Bab 6.Sikap Jodhi
.
.
.
...🍁🍁🍁...
Dirumah besar dengan luas tanah yang hampir seluas lapangan sepakbola itu, terlihat geliat kesibukan para ART yang sudah memiliki tugas masing masing.
Bik Surti sebagai kepala pelayan disana yang bertanggung jawab pada pekerjaan Siti dan Endang dua pelayan yang turut membantunya.
"Kamar atas itu bersihin ya, Jodhi hari ini datang" titah Nyonya Regina kepada Bik Surti.
"Baik nyonya" jawabnya mengangguk hormat.
Hari ini cucu kedua Nyonya Regina akan kembali ke Indonesia bersama cicitnya.
Rania Qirani, wanita dengan usia 28 tahun menjadi janda karena suaminya almarhum Chandra Mavendra yang turut menjadi korban kecelakaan pesawat bersama kedua orangtuanya 5 tahun silam.
Mereka mengalami kecelakaan di daerah laut Indonesia barat karena cuaca buruk, selepas menghadiri pernikahan koleganya. Jenazahnya tidak di ketemukan, bahkan hingga tujuh hari pencarian oleh Tim SAR.
13 Oktober menjadi hari kelam bagi keluarga Aryasatya.
Bisma Aryasatya dan Ratih Pregiwati adalah nama kedua orang tua Abimanyu dan Rania.
Rania memiliki seorang putera berusia 12 tahun, Jodhistira Mavendra. Anak yang cerdas tengah duduk di bangku kelas 1 sekolah menengah pertama.
Selama ini Rania bersama Jodhi tinggal di Singapura, ia menjalankan pekerjaan orang tuanya yang memiliki cabang disana.
Singkat cerita Rania menikah dengan Chandra karena kecelakaan yang membuat dirinya hamil, mereka lantas menikah di usia belia dan setelah Jodhi lahir nyonya Regina lah yang membantu mengasuhnya.
Mereka berdua kemudian meneruskan kuliah, sibuk dengan pendidikan yang tertunda karena kesalahan mereka sendiri.
Sampai akhirnya petaka datang di kehidupan Rania, ia memutuskan untuk pergi keluar negri sebagai upaya untuk tak larut dalam kesedihan karena di tinggal oleh Chandra, untuk selamanya.
"Gos, kamu berangkat sekarang saja. Jangan sampai Rania menunggu lama nanti" Titah nyonya Regina kepada Bagus, sopir sekaligus tukang kebun untuk berangkat ke Bandara.
"Siap nyonya" Bagus tanpa menunda lagi segera melesat menuju Bandara.
Bandara Internasional kota J
.
.
Sudah lama sekali Rania meninggalkan kota ini, terakhir kali dia meninggal tanah kelahirannya ini saat usia Jodhi masih 8 tahun.
"Nona Rania" ucap Bagus yang melihat wanita cantik itu tengah berdiri di samping troli, yang berisi beberapa koper besar.
Di sampingnya juga terdapat anak laki laki yang tampan, dengan mengenakan ransel dan headset yang tersumpal di telinganya.
Bersikap dingin dan cuek, cenderung tak peduli dengan apapun.
"Bagus?"
"Ya Allah Gus, kok tambah item kamu" ucap Rania kepada supir muda itu.
Bagus dengan sigap dan cekatan mengambil barang barang milik Rania, dan segera memasukkan ke mobil yang sudah ia parkirkan di dropship khusus jalur penumpang.
Tanpa menunggu lama mereka kemudian menuju rumah utama keluarga Aryasatya.
"Oma..." ucap Rania setengah berlari dan memeluk erat neneknya, pelukan haru dan kerinduan yang terbayar lunas sudah oleh pertemuan.
"Kamu masih tetep aja kurus begini" nyonya Regina membolak balikkan tubuh cucunya itu.
"Oma apa kabar"
"Seperti yang kamu lihat sekarang" ucap Nyonya Regina tersenyum, memperlihatkan barisan giginya yang rapi.
"Jodhi, kamu sudah setinggi mama kamu nak" nyonya Regina memeluk erat cicitnya itu, serta menciumnya.
Bukti nyata kerinduan seorang Nenek Buyut.
Sementara Jodhi hanya tersenyum tipis, benar benar kaku.
"Kak Abi mana?" Ucap Rania memanggil sebutan kakaknya. Satu nama namun lain lain sebutannya untuk dua orang anggota keluarganya.
"Dia ke Kabupaten B, rekannya ada yang menikah"
"Siapa?" ucap Rania sambil mendudukkan tubuhnya di sofa empuk.
"Anaknya Edy Darmawan, David"
"Oh, aku ingat teman kuliah kak Abi kan?"
"Iya, lusa dia pulang"
"Kak Gwen gimana?" ucap Rania sembari membuka ponselnya.
"Ma aku capek" Jodhi malas mengikuti obrolan dua orang tua itu.
"Astaga, maafkan Oma Buyut sayang. Endang...Endang"
"Saya Nyonya" ucap endang yang lari tergopoh-gopoh.
