Anne Larasati nama wanita itu. Ia seorang mahasiswa di Fakultas Psikologi semester empat. Dulunya ia belajar di sekolah menengah atas yang sama dengan Anindya. Mereka berteman baik selama tiga tahun. Namun mereka harus berpisah saat kelulusan sekolah karena Anne ingin melanjutkan pendidikannya di kota. Kini setelah berpisah selama dua tahun, mereka bertemu kembali.
"Untung saja aku masih menyimpan nomor ponselmu dan kau masih bisa dihubungi. Jika tidak, aku tidak tahu lagi harus minta tolong pada siapa." ucap Anindya sambil meminum jus nya.
Saat itu kebetulan jam istirahat. Anne baru ada kelas jam sebelas siang nanti. Mereka duduk dikantin Universitas sembari menghabiskan waktu.
"Kau benar-benar yakin akan keluar dari rumah itu?" tanya Anne setelah Anindya menjelaskan semua padanya.
"Iya. Keputusanku sudah bulat. Aku tidak ingin merepotkan mereka lagi. Aku tidak ingin menjadi beban untuk siapapun." jelasnya.
"Jika masalah tempat tinggal dan pekerjaan mungkin aku bisa membantumu. Tapi jika tentang masalah biaya hidup, maaf aku tidak bisa membantumu. Kau tahu sendiri kan jika gaji bulananku hanya cukup untuk biaya hidup juga biaya kuliahku." ucapnya.
"Aku tahu. Aku masih punya sedikit tabungan untuk biaya hidup sebulan kedepan. Sekarang yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya menjelaskan tentang itu pada kakek. Aku takut jika ia tidak akan mengizinkanku dengan mudah." Anindya terlihat bingung.
"Iya. Mungkin awalnya akan sulit. Tapi bagaimanapun keadaannya, kau tetap punya hak untuk mengatur hidupmu sendiri, bukan? Aku rasa kakek pasti akan mengerti tentang keinginanmu itu. Jika perlu, aku akan membantumu untuk menjelaskan pada kakek nanti."
"Benarkah? Kau mau membantuku?" tanyanya.
"Iya. Jika kau butuh bantuanku. Katakan saja padaku." sahutnya.
"Terima kasih ya. Dari dulu aku memang selalu bisa mengandalkanmu."
"Itu gunanya teman, bukan? Setelah ini kau mau kemana?" tanya Anne.
"Pulang. Pukul sebelas nanti supir akan datang untuk menjemptku." jelas Anindya.
"Wah! Kau sudah seperti nona besar saja. Kemana-mana naik mobil. Jika hidupmu sudah mewah seperti itu, kenapa kau bersikeras untuk keluar dari rumah itu. Apa kau tidak akan menyesal?"
Anindya terlihat menghela nafasnya. " Untuk apa hidup mewah jika kebebasanmu terkekang. Lagipula aku tidak terbiasa hidup mewah seperti itu. Aku terbiasa hidup susah dan mandiri sedari kecil. Jadi rasanya sama sekali tidak nyaman. Apalagi sepertinya cucu tertua kakek tidak suka padaku. Aku jadi semakin tidak nyaman tinggal disana." jelasnya.
"Benarkah? Apa dia mengatakannya langsung padamu jika dia tidak menyukaimu?"
"Tidak, sih! Tapi bisa dilihat dari sikapnya yang dingin padaku. Dia seakan membenciku."
"Itu kan masih dugaanmu saja. Apa.. dia tampan?"
"Ehm... tampan, sih. Tapi dia terlalu datar. Sama sekali tidak ada ekspresi diwajahnya. Aku saja takut jika bertemu dengannya."
"Takut? Apa dia mengerikan seperti hantu?"
"Sepertinya lebih mengerikan daripada hantu." ucapnya sambil tertawa.
"Apa kau tak menyukainya?" tanya Anne penasaran.
"Suka? Dia saja membenciku, bagaimana mungkin aku menyukainya. Pertanyaanmu itu ada-ada saja." bantahnya.
"Yang benci kan dia bukan kau."
"Sudah! Tidak usah membahas dia lagi. Seperti tidak ada hal lain saja yang perlu dibahas. Ayo ceritakan tentang dirimu. Apa saja yang kau lalui selama dua tahun ini." Anindya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan tentang Adrian.
Anne mulai menceritakan hidupnya yang begitu-begitu saja.
_____________ My dearest wife
Anne menemani Anindya menunggu diparkiran. Sudah pukul sebelas tepat. Tapi, belum terlihat tanda-tanda kedatangan mobil sedan berwarna hitam itu. Apa supir lupa untuk menjemputnya?
"Bagaimana ini? Aku ada kelas sebentar lagi. Apa kau tak apa-apa jika menunggu disini sendirian. Maaf! Aku takut terlambat." ucap Anne.
"Iya sudah. Tidak apa-apa. Biar aku tunggu sendiri saja disini. Mungkin sebentar lagi dia akan datang. Pergilah! Nanti kau terlambat."
"Iya sudah. Nanti jangan lupa hubungi aku lagi ya. Kabari jika ada apa-apa." pesannya.
"Iya. " Anindya memeluk sahabatnya itu. Begitu juga dengan Anne.
