Kirana masih larut dalam cerita tentang putri dan cucunya itu.
"Semenjak saat itu Arini dan Anindya hidup bersamaku disini. Tahun demi tahun berlalu. Tapi Rian tidak pernah sekalipun berusaha untuk mencari mereka. Padahal ia tahu jelas dimana aku tinggal karena dulu ia sering berkunjung kemari saat mereka masih bersama. Tapi sudahlah. Mungkin baginya Arini dan Anindya tidak penting lagi untuknya." jelasnya lirih.
"Lalu apa yang terjadi pada anakmu? Dimana dia?" tanyanya lagi.
"Arini meninggal saat Anindya berusia sepuluh tahun karena kanker rahim yang dideritanya. Anindya harus bekerja agar bisa tetap sekolah karena saat itu penghasilanku tidak seberapa. Anindya tumbuh menjadi gadis yang mandiri. Ia selalu menutupi kesedihannya di depanku. Tapi sebenarnya ia sangat merindukan ibunya. Aku sering mendapati dirinya menangis didalam lemari. Tapi aku sengaja membiarkannya dan pura-pura tidak tahu jika dia sedang menangis." Tanpa terasa air matanya mengalir dari kedua sudut mata keriputnya.
"Maaf! Jika aku jadi mengingatkanmu tentang anakmu." pinta Zein.
"Tidak apa-apa. Aku sudah mengikhlaskan kepergian anakku. Aku hanya sedih melihat Anindya. Dia gadis yang baik tapi kenapa keberuntungan tidak pernah berpihak padanya."
Ia terdiam sejenak. Begitupula dengan Zein dan Sofia.
"Zein. Dulu kau pernah berjanji padaku jika kau akan membantuku suatu hari nanti. Sekarang aku menagih janjimu. Tolong jaga Anindya untukku. Aku hanya percaya padamu. Kau dan Ratna sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Maaf jika aku mendadak meminta bantuanmu. Tapi aku hanya kenal kau. Aku tidak punya sanak keluarga yang lain. Tolong Zein. Tolong bantu aku." pintanya sambil mengatupkan kedua tangannya sambil berusaha untuk turun dari kursinya dengan susah payah.
Sofia lalu mencegah tubuh rentanya untuk turun.
"Jangan seperti itu. Baiklah! Aku akan menjaganya seperti cucuku sendiri. Kau jangan mencemaskannya." ucapnya menyanggupi permintaan Kirana.
"Terima kasih. Terima kasih Zein! Aku bisa pergi dengan tenang sekarang." ucapnya.
"Berhenti bicara seperti itu. Kau akan baik-baik saja." bentaknya.
___________
Anindya pulang dengan langkah cerianya. Ibu Sari banyak memberinya ikan segar untuk nya. Ia bisa mengolahnya besok pagi. Tapi ia bingung apakah tamu neneknya itu akan menginap dirumahnya malam ini.
Ia pun bergegas pulang kerumahnya. Mobil mewah itu masih terparkir di halaman rumahnya. Anindya langsung masuk kedalam rumahnya. Terlihat kakek Zein dan neneknya sedang mengobrol sambil tertawa. Sementara ibu Sofia tidak terlihat disana.
"Kau sudah pulang!" tegur Kirana.
"Iya nek! Ibu Sari memberikan banyak ikan segar untuk kita." ucapnya sambil menunjukkan bungkusan plastik yang dipegangnya.
"Oh iya. Syukurlah!" ucapnya.
"Aku akan menyimpan ikan ini dulu. Lalu pergi mandi." ucapnya.
Anindya pergi kedapur dan meletakkan ikan itu didalam ember yang berisi air. Ikan itu seketika langsung bergerak cepat didalam air. Ia terlihat seperti anak kecil yang sedang kegirangan karena mendapatkan mainan baru.
Sofia yang baru saja keluar dari kamar mandi, tersenyum saat melihat Anindya sedang asyik memainkan ikannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya saat melihat gadis itu sedang berjongkok sambil menatap kedalam ember.
"Aku hanya sedang bermain dengan ikan-ikan ini." jawabnya polos.
"Apa besok kau akan memasaknya?" tanyanya ikut berjongkok dengannya.
"Iya Bu."
"Jika begitu bagaimana jika kau menemaniku ke pasar besok pagi. Aku juga ingin memasak makanan untuk tuan besar. Tuan punya penyakit jantung. Jadi dia tidak bisa makan makanan biasa." jelasnya.
"Oh ya! Ehm sebenarnya aku juga memasak makanan khusus untuk nenek karena dia terkena diabetes. Jadi aku rasa kakek Zein juga bisa memakannya. Aku tidak pernah menggunakan minyak jika memasak. Aku hanya mengukus atau memanggang ikannya."
"Benarkah! Kau sangat pintar! Darimana kau mempelajarinya?"
