"Tuan! Sepertinya kita harus pergi sekarang. Mereka sudah tiba di sini." ucap Sofia pada Zein saat dirinya selesai menerima panggilan di ponselnya.
Pria baya itu tampak ragu. Anindya masih saja belum menampakkan dirinya sedari tadi. Ia masih berada didalam kamarnya. Ia bingung apakah harus pergi dan meninggalkan Anindya seorang diri disini.
"Tuan!" panggil Sofia lagi mencoba memastikan karena tak kunjung mendapat sahutan atas perkataannya tadi.
Pria itu menghela nafas sebentar. Ia menganggukkan kepalanya untuk mengiyakan perkataan Sofia. Ia langsung beranjak dari kursinya. Berjalan ke arah pintu kamar Anindya yang tertutup rapat. Ia mengetuk pintu itu sembari memanggil namanya.
"Anindya! Kami harus pergi sekarang." ucapnya.
Tapi tak ada sahutan dari dalam. Untuk kesekian kalinya, ia menghela nafas berat.
"Ayo! Aku pikir dia masih butuh banyak waktu untuk berpikir." ucapnya pada Sofia.
Ia menghampiri Sari yang juga masih berada disana bersama suami dan anak perempuannya. Zein pamit padanya dan meninggalkan kartu namanya jika seandainya wanita itu memutuskan untuk menyusulnya. Tak lupa ia memberikan sejumlah uang untuk wanita itu sebagai ucapan terima kasihnya karena sudah berbaik hati mengurus Anindya beserta neneknya.
Zein dan Sofia segera keluar dari rumah itu. Mereka diantar dari Sari dan suaminya kedepan rumah. Sekali lagi pria baya itu menatap kearah rumah kecil itu untuk memastikan apakah Anindya benar-benar tidak jadi ikut pulang bersama mereka.
"Tuan!" Sofia lagi-lagi memanggilnya.
Dengan berat hati ia masuk kedalam mobilnya. Begitupun dengan Sofia. Supir segera menyalakan mobil begitu mendapatkan instruksi dari majikannya untuk segera pergi. Mobil itu melaju perlahan. sofia yang duduk di belakang tampak melihat kearah belakang mobilnya sekali lagi. Ia tampak kaget begitu melihat seorang wanita yang tengah berlari mengejar mobil mereka dibelakang.
"Hentikan mobilnya!" perintahnya pada supir yang mengemudikan mobil itu.
Zein seketika juga menoleh kearah belakang. Terlihat jelas kedua sudut bibirnya yang tertarik membentuk sebuah senyuman lebar. Mereka berdua langsung keluar dari mobil. Wanita itu tampak tersengal-sengal sembari mengatur nafasnya agar normal kembali. Ia sepertinya sangat lelah karena mengejar mobil mereka.
Wanita itu adalah Anindya. Dia memakai gaun merah muda yang diberikan Sofia padanya. Ia juga membawa serta tas jinjing yang terlihat usang. Dilehernya terpasang sebuah liontin indah dengan bandul berinisial A sesuai dengan huruf depan namanya. Wanita itu tersenyum walau mata sembabnya masih terlihat jelas di kedua matanya.
______________
Mobil itu mengantarkan mereka ke suatu tempat yang tak jauh dari rumah Anindya. Sebuah lahan kosong yang mungkin tidak terpakai lagi. Sebuah helikopter telah mendarat disana. Mungkin itu satu-satunya tempat pendaratan yang bisa dijangkau olehnya di tempat ini.
Helikopter itu bisa memuat empat orang penumpang. Ini jelas pengalaman pertama bagi Anindya. Ia merasa sedikit takut saat turun dari mobil. Bagaimanapun ia akan menghadapi sesuatu yang baru dalam hidupnya. Ia tidak tahu apa yang akan dialaminya nanti. Tapi yang jelas ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang datang padanya. Dia harus bangkit dan mengejar segala mimpinya.
Seorang pria tampak membantu mereka untuk menaiki helikopter itu. Sesampainya didalam, Sofia membantu memasangkan sabuk pengaman serta headphone pada Anindya juga Zein setelah mereka duduk ditempatnya.
"Apa kau takut?" tanya Zein saat melihat Anindya meremas kedua tangannya karena gugup.
Anindya menganggukkan kepalanya. Zein seketika menenangkan dirinya. Anindya menarik nafasnya perlahan lalu menghembuskannya untuk memberi ketenangan padanya. Apa yang akan terjadi kedepannya akan menjadi sebuah tantangan baru baginya. Ia berulangkali merapalkan dalam hatinya bahwa ia bisa.
