Anindya masih berdiri di depan pintu ruangan itu. Ia ragu untuk mengetuk pintu itu. Bagaimana jika pria itu mengusirnya? Atau menyiramkan kopi itu ke wajahnya? ah, dia tak mungkin sekejam itu padanya kan? Tapi kopi ini akan dingin jika tak segera diantar. Masa bodoh dengan apa yang akan terjadi.
Ia akhirnya mengetuk pintu berwarna coklat tua itu. "Tuan! Saya ingin mengantarkan kopi untuk anda! " ucapnya ragu.
Tidak ada sahutnya dari arah dalam. "Tuan! " serunya lagi.
Adrian menyuruhnya untuk masuk. Anindya memegang handle pintu itu dan memutarnya agar pintu itu bisa terbuka. Ia masuk kedalam dengan hati-hati agar tidak membuat keributan. Ia akan langsung pergi setelah meletakkan kopi itu diatas meja.
Adrian sedang duduk di kursinya. Ia membelakangi meja. Anindya bisa bernafas lega. Karena pria itu tak tahu jika dirinya yang mengantarkan kopi untuknya. Ia segera meletakkan kopi itu di atas meja.
"Ini kopinya tuan! " ucapnya lalu segera membalikkan tubuhnya untuk pergi. Ia mendekap erat nampan kosong itu didadanya.
Namun langkahnya terhenti begitu melihat rak-rak besar yang memuat banyak sekali buku disana. Ia sangat suka sekali membaca. Apalagi membaca buku-buku pengetahuan tentang kesehatan. Dulu ia pernah bercita-cita menjadi seorang dokter, tapi ia harus mengurungkan niatnya itu karena masalah ekonomi. Ya, untuk masuk ke sekolah kedokteran tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Ia sempat berpikir untuk mencari beasiswa, namun lagi-lagi ia harus berhenti karena neneknya yang sakit-sakitan.
Ia melihat judul-judul buku yang terpajang disana. Ternyata ada banyak buku tentang kesehatan disana. Mungkin karena tuan muda kedua rumah ini adalah seorang dokter. Ada juga buku tentang bisnis, keuangan dan masih banyak lagi terpajang disana.
Tanpa sadar ia mengambil sebuah buku tentang makanan yang baik untuk jantung dari rak itu. Lalu membuka dan membaca isinya. Ada banyak sekali hal yang bisa dipelajarinya dalam buku itu.
"Apa kau terbiasa mengambil sesuatu tanpa izin? " tanya Adrian mengagetkan Anindya yang sedang larut dalam bukunya.
Anindya bergidik kaget saat mendengar suara itu. Ia lalu menutup buku itu dan meletakkannya kembali ke tempatnya.
"Maaf! Aku.. . aku sangat menyukai buku. Jadi jika melihat banyak buku seperti ini, aku jadi tiba-tiba bersemangat untuk membacanya." Ia tiba-tiba saja merasa sangat antusias saat menjelaskan tentang kegemarannya itu pada Adrian. Bahkan ia sampai melupakan rasa takut yang sedari tadi menguasainya.
Namun berbeda dengan Adrian, terlihat jelas rasa ketidaksukaan yang terlukis di wajah dinginnya itu. Ia hanya menatapnya dengan tajam. Sehingga membuat Anindya tertunduk takut.
Aduh! Sepertinya aku sedang dalam masalah besar sekarang! batinnya.
Adrian sedang merasa pusing saat ini sehingga ia tak ingin lebih lama lagi meladeni wanita itu.
"Pergilah!" perintahnya tegas tanpa menoleh kearahnya.
Pria itu tampak memijat pangkal hidungnya. Ia sepertinya memang sedang tidak sehat saat ini. Anindya segera pergi dari sana sebelum pria itu berubah pikiran dan memarahinya. Ia menutup pintunya perlahan agar tidak membuat keributan. Anindya seketika menyandarkan tubuhnya di depan pintu. Ia mengelus dadanya yang terasa lega karena sudah berhasil melalui rintangan terberatnya.
Sepertinya ia harus membiasakan dirinya mulai saat ini. Karena setiap hari ia harus menghadapi pria dingin itu.
_______________
Anindya membantu Sofia untuk menyiapkan makan siang di ruang makan. Beberapa jenis masakan mereka hidangkan diatas meja makan. Gurami panggang, kare ayam, capcay dan lainnya. Juga beberapa potong buah segar sebagai pencuci mulut.
