?, guna menghindari agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali, kepala sekolah memutuskan untuk menghubungi orang tua masing masing.
Agar dapat membantu, dan memberikan arahan pasca kejadian ini.
.
.
Abimanyu
Dia cukup terkejut, saat melihat wanita cantik dengan rambut sebahu yang tengah duduk dengan wajah pucat itu.
Ia mengingat kembali wajah wanita, yang menurutnya tak asing itu. Telinganya bahkan tak merekam penjelasan guru BP itu dengan saksama, ia justru mengamati wanita itu dengan tanpa berkedip.
Wanita cantik, sopan dan pernah mengalami masalah dengan seorang lelaki kapan hari.
"Baik , kita sudah mendengar penjelasan semua siswa. Saya harap bapak ibu untuk tinggal sementara disini"
Ucap Bu Retno kepada wali murid, setelah mempersilahkan kelima murid itu untuk kembali ke kelas.
Apa? penjelasan apa? Abimanyu bahkan tak menangkap satu kata pun dari ucapan siswa itu. Ia malah terfokus kepada wanita yang duduk, di depannya itu.
"Si al!!" dia mengumpat kepada dirinya sendiri.
...🍁🍁🍁...
Di kelas 7A
"Kau baik baik saja?" Raka kini membuka percakapan dengan Jodhi.
"Hemm, kau?" tanya Jodhi balik saat dia sudah duduk di bangku, menunggu pergantian jam pelajaran.
Mereka sudah ketinggalan satu mata pelajaran pagi ini.
"Terimakasih" ucap Raka tersenyum.
"Untuk apa kau berterimakasih" tanya Jodhi kini menatap wajah Raka yang sama bonyoknya dengan dirinya.
"Karena sudah membantuku" ucap Raka yang merasa Jodhi sudah membantunya memberi pelajaran kepada Chiko and the geng .
"Dia yang memulai, lagipula aku yang menjadi sasarannya. Bukan kamu" ini adalah kali pertamanya Jodhi berbicara panjang.
Dan hari itu, menjadi titik temu kedua bocah itu.
"Raka" ucap Raka mengulurkan tangannya.
"Jodhi" balas Jodhi menerima uluran tangan Raka, mereka bersalaman.
Sangat aneh bukan, sudah beberapa hari menjadi teman sebangkunya. Namun belum saling berkenalan.
Tunggu dulu, tadi sudah bersalaman tanda berteman kah?, yeah!!
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
Ilan Irliana
Jodoh'y Rania adlh Bastian...ayyeee..
2023-08-13
0
erna erfiana
salpok sama pa jajat guru BP, nama yang cocok 😁
2022-09-23
0
🍃❄️ WAHYUNINGTIYAS❄️🍃
tulisannya rapi pemilihan bahasanya oke dan sejauh ini gak ada typo /salah nama 👍👍👍👍👍👍👍 alurnya dan ide cerita bagus semua🥰
2022-09-03
0