Bangunan ini memang lebih mirip sebuah istana dari pada sebuah rumah karena ukurannya yang terlampau besar dan juga luas. Seluruh sudut bangunan berwarna putih. Sepertinya pemiliknya terlalu malas untuk bermain dengan warna. Ataupun ia memang menyukai warna-warna netral agar terkesan tidak terlalu mencolok.
Sejak turun dari mobil, ia terus memegang tangan Sofia karena merasa terlalu takut untuk masuk kedalam rumah itu. Bukannya berjalan beriringan, ia malah terlihat seperti sedang menyembunyikan dirinya dibelakang tubuh wanita baya itu.
Sofia berulang kali merapalkan padanya kata "tidak apa-apa" agar wanita muda itu merasa tenang. Ia melangkahkan kakinya memasuki area terdalam dari rumah itu yang tak kalah megah dari tampilan luarnya. Seorang pelayan wanita tampak berdiri diambang pintu untuk menyambut mereka. Ia membungkuk tubuhnya untuk memberi hormat pada Zein, sebagai salah seorang majikannya. Begitu juga dengan Sofia.
"Aku pikir kakek sudah lupa dengan rumah ini." sindir seorang pria muda yang baru saja turun dari tangga menghampiri mereka dengan nada sinis.
Saat itu ia memakai kaos lengan pendek berwarna dark grey dan celana panjang hitam. Sehingga memperlihatkan dengan jelas otot-otot lengannya yang kekar.
Zein tampak tersenyum masam saat mananggapi sindiran dari pria itu. Sementara Anindya semakin membenamkan tubuhnya dibelakang tubuh Sofia karena semakin takut setelah mendengar nada tak bersahabat seperti itu. Sepertinya itu adalah cucu tertua Zein yang pernah sempat diceritakan pria baya itu pada Anindya sebelum mereka tiba disini.
"Kau sudah pulang ternyata. Tidak biasanya kau ada dirumah pada jam segini. Kakek pikir kau terlalu mencintai kantormu, hingga kau malas menginjakkan kakimu dirumah ini." balasnya menyindir dengan sinis pria itu.
Namun pria itu tidak tersenyum ataupun kesal mendengar sindiran dari Zein. Ia hanya menunjukkan raut wajah datar tanpa ekspresi yang sulit ditebak oleh siapapun. Dan Zein sepertinya sudah hafal betul dengan sifat dingin cucu tertuanya itu dilihat dari cara ia menyikapi sindiran yang ditujukan padanya.
"Aku pulang lebih awal hari ini khusus untuk menyambut kedatangan kakek kembali dirumah ini. Dan juga aku mengharapkan sebuah penjelasan yang mungkin akan menyelamatkan kakek dan juga pendukung setiamu itu dari hukuman." ucapnya ketus sambil memandang Zein dan Sofia secara bergantian.
Mereka berdua kembali tersenyum masam memandang pria muda itu. Anindya bahkan tak berani untuk memandang wajahnya sedikitpun karena rasa takut yang menderanya. Pria itu jelas tidak seperti Zein dan Sofia yang bersikap ramah juga bersahabat. Ia lebih terlihat seperti seorang raja arogan yang semua perkataannya menjadi titah yang tidak bisa terbantahkan lagi.
Tapi tidak mungkinkan dia benar-benar memberi hukuman pada kedua orangtua itu?
"Kau bisa menghukum kakek nanti. Tapi sebelum itu kakek ingin mengenalkan mu pada seseorang terlebih dahulu." ucapnya.
Zein melirik Anindya yang tampak terlihat pucat dan didera rasa takut yang berlebihan dari balik tubuh Sofia.
"Tidak apa-apa sayang! Pria ini sudah jinak. Jadi kau tidak perlu takut. Kemarilah!" perintahnya halus dengan menyelipkan sebuah candaan disana agar tidak membuat wanita muda itu semakin takut.
Dengan apa yang terjadi secara tiba-tiba padanya, berada di kota yang asing, rumah yang asing dan dengan orang-orang yang baru dikenalnya beberapa hari, tentu menjadi sebuah momok mengerikan baginya yang sebatang kara ini. Zein sepertinya sangat mengerti dengan kondisi wanita itu setelah melihat apa yang baru saja dialaminya.
Jika dilihat mungkin ia memiliki kesamaan dengan Adrian. Yang secara tiba-tiba ditinggalkan oleh orang tuanya. Tapi setidaknya, Adrian masih memiliki kakek serta adik yang menemaninya. Ia juga dibanjiri dengan segala kemewahan dan rumah yang terlampau nyaman baginya. Sementara Anindya tidak memiliki siapapun lagi sekarang. Ditelantarkan oleh ayahnya, lalu ditinggal mati ibunya, dan sekarang neneknya juga pergi meninggalkan dirinya seorang diri. Benar-benar seorang diri tanpa ada sanak keluarga lain yang bisa mendukungnya.
"Ayo sayang!" panggil Zein lagi karena tidak ada respon dari wanita muda itu.
Sofia menarik tangan Anindya agar wanita itu mendekat kearah pria baya itu. Ia melangkahkan kakinya dengan ragu sambil menundukkan kepalanya. Ia mendekap tas usangnya dengan erat seakan-akan takut kehilangan tas itu.
"Ini cucu tertua kakek, Adrian. Kau tidak perlu takut padanya. Wajah dingin ini nantinya akan menjadi penamandangan wajib yang akan kau lihat setiap harinya." Zein memperkenalkan diri pria itu pada Anindya.