Saat melihat gurami panggang, ia teringat kembali dengan neneknya. Itu adalah makanan kesukaan neneknya. Beruntung Anindya tinggal di darah pesisir pantai, sehinnga ia bisa menikmati ikan mahal itu tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Ia suka memanggang atau mengukusnya untuk neneknya.
Neneknya sangat senang sekali jika Anindya menghidangkan ikan itu untuknya. Tapi kini semua itu tinggal kenangan. Ia hanya bisa mengingat semua kenangan indah yang terukir bersama neneknya di dalam hati.
"Anindya! Anindya! " panggil Sofia membuyarkan lamunannya.
"Ha! Iya bu! " sahutnya setelah sadar dari lamunan panjangnya.
"Apa yang kau lamunkan?" tanyanya heran.
"Tidak! Aku tidak melamunkan apa-apa! " jawabnya berbohong.
Sofia tersenyum. Ia kemudian menyuruh Anindya untuk memanggilkan Zein dikamarnya untuk makan siang. Ia segera pergi dari ruang makan. Rumah ini terlalu besar untuk ditinggali. Jarak tempuh dari ruang tamu ke kamar saja sangat jauh.
Tak lama kemudian, Anindya kembali bersama Zein ke ruang makan. Disana sudah ada Adrian yang menunggu mereka di meja makan.
"Kau benar-benar tidak bekerja hari ini? Apa sakitmu parah? " tanya Zein pada cucunya itu setelah duduk bersamanya.
"Kakek sepertinya tidak senang melihatku ada dirumah!" gerutunya.
"Kau ini! Bukannya tidak senang. Biasanya kan kau sangat senang bekerja. Jadi kakek heran saja jika kau tiba-tiba malas bekerja." ledeknya.
Adrian hanya melirik kearahnya. Ia mengambil nasi dan lauk yang ada dihadapannya. Lalu meletakkannya sendiri ke dalam piringnya. Anindya juga ikut duduk bersama mereka. Ia duduk berhadapan dengan Adrian tapi tak berani menatap pria itu. Ia mengambilkan nasi dan lauk untuk Zein.
"Terima kasih." ucapnya pada Anindya.
"Oh ya! Apa kau jadi bertemu dengan temanmu besok?" tanyanya pada Anindya.
"Iya kakek! Besok siang Anin akan bertemu dengannya." jawabnya.
"Baiklah! Besok kakek akan menyuruh supir untuk mengantarkanmu kesana." sarannya.
"Tidak perlu kakek. Biar Anin naik bus saja. Lagipula kampusnya tidak jauh sini." tolaknya.
"Tidak boleh! Kau belum hafal betul jalanan kota ini. Bagaimana jika kau tersesat. Tidak! Biarkan supir saja yang mengantarkanmu." bujuknya.
"Tapi kek..! "
"Jangan membantah kakek. Atau kau tidak boleh pergi." Adrian dengan cepat menyela pembicaraannya dengan nada mengancam tanpa menoleh kearahnya.
Anindya akhirnya pasrah saja mengikuti saran dari kakek Zein, karena sejujurnya ia lebih takut dengan pria tampan dihadapannya itu yang sedang memakan makanannya dengan sikap elegan.
_____________
Anindya sedang menemani Zein di ruang santai. Pria baya itu terlihat sedang membaca surat kabar hari ini. Sementara Anindya juga sedang membaca novel romansa yang dipinjamkan oleh Zein padanya.
Dirumah ini Anindya memang tidak banyak melakukan pekerjaan karena Zein tidak memperbolehkannya untuk bekerja. Sebenarnya Anindya sangat bosan karena seharian berada dirumah. Dulu saat neneknya masih hidup, ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan mengurus neneknya untuk menghabiskan waktu. Sehingga ia tidak merasa bosan sedikitpun.
Tapi kini, ia sendiri bingung mau apa dan bagaimana. Tapi besok ia akan bertemu dengan sahabatnya dulu semasa duduk di sekolah menengah atas. Ia baru saja ingat jika mempunyai seorang teman disini. Dan beruntungnya lagi ia masih menyimpan nomor ponselnya dan berhasil menghubunginya.
Anindya berencana untuk mencari pekerjaan disini dan hidup sendiri. Ia tidak ingin merepotkan orang lain lagi. Ia sangat berharap jika Zein mengizinkannya untuk hidup mandiri diluar sana. Walaupun mungkin ia harus berusaha keras untuk meyakinkan pria itu nantinya.
_____________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Dinda Dede
lanjutan nya thor suka sama ceritanya
2020-06-04
1