"Antar Jodhi ke kamarnya"
"Mari Den saya antar"
Sejurus kemudian Jodhi mengikuti langkah ART nya itu dengan wajah datar.
Nyonya Regina melanjutkan kembali obrolannya dengan cucunya itu, setelah terinterupsi dengan rengekan Jodhi.
"Berkali kali aku ini sudah menyuruh dia buat membuka hati untuk orang lain, waktu satu dekade sudah membuktikan bila Gwen sudah tak mengharapkan Bima lagi" ucap nyonya Regina menerawang.
Memang benar, jika di telisik 10 tahun kepergian Gwen jelas menerangkan bahwa hubungan itu sudah tak bisa di lanjutkan.
"Tapi kakakmu itu selalu saja mengelak dan tak menanggapi bila Oma membahas hal itu"
"Kau pun juga sama dengan dia" nyonya Regina menarik nafasnya dengan berat.
"Aku kasihan dengan kalian berdua, masih muda kenapa tidak ada yang mau melanjutkan hidup"
Nyonya Regina terlihat sedih, bagaimana tidak. Dua cucunya itu sama sama menyandang status Single.
Bedanya jika Rania jelas karena suaminya telah meninggal, namun lain halnya dengan Abimanyu. Jelas dia masih terbelenggu bayang bayang Gwen.
"Nanti kita bicara lagi Oma, aku mau mandi dulu"
...🍁🍁🍁...
Siang ini Andhira sudah terbiasa menjemput Raka di sekolahnya," anak mama kelihatan capek banget sih", ucap Rania saat melihat Raka yang menghampirinya dengan wajah lesu.
"Kita langsung pulang aja ma" ucapnya dengan wajah merengut.
"Loh katanya mampir beli sepatu"
"Besok aja lagi malas"
Sejurus kemudian saat Andhira akan menstater motor maticnya, ia dikejutkan dengan kemunculan Indra dari dalam gerbang sekolah.
Deg
Sudah hampir dua bulan lebih ini ,dirinya tak menjumpai Indra.
Bahkan mereka berdua sama sama mangkir dari sidang perceraian yang sudah teragendakan.
Definisi dari tidak ada yang tersisa lagi antara mereka berdua.
"Dhira tunggu" ucap Indra menghentikan motor Dhira yang sudah hendak ia tancap gasnya.
"Sebentar saja" ucap Indra memohon.
Raka membuang mukanya ke arah lain, malas , muak dan ogah memandang wajah papanya.
Indra sepintas menatap Raka yang terlihat kesal.
"Ada apa mas?" hati Dhira berdetak khawatir.
"Tadi aku mau jemput Raka, tapi dia menolak"
"Dia itu masih anakku, kamu jangan kasih doktrin dia macam macam donk biar dia gak menghindar begini"
Dhira yang masih di posisi diatas motor itu sontak geram, apakah sesudah dirinya bukan menjadi istrinya masih saja harus merasa sedih seperti saat ini.
"Raka sudah besar mas, dan asal mas tahu, aku gak pernah ngomongin atau ngajarin dia buat ngejauhin kamu"
"Kamu sadar diri dong mas, selama ini kamu atau dia yang menjauh"
"Aku permisi" ucap Dhira yang kesal, dan merasakan matanya sudah mulai memanas. Hendak mengeluarkan cairan bening.
Dengan terburu-buru Dhira menstater motornya, kemudian tancap gas tanpa memperdulikan lagi Indra yang berubah menghadang.
"Dhira!! Dhira!!!, aaarrrghhhh"Ia mengacak rambutnya frustasi.
Indra terpaksa menyingkirkan tubuhnya agar tidak di tabrak oleh Andhira.
Ia frustasi, sebagai seorang papa ia memiliki intuisi alami ingin bertemu dengan anaknya itu.
.
.
"Aku pulang" ucap Raka saat memasuki rumah neneknya itu.
"Assalamualaikum" ucap Dhira seraya melepaskan helm yang ia kenakan.
"Walaikumsalam"
"Raka sudah pulang, ganti bajunya sana dulu. Terus makan, tadi cing Tami bawain ikan nila, Uti masak koyong tadi" ucap Bu Kartika menyambut cucunya itu.
"Gak jadi beli sepatu" tanya Bu Kartika yang ikut duduk searah dengan posisi Dhira.
"Raka gak mau" ucapnya dengan wajah badmood.
"Ada masalah?" Bu Kartika coba mengidentifikasi wajah kusut Dhita dengan alis yang bertautan.
"Mas Indra tadi ke sekolah Raka"
"Nuduh aku menghasut Raka buat ngejauhin dia" ucapnya masih kesal.
Bu Kartika tersenyum, jadi ini toh yang membuat anaknya itu kesal bukan main.
"Sebaiknya kamu shalat dulu"
"Biar hati tenang"
Ucap Bu Kartika kemudian berdiri dan pergi menuju meja makan, berniat meladeni makan siang Raka.
Andhira yang melipat kedua tangannya ke dada itu masih terlihat mengeluarkan nafasnya dengan kembang kempis.
Sejurus kemudian, ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, tentu saja saran dari ibunya itu adalah saran terbaik.