Adrian sekilas tampak memindai tubuh wanita itu dari atas hingga bawah. Sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya secepatnya sebelum siapapun menyadarinya. Terlihat jelas matanya yang sembab karena terlalu banyak menangis beberapa hari terakhir ini. Sedikit banyak ia tahu apa yang dialami oleh wanita muda itu melalui mulut asisten pribadinya.
Tapi tidak dengan Anindya. Wanita itu hanya menundukkan kepalanya sedari tadi karena terlalu takut untuk bertatap muka secara langsung dengan pria itu.
"Adrian! Ini Anindya. Mulai hari ini ia akan tinggal disini bersama kita. Kau.. tidak keberatan kan?" tanyanya sambil menjelaskan.
"Apa kakek sedang meminta pendapatku? Aku rasa kakek tidak sebaik itu. Jika aku keberatan, apa kakek akan mengusirnya dari sini?" tanyanya sinis.
"Tentu saja tidak. Kakek hanya berbasa-basi denganmu." jawabnya sambil tersenyum. Ia lalu mengalihkan pandangannya kearah Sofia. " Sofia! Bawa Anindya untuk beristirahat dikamarnya." perintahnya.
Sofia terlihat menganggukkan kepalanya dan mengajak Anindya pergi bersamanya. Saat dirasa kedua wanita itu sudah berlalu dari hadapan mereka, Zein mengajak cucunya itu ke ruang tengah untuk membicarakan tentang Anindya padanya.
______________
"Jadi?" tanyanya pada pria baya itu.
Mereka sedang duduk santai di atas sofa besar berwarna putih yang terletak ditengah ruangan. Mereka duduk disisi yang berseberangan. Adrian tampak menyilangkan kakinya dengan tangan yang terlipat diatas perutnya. Pria itu tampak menyandar tubuhnya di sandaran sofa besar itu. Ia sedang menunggu penjelasan dari kakeknya.
"Seperti yang kakek bilang padamu diawal tadi, Anindya akan tinggal bersama kita disini." jawabnya.
"Sampai kapan?" tanyanya lagi.
"Selamanya." jawabnya singkat dan yakin.
Adrian seketika menatapnya dengan tajam. "Kakek tidak punya niat lain kan saat membawa wanita itu datang kemari?" tanyanya menyelidiki.
Zein tampak tersenyum masam. Ia sudah menduga jika cucunya akan tahu cepat atau lambat tentang niat lainnya itu. Ia bermaksud untuk menjodohkan Anindya dengan Adrian.
"Tentu saja tidak. Memangnya apa yang kau maksud dengan niat lain itu?" tanyanya balik berusaha untuk berbohong.
Kali ini pria itu tampak menarik satu sudut bibirnya. Ia tersenyum sinis. "Tidak. Aku hanya bertanya saja. Terserah jika kakek ingin membawa siapapun untuk tinggal disini. Aku tidak perduli." ucapnya acuh. "Tapi... jika wanita itu membawa masalah dirumah ini, maka aku yang akan turun tangan langsung untuk menegurnya. Kakek paham kan?" Ia tampak menekankan perkataannya yang terdengar seperti nada ancaman baginya.
"Memangnya wanita sepertinya bisa menyebabkan masalah apa dirumah ini? Bukankah selama ini kau yang selalu saja menciptakan masalah dirumah ini dengan sikap dingin dan kearoganan mu itu." gerutunya tidak senang.
"Baguslah jika seperti itu. Kuharap ia benar-benar tidak akan membuatmu kecewa kakek." ledeknya tidak merasa tersinggung sama sekali dengan perkataan kakeknya.
"Adrian! Kakek harap kau bisa menjaga sikapmu didepannya. Saat ini kondisinya masih belum stabil. Ia baru saja kehilangan neneknya. Satu-satunya keluarga yang dia miliki. Dia butuh seseorang untuk menguatkannya. Sebelum neneknya meninggal, ia menitipkan Anindya pada kakek, agar kakek bisa menggantikannya untuk menjaganya. Jadi tolong berusahalah untuk tidak membuatnya sedih ataupun menyinggungnya." pintanya dengan tulus.
Adrian hanya diam dengan raut wajah tanpa ekspresi nya itu.
"Dulu kau juga pernah berada diposisinya. Walaupun kau masih terbilang lebih beruntung darinya. Kau masih memiliki kakek juga adikmu, Arkan. Sementara Anindya tidak punya seorangpun lagi disisinya. Ia sendirian tanpa ibu juga neneknya. Bahkan ia tidak punya sanak saudara lain yang bisa dijadikan tempat untuk bersandar."
"Bagaimana dengan ayahnya?" tanyanya.
"Ayahnya mengusir dia dan ibunya saat ia berusia lima tahun. Sejak saat itu ia tidak pernah bertemu dengan ayahnya lagi." jelasnya.
Ada sedikit rasa kasihan yang terbesit di benaknya. Tapi tentu jika dilihat dari sifat arogannya, ia tidak akan menunjukkan rasa itu diwajah dinginnya.
Tak lama kemudian, disela-sela pembicaraan mereka seorang pria berkacamata tampak menghampiri mereka. Zein tampaknya mengenali pria itu.
"Kenapa kau menyuruhnya datang kemari? Kakek merasa baik-baik saja saat ini." tanyanya heran.
"Tentu saja untuk memeriksa kakek. Kakek beberapa hari ini berada diluar jangkauanku. Entah makanan apa yang kakek makan diluar sana. Jadi ada baiknya jika Sam memeriksa kesehatan kakek." jelasnya.
Pria baya itu seketika mengernyitkan keningnya. Ia merasa sehat-sehat saja saat ini.
________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
[💝¹³_ALi💫¹⁶JaFar²⁰*💝
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
2021-08-28
1
Endang Astuti
kejam tp perhatian....andrian
2020-10-25
5