Saat semua penumpang sudah masuk. Baling-balingnya yang tadinya diam, seketika memutar dengan cepat sebelum akhirnya helikopter itu siap untuk mengudara.
___________________
Disisi lain, seorang pria muda tampak sedang berada diruang kerjanya yang berada dirumahnya. Ia sengaja pulang lebih awal hari ini karena tahu jika kakeknya akan tiba dirumah hari ini. Ia duduk di atas kursi kerjanya sambil memeriksa beberapa berkas yang dibawa asisten pribadinya kerumah.
"Bagaimana? Apa mereka sudah berangkat?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari setumpuk berkas di mejanya pada Romi, asisten pribadinya.
"Sudah tuan. Mereka sudah berangkat sejam yang lalu. Ehm...tapi.." ia tampak ragu untuk melanjutkan perkataannya.
"Ada apa?" tanya Adrian menghentikan aktivitasnya dan mengalihkan pandangan kearahnya.
"Tapi.. sepertinya tuan besar akan membawa serta seorang wanita bersamanya." jawabnya ragu.
"Biarkan saja. Selama wanita itu tidak menimbulkan masalah. Biarkan saja dia."
"Baik tuan." sahut Romi sambil mengangguk mengerti.
_______________
Selama mengudara hampir dua jam lamanya, akhirnya helikopter itu mendarat disebuah lahan besar. Sebenarnya mereka ini sekaya apa? Anindya hanya diam membisu sepanjang perjalanan karena memang ia belum bisa sepenuhnya menghilangkan kesedihannya. Ia lebih banyak melamun untuk mengalihkan perhatiannya dari rasa gugupnya saat berada didalam helikopter itu. Zein juga memahami situasinya, sehingga ia juga hanya diam saja disampingnya.
Anindya melepaskan sabuk pengamannya sesuai arahan dari Sofia. Ia juga melepaskan headphone yang berada di kepalanya.
Mereka lagi-lagi dibantu seorang pria saat turun dari helikopter. Tentunya pria yang berbeda dari pria yang membantunya naik tadi. Sebenarnya siapa para pria-pria ini. Anindya hendak bertanya. Tapi lagi-lagi mulutnya seakan terkunci rapat.
Anindya lagi-lagi digiring menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat helikopter itu melandas. Tentunya dengan mobil yang berbeda lagi dari mobil yang mengantar mereka tadi.
Mereka bertiga segera masuk kedalam mobil yang akan mengantarkan mereka pulang kerumah. Anindya lagi-lagi diam sambil mendekap erat tas usangnya didadanya. Banyak benda yang menurutnya penting didalam tas itu. Ada pakaian tentunya, beserta foto ibu dan neneknya, juga berkas-berkas penting yang menyangkut dirinya. Ada juga sejumlah uang yang berhasil ditabungnya beberapa tahun belakangan ini. Tadinya ia ingin memperbaiki rumah neneknya menggunakan uang itu. Tapi sebelum sempat melaksanakan niatnya, neneknya keburu pergi meninggalkan dirinya. Mungkin ia akan memerlukan uang itu nantinya.
Ia bersikeras untuk menolak saat supir itu hendak mengambil tasnya agar diletakkan di dalam bagasi mobil.
Tidak sampai setengah jam, mobil itu berhenti di suatu tempat. Ada gerbang besar yang membentengi rumah dibelakangnya. Beberapa penjaga tampak dengan sigap membuka gerbang itu dan membungkuk untuk memberi hormat pada mobil yang melintas dihadapannya itu. Sepertinya ia sudah begitu familiar dengan mobil sedan hitam yang muncul di depan gerbang.
Anindya tampak terpana begitu memasuki area rumah itu. Mungkin baginya itu lebih tampak seperti istana megah ketimbang rumah. Sebenarnya pekerjaan apa yang mereka lakukan hingga bisa memiliki rumah semewah ini. Anindya tampak semakin ragu untuk turun dari mobil. Tapi lagi-lagi Zein dengan sabar menenangkan dirinya.
Untuk pertama kalinya Anindya menginjakkan kakinya dirumah mewah seperti itu. Ia mencoba menghela napasnya beberapa kali untuk mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ini baru permulaan. Setelah ini entah apa yang akan dihadapinya.
___________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
[💝¹³_ALi💫¹⁶JaFar²⁰*💝
🥰💞💞💞💞
2021-08-28
2
Rosaria Sihombing
lanjuutt thoirr.. penasaran niii... aku suka cerita nyaaa....
2020-05-04
4