Mereka pun berpisah setelah itu. Anindya masih menunggu disana. Sejam berlalu begitu saja. Tapi supir itu belum terlihat datang juga.
"Apa jangan-jangan dia lupa ya untuk menjemputku. Sebentar lagi waktunya kakek makan siang. Ia pasti cemas jika aku terlambat pulang. Apa aku naik bus saja, ya?" gumamnya.
_______________ My dearest wife
Kondisi jalanan terlihat padat hari ini. Karena ada kecelakaan mobil yang terjadi, sehingga membuat lalu lintas menjadi terhambat beberapa saat.
"Tuan! Sepertinya kita akan terjebak lebih lama disini. Apa sebaiknya saya meminta supir lain untuk menjemput nona Anindya?" tanya Romi pada Adrian yang sedang sibuk dengan laptopnya.
"Apa untuk hal sepele seperti itu kau harus bertanya padaku?" tanyanya balik dengan nada kesal.
"Maafkan saya tuan." pintanya.
Romi mengambil ponsel dari dalam saku kemejanya dan menghubungi seseorang.
"Apa kau bisa menjemput nona Anindya?" tanyanya pada seseorang disebrang.
Ia tampak mendengarkan. "Apa kau yakin dia tak ada disana? Apa kau sudah mencarinya disekitar kampus?" ia tampak kaget lalu terdiam kembali mendengar pembicaraannya. Ia menghela nafasnya. "Baiklah! Tetap cari dia." ia lalu mematikan ponselnya.
"Maaf tuan. Tuan besar ternyata sudah menyuruh supir untuk menjemputnya." jelasnya.
"Lalu?" tanyanya dingin.
"Ehm... masalahnya nona Anindya tidak ada disana. Kemungkinan besar ia pulang sendiri naik angkutan umum."
"Lalu... apa hubungannya denganku? Apa dia istriku sehingga aku harus mencemaskannya?" Adrian tampak kesal.
"Ehm..... " Romi tak dapat berkata apa-apa. Ia menyerah jika harus berdebat dengan atasannya itu. Karena sekalipun ia salah, dia yang akan menang.
Adrian tiba-tiba tak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Ia merasa terganggu dengan perkataan Romi. Jika wanita itu sampai hilang, maka kakeknya akan murka padanya. Dan hal itu bisa saja mengganggu kesehatannya. Ia tampak berdecak.
"Putar balik!" perintahnya pada supir.
"Kita akan kemana tuan?" tanyanya bingung karena tiba-tiba saja atasannya itu menyuruhnya untuk putar balik.
Adrian menatapnya tajam. Ia seketika terdiam lalu melirik kearah Romi yang duduk disampingnya.
"Ke kampus." Romi memberikannya jawaban.
"Tapi.. kondisinya tidak memungkinkan untuk putar balik tuan. Karena jalanan terlalu padat." jelas supir itu.
Romi juga bingung. Bagaimana caranya mereka bisa keluar dari kemacetan ini.
_____________ My dearest wife
"Sepertinya aku tersesat. Sekarang aku harus kemana? Aku bahkan tidak tahu ini dimana. Seharusnya aku tunggu saja tadi. Uangku juga sudah habis." gumannya merasa bingung.
Tadi ia memutuskan untuk naik bus kearah rumah. Tapi sayangnya bus yang ia naiki salah arah. Sehingga membuatnya tersesat. Ia turun disembarang tempat. Dan sekarang ia tidak tahu dimana ia berada.
"Bagaimana sekarang? Apa aku berjalan kearah tadi saja, ya! Mungkin aku akan sampai sore nanti. Atau aku pulang naik taksi saja. Tapi pasti mahal. Ah! Aku jadi bingung. Sudahlah! Aku jalan pelan-pelan saja."
Anindya menyusuri trotoar perlahan-lahan. Matahari semakin terik sehingga membuat Anindya merasa haus. Namun, ia senang karena akhirnya bisa menyusuri kota seorang diri. Ia melihat berbagai toko dan restoran yang ada disekitar sana.
Ternyata seperti ini yang namanya kota. Semua serba tersedia di sini. orang-orang tak perlu bersusah payah untuk mendapatkan kebutuhannya. Mereka tak perlu menumpang mobil-mobil besar hanya untuk pergi ke kota.
Ia lalu berhenti disebuah restoran yang ada disana. Sepertinya ada sebuah acara yang sedang diadakan di restoran itu. Sebuah perayaan ulang tahun seorang anak perempuan. Ia terlihat cantik dengan gaun berwarna pink lengkap dengan mahkota dikepalanya. Persis seperti seorang putri. Ia terlihat bahagia karena didampingi kedua orang tuanya. Entah kenapa Anindya merasa iri dengan anak perempuan itu.
Jika saja ibunya masih hidup dan ayahnya tidak meninggalkannya. Mungkin ia bisa seperti anak itu. Merasa bahagia. Tanpa sadar ia kembali meneteskan air matanya untuk kesekian kalinya.
_____________ My dearest wife
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Rahma Aqila
bikin gregetan thor ceritanya... jangan lama2 up nya...👌👌👌
2020-06-08
3
Dinda Dede
lebih banyak up nya thor semangat
2020-06-07
2