"Aku menanyakannya pada dokter yang ada dikampung kami. Dia memberitahuku makanan apa saja yang baik dikonsumsi untuk segala jenis penyakit. Aku juga mencatatnya dibuku harianku."
"Benarkah! Nenekmu sangat beruntung karena memiliki cucu yang sangat perhatian seperti dirimu. Kau bahkan sangat memperhatikan kesehatannya." pujinya.
"Tidak. Ibu salah. Justru aku yang merasa beruntung karena keberadaan nenek disampingku. Nenek adalah satu-satunya penyemangat hidupku. Aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpa nenek." bantahnya.
Sofia seketika merasa sedih. Apa yang akan terjadi jika dia tahu bahwa neneknya mungkin tak akan lama lagi hidup bersamanya.
________
Malam semakin larut. Zein dan Sofia pamit untuk pergi ke penginapan yang sudah dipersiapkan untuk mereka.
"Nenek! Bagaimana nenek bisa mengenal orang kaya seperti kakek Zein. Nenek bukan selingkuhan kakek, kan?" tanyanya mencoba menerka-nerka.
Kirana seketika memukul pelan kepala cucunya itu. "Kau ini asal bicara saja. Dulu nenek dan istrinya kakek Zein adalah sahabat baik. Namanya Ratna. Saat Ratna memutuskan untuk menikah dengan kakek Zein, kami berdua harus berpisah karena dia harus ikut pindah bersama suaminya. Zein dulu adalah seorang polisi." jelasnya.
"Lalu kenapa kakek tiba-tiba datang kemari setelah puluhan tahun tidak bertemu?" tanyanya heran.
"Nanti kau juga akan tahu. Sudahlah! Ini sudah larut malam. Sebaiknya kau beristirahat. Kau harus bangun pagi kan!" ucapnya.
Anindya lalu mengantarkan neneknya untuk tidur. Setelah memastikan neneknya tidur, ia juga pergi tidur. Namun sebenarnya, Kirana belum tidur. Ia sengaja menunggu sampai Anindya tertidur pulas.
Ia lalu mengambil sebuah buku dari balik bantalnya. Lalu menulis sesuatu disana. Setelah selesai, ia lalu merobek kertas itu. Dan menyelipkannya dibalik bantalnya. Ia pun tertidur dengan pulasnya.
______________
Seberkas cahaya putih menyilaukan pandangannya. Gadis itu tampak kaget saat menyadari dirinya berada ditengah ladang yang dipenuhi dengan bunga mawar putih. Ia tampak berlarian kesana kemari sambil sesekali mencium aroma semerbak yang keluar dari bunga-bunga itu.
"Anindya! Anindya!" panggil seorang wanita dari kejauhan.
"Ibu!" sahutnya sambil berlari kearahnya.
Ia memeluk ibunya itu. Merasai aroma khas yang tercium dari tubuhnya. Sangat nyaman hingga membuatnya terbuai seketika.
"Anindya! Anindya!" panggil wanita lainnya.
"Nenek! Kenapa nenek ada disini?" tanyanya heran.
"Ibumu akan membawa nenek pergi sayang!" jawabnya lalu memegang tangan wanita yang sedang memeluk Anindya.
Ibunya seketika melepaskan pelukannya. Ia dan neneknya semakin lama semakin menjauh darinya.
"Ibu! Nenek! Jangan pergi! jangan tinggalkan Anin. Ibu! Nenek!" ia berteriak memanggil mereka berdua.
Tapi mereka tidak sedikitpun menoleh kearahnya. Hingga mereka berdua hilang dari pandangannya.
Anindya tersentak dan terbangun dari tidurnya. Terlihat keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Ia tampak tersengal-sengal seperti habis mengejar sesuatu. Ia lalu berlari menghampiri neneknya.
Ia seketika merasa lega saat melihat wanita baya itu sedang tertidur lelap. Ia mencium keningnya. Entah kenapa air matanya perlahan jatuh dari sudut matanya. Ia pun memeluk tubuh renta wanita itu.
Nenek. Tetaplah bersamaku. Anin sangat menyayangi nenek. batinnya.
Tanpa sadar ia tertidur sambil memeluk erat neneknya tersebut. Seakan-akan ia akan kehilangan orang yang sangat dicintainya itu.
___________
Hai.. hai... Novel ini adalah novel keduaku setelah "My beloved wife"
Semoga suka ya sama jalan ceritanya. Jangan lupa like dan komentarnya ya. Terima kasih untuk yang sudah baca.
Salam kenal dari ku,
Thiea. 🌼😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
my_e
hiks sampai nangis aku baca ini
2021-10-05
0
[💝¹³_ALi💫¹⁶JaFar²⁰*💝
💖💖💖💖💖
2021-08-28
1
Ani Adel
lanjut
2021-06-13
0