...🍁🍁🍁...
Setelah dua hari berada di Kabupaten B, akhirnya Abimanyu sudah kembali ke kota J.
Ia sudah mengetahui bila adik dan keponakannya itu, kini berada di rumah besarnya.
"Jodhi biar sekolah disini kak, dia gak betah disana" ucap Rania yang kini tengah berada di ruang kerja Abimanyu, yang berada di sebelah kamarnya.
"Ada apa sebenarnya, tiba tiba kau memutuskan untuk pulang" Abimanyu menghentikan kegiatannya di depan laptop itu.
"Aku gak tahu, Jodhi anaknya tertutup banget"
"Udah tiga kali dapat peringatan dari sekolahnya disana, dia juga udah pindah pindah mulu" ucap Rania putus asa membeberkan keadaan sebenarnya kepada saudara tuanya itu.
"Aku akan mengurus sisa sisa pekerjaanku disana, setelah itu aku juga akan pindah kemari"
"Kakak tolong carikan orang kepercayaan kakak buat handle yang di sana ( Singapura)"
Abimanyu terlihat menatap adiknya itu serius, nampaknya keponakannya itu sedang tidak baik baik saja.
"Apa kau yakin Jodhi akan mau bersekolah disini?"
"Aku sudah bicara sama Oma, Oma setuju. Mungkin dia kurang dapat perhatian keluarga, kakak tahu sendiri disana aku sibuk"
"Dia sama Neni nya saja setiap hari"
Ucapan penuh penyesalan dari Rania itu, membuat hati Abimanyu terenyuh.Bagaimana bisa keponakan satu satunya itu, selama ini haus kasih sayang.
"Baiklah, aku akan bicara dengannya nanti. Kapan kau akan kembali?"
"Rencananya lusa setelah Jodhi selesai daftar di sekolah barunya"
"Kemana dia akan kau daftarkan?"
"Oma bilang di sekolah kakak dulu, SMP TUNAS BANGSA"
.
.
Abimanyu mengetuk pintu kamar bocah 12 tahun itu.
Tok tok tok
"Ini Ayah Abi, boleh masuk?" Abimanyu mengetuk pintu kamar Jodhi.
"Gak di kunci" ucap Jodhi dari dalam, namun masih bisa di dengar oleh Abimanyu.
Saat memasuki kamar bocah itu, Abimanyu melihat anak itu sibuk dengan gadgetnya. Mungkin bermain game.
"Apa kabar boy" sapa Abimanyu, karena memang sedari pagi baru bisa bertemu dengan keponakannya itu.
"Baik" sahutnya ketus.
"Kamu lagi ngapain?" Abimanyu mencoba berinteraksi dengan keponakannya itu.
Selama ini, mereka memang tidak dekat. Hanya Oma lah yang sering melakukan video call dengannya.
"Main game"
Nampaknya usaha Abimanyu belum berhasil, tiap mencoba membangun komunikasi yang baik antara dirinya dengan Jodhi, selalu saja gagal.
"Enggak"
"Udah"
"Iya"
"Iya"
Hanya jawaban singkat yang keluar dari bibir bocah tampan itu.
"Besok Ayah antar daftar sekolah ya"
Jodhi hanya diam, dan "Aduhhh" keluhnya saat game favorit yang tengah dia mainkan, mengalami kekalahan.
"Percuma sekolah, ga punya teman" ucapnya acuh, cuek dan terkesan apatis.
Ia memainkan ujung jarinya, tak berminat menatap wajah Abimanyu.
Rumit, dan begitu sulit. Apa yang terjadi dengan keponakannya itu, sikap yang ditunjukkan Jodhi benar benar menunjukkan jika bocah itu sedang tidak baik baik saja.
"Ada, disana sekolahnya bagus, gurunya ramah ramah"
"Banyak ekskul nya"
"Basket, band, voli..." ucapan Abimanyu terjeda.
"Aku ngantuk mau tidur" Jodhi menutup tubuhnya dengan bad cover karakter salah satu tokoh superhero di Avanger itu.
Abimanyu menarik nafasnya dalam. Tak mudah rupanya menaklukkan anak banteng ini.
"Baiklah, kita mulai besok" ucapnya dalam hati.
"Baiklah, selamat malam" ucap Abimanyu, kemudian menutup pintu kamar Jodhi setelah mematikan lampu kamar itu.
Jodhi sebenarnya belum ngantuk, ia hanya malas saja berbicara dengan orang tua. Baginya sama saja, tak ada yang mengerti, tak ada yang peduli.
Namun ia yang mendengar voli dalam ucapan Pakde nya itu, sebenarnya ada buncahan rasa ketertarikan. Ia tak mahir, namun gemar menonton pertandingan itu.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 271 Episodes
Comments
RyanA MdHse
Andhira typho Rania
2023-04-06
5
momy ida
jhodi bakal jdi best friend nya raka.........???
2022-09-18
0
Nartye Sikki Siradjang
bearti rania nikah d saat usianya mash -+ 15 thn donk, setahun kmudian mlahirkan...
2022-